Skip to main content

Makalah Kaidah Fikih الأموربمقاصدها (al-umuuru bimaqaashidiha)


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
A.     Latar Belakang....................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah.................................................................................. 2
C.     Tujuan dan Manfaat................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
A.     Makna Kaidah Fikih الامور بمقاصدها ....................................................... 3
B.     Sumber atau Dalil Kaidah Fikih الامور بمقاصدها........................................ 4
C.     Pengertian Niat, Tempat dan Waktu....................................................... 5
D.     Urgensi Kaidah Fikih الامور بمقاصدها ....................................................... 7
E.      Contoh Penerapan Kaidah Fikih الامور بمقاصدها ...................................... 7
F.      Pengecualian dari Kaidah Fikih الامور بمقاصدها......................................... 9
BAB III PENUTUP......................................................................................... 10
A.  Kesimpulan............................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 12
  

BAB I

PENDAHULUAN

A.            Latar Belakang

Qawaid merupakan bentuk jamak dari qaidah, yang kemudian dalam bahasa indonesia disebut dengan istilah kaidah yang berarti aturan atau patokan. Ahmad Warson menembahkan bahwa, kaidah bisa berarti al-asas (dasar atau pondasi), al-Qanun (peraturan dan kaidah dasar), al-Mabda’ (prinsip), dan al-nasaq (metode atau cara).
Qowa’idul fiqiyyah atau kaidah-kaidah fiqih yaitu kaidah-kaidah yang bersifat umum (kulli)yang mengelompokkan masalah-masalah fiqih terperinci menjadi beberapa kelompok yang pula merupakan kaidah atau pedoman yang memudahkan dalam mengistinbathkan (menyimpulkan) hukum bagi suatu masalah yaitu dengan cara menggolongkan masalah-masalah yang serupa dengan suatu kaedah.
Para fuqoha pada umumnya memberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan kaidah fiqhiyyah ialah hukum kulli (kaidah-kaidah umum) yang berlaku pada semua bagian-bagiannya atau cabang-cabangnya. Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa setiap qaidah fiqhiyyah telah mengatur dan menghimpun beberapa banyak masalah fiqh dari berbagai bab dan juga diketahui bahwa para fuqoha’ telah benar-benar mengembalikan masalah-masalah hukum fiqh kepada kaidah-kaidahnya.
Maka, Qawaidul fiqhiyah  (kaidah-kaidah fiqih) adalah sesuatu yang sangat penting dan menjadi kebutuhan bagi kaum Muslim. Akan tetapi tidak sedikit orang yang kurang memahami tentang hal ini, untuk itu perlu kiranya bagi kaum muslim untuk mempelajari dan mengkaji ulang ilmu ini. Dengan menguasai kaidah-kaidah fiqih seorang muslim akan mengetahui benang merah yang menguasai fiqih, karena kaidah fiqih itu menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqih. Selain itu juga akan menjadi  lebih arif dalam menerapkan fiqih pada waktu dan tempat yang berbeda untuk kasus, adat kebiasaan, keadaan yang berlainan. Dengan mempelajari kaidah fiqih, diharapkan pada akhirnya juga bisa menjadi lebih moderat dalam menyikapi masalah-masalah politik, ekonomi, sosial, budaya sehingga kaum muslim bisa mencari solusi terhadap problem-problem yang terus muncul dan berkembang dalam masyarakat dengan lebih baik.

B.                 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.                  Apa makna dari kaidah fiqh الامور بمقاصدها ?
2.                  Apa saja sumber atau dalil dari kaidah fiqh الامور بمقاصدها ?
3.                  Apa pengertian niat , tempat dan waktu dari الامور بمقاصدها ?
4.                  Apa saja urgensi dari kaidah الامور بمقاصدها ?
5.                  Bagaimana contoh penerapan dari kaidah الامور بمقاصدها?
6.                  Bagaimana pengecualian dari kaidah الامور بمقاصدها?

C.                 Tujuan Penulisan

            Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.                  Untuk mengetahui apa itu kaidah fikih الامور بمقاصدها
2.                  Untuk mengetahui apa saja sumber atau dalil dari kaidah الامور بمقاصدها
3.                  Untuk mengetahui pengertian,niat ,tempat dan waktu dari kaidah الامور بمقاصدها
4.                  Untuk memahami urgensi dari kaidah الامور بمقاصدها
5.                  Untuk mengetahui bentuk bentuk penerapan kaidah الامور بمقاصدها
6.                  Untuk mengetahui pengecualian dari kaidah الامور بمقاصدها
  


BAB II
PEMBAHASAN
A.       Makna Qa’idah
Lafal al-umuru merupakan bentuk jama’ dari kata tunggal al-amru yang secara bahasa memiliki arti “perubahan” dan “tingkah”. بمقاصدها الأمور  adalah segala sesuatu yang tergantung tujuannya. Maksudnya adalah niat atau motif yang terkandung didalam seseorang saat melakukan perbuatan, menjadi kriteria yang dapat menentukan nilai dan status hukum amal perbuatan yang telah dilakukan, baik berhubungan dengan peribadatan ataupun adat-kebiasaan.[1] Intinya dalam qa’idah ini mencakup semua hal tentang niat.
Kaidah ini memiliki arti bahwasanya setiap perbuatan yang dilakukan tergantung pada niat yang dimunculkan, artinya setiap niat yang terefleksikan dalam tindakan nyata, maka niat yang tidak terealisasikan dalam bentuk dlhohir maka tidak akan berimplikasi pada wujud syar’i.
Hukum perbuatan dikembalikan pada niat, apabila seseorang meningggalkan hal-hal yang dilarang demi melaksanakan perintah, maka dia diberi pahala atas perbuatannya., tapi apabila dia meninggalkan hal-hal yang dilarang tersebut hanya berdasarkan kebiasaan maka tidak ada pahala baginya.
Contoh : Allah melarang makan bangkai diselain keadaan darurat, berdasarkan firman Allah:
حرمت عليكم الميتة                                       

 “ Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, “
Apabila seseoraang meninggalkan makan bangkai karena dia jijik, maka tidak ada pahala baginya, tapi apabila dia tidak makan bangkai karena ada larangan syara’ maka Allah memberi pahala baginya.[2]
B.       Sumber atau Dalil Kaidah
Kalau diperhatikan dengan seksama, maka kaidah-kaidah fikih bila ditinjau dari sumbernya maka terbagi menjadi dua bagian :
1.      Kaidah fikih yang teksnya terambil langsung dari nash al-qur’an dan as-sunnah.
Misalnya firman allah ta’ala :
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
“Dan janganlah kalian memakan harta sesama kalian dengan cara yang bathil.” ( QS Al-baqarah : 188)
Ayat ini merupakan sebuah kaidah tentang haramnya semua jenis transaksi dan perbuatan yang akan berakibat memakan harta orang lain dengan cara yang tidak syar’i.
Adapun misal kaidah fikih yang terambil dari sabda Rasullah :
لاضررولاضرر
tidak boleh berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain
Hadis ini merupakan sebuah kaidah umum tentang berbagai hal, mulai dari masalah-masalah makanan, pergaulan, muamalah, dan lainnya.
2.      Kaidah fikih yang teksnya tidak terambil dari al-qur’an dan as-sunnah, namun kandungannya berdasarkan al-qur’an dan as-sunnah.
Misalnya adalah sebuah kaidah yang sangat masyur:
اليقين لايزؤل با لشك
“sesuatu yang yakin tidak bisa dihilangkan dengan sebuah keragu-raguan.’’
3.      Kaidah fikih yang tersusun berdasarkan ijtihad para ulama. Dan ini biasanya didasarkan atas sebuah qiyas atau ta’lil ( melihat sebab dari sebuah hukum ) atau dengan melihat kepada sifat hukum syar’i secara umum serta melihat kepada maqoshid syar’iyyah ( maksud dan tujuan dari  sebuah hukum syar’i ) atau yang lainnya.[3]
C.       Pengertian Niat, Tempat dan Waktu
1.      Pengertian niat
Secara bahasa niat adalah bentuk mashdar dari akar kata  نوئ ينو yang maknanya adalah bermaksud atau bertekad untuk melakukan sesuatu.
       Sedangkan secara istilah makna niat adalah berkehendak untuk menjalankan ketaatan kepada Allah SWT dengan melakukan atau meninggalkan sesuatu.
2.      Tempat niat
Tidak ada perselisihan dikalangan para ulama bahwa tempatnya niat adalah didalam hati. Syaikhul islam ibnu Taimiyah berkata : “ tempat niat itu dihati bukan dilisan” berdasarkan kesepakatan para ulama'. Ini berlaku untuk semua ibadah, baik toharoh, shalat, zakat, puasa, haji, memperdekakan budak, jihat maupun lainnya.[4]
3.      Waktu niat
Secara umum, perbuatan yang berkaitan dengan syara’ dapat dibedakan menjadi dua : pertama, perbuatan yang mengharuskan adanya niat; dan kedua, perbuatan yang tidak memerlukan niat. Perbuatan kategori pertama dapat dibedakan pula menjadi dua : pertama, niat yang harus dilakukan diawal (sebelum berbuat); dan kedua, niat dilakukan ketika berbuat.

4.      Macam-macam niat
Niat ada dua macam :
a.       Niat amal
Niat amal adalah bahwasanya dalam mengerjakan sebuah amal perbuatan harus diniati dengan niat tertentu tentang apa jenis dan macam dari ibadah tersebut. Atas dasar inilah maka tidak akan sah sebuah jenis cara bersuci, sholat,zakat dan ibadah lainnya kecuali dengan adanya niat. Seseorang harus meniatkan ibadah tersebut , dan jika ibadah itu terdapat berbagai jenis dan macamnya ,maka harus menentukan macam dan jenis ibadah tersebut. Sebagai contoh, ialah sholat. Seseorang harus menentukan dengan niatnya apakah dia sholat wajib ataukah sunnah , dan jika sholat itu wajib maka harus ditentukan apakah itu sholat dhuhur ataukah ashar dan seterusnya .
            Niat inilah yang membedakan antara adat dengan ibadah. Sebagai sebuah contoh bahwasanya mandi itu bisacuma berfungsi untuk membersihkan badan saja, namun bisa juga untuk menghilangkan hadats besar , itu semua tergantung pada niatnya.
            Fungsi niat amal ini untuk menentukan apakah amal perbuatan ini sah atau tidak.
b.      Niat ma’mul lahu (untuk siapakah amal perbuatan tersebut ditujukan ?)
Dan inilah yang kita sebut dengan ikhlas ,yaitu harus meniatkan semua amal perbuatan itu hanya untuk Allah Ta’ala saja, bukan lainnya. Allah swt berfirman:
وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِا᷉
Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama hanya kepada-Nya” (Q.S Al-Bayyinah : 5)
Dan niat yang ini untuk menentukan apakah amal perbuatan itu diterima oleh Allah SWT atau tidak.
D.    Urgensi Kaidah
Kaedah ini adalah kaedah yang sangat penting masuk didalamnya semua permasalahan agama.
Cukuplah untuk mengetahui pentingnya kaedah ini adalah apa yang dikatakan oleh Imam Asy Syathibi : “sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan sebuah tujuan itu dijadikan sandaran dalam menghukumi sebuah perbuatan baik yang berupa ibadah maupun adat, dalil-dalil tentang masalah ini sangat banyak tidak bisa dihitung, dan cukuplah bagimu bahwasannya niat itu membedakan antara perbuatan yang merupakan adat ataupun ibadah, niat juga membedakan apakah ibadah ini wajib ataukah bukan wajib, juga dalam masalah adat, apakah dia itu merupakan adat yang wajib ataukah sunnah, mubah, makruh ataukah sampai tingkat keharaman, juga sah dan tidaknya juga hukum-hukum lainnya yang berhubungan dengan hal ini.”[5]
E.       Contoh penerapan Kaidah Fikih :
Kaedah ini mencakup semua permasalahan hukum syar’i ,beberapa contoh penerapannya,yaitu:
1)         Barangsiapa yang membunuh seorang muslim tanpa ada sebab syar’i yang membolehkannya ,maka kalau dia melakukannya karena unsur kesengajaan maka ada hukum tersendiri ,sedangkan kalau tanpa sengaja maka hukuman nya pun lain.
2)         Barangsiapa yang mengambil sebuah barang yang terjatuh dijalanan dengan niat untuk dimilikinya ,maka dia disebut Ghasib (orang yang mengambil harta orang lain dengan jalan haram) ,yang karena itu maka dia wajib untuk mengembalikannya ,kalau benda itu rusak ditangannya , baik rusaknya karena  kesengajaan dari dia atau tidak,namun kalau dia mengambilnya dengan niat untuk menyimpannya dan akan mengembalikannya kepada pemiliknya maka dia menjadi seorang amin (orang yang mendapatkan kepercayaan untuk menjaga sebuah benda) ,maka atas dasar ini dia itu tidak menggantinya meskipun rusak ditangannya kecuali kalau sengaja dia merusaknya.
3)         Orang yang makan , kalau dia berniat dengan makannya untuk bisa menjalankan ibadah kepada Allah SWT ,maka makannya berubah menjadi ibadah yg berpahala, namun kalau tidak berniat dan Cuma karena sudah kebiasaanya dia makan ,maka dia tidak mendapatkan apa - apa. Begitu juga amal perbuatan lain yang asalnya mubah.
4)         Barangsiapa yang menjual anggur atau lainnya dengan niat untuk dijadikan untuk sesuatu yang haram ,seperti akan dijadikan sebagai khomer ,maka hukumnya haram ,sedangkan kalau tidak ada niat dan tujuan seperti itu maka hukumnya halal.
5)         Seseorang yang dititipi sebuah barang untuk dijaganya , lalu dia memakainya,maka berarti dia telah berbuat melampaui batas terhadap benda tersebut ,yang mana dia harus menggantinya apabila rusak. Lalu jika dia menyimpannya kembali tapi dengan niat akan memakainya kembali maka dia tetap wajib menggantinya apabila rusak ditangannya meskipun tanpa  ada unsur kesengajaan darinya.namun kalau setelah dia pakai itu lalu dia simpan  kembali dengan niat tidak akan memakainya lagi,maka dia tidak menggantinya kalau rusak tanpa ada unsur kesengajaan darinya.
6)         Kalau ada seseorang yang tidur sebelum dhuhur,lalu bangun saat jam satu siang,namun dia menyangka kalau saat itu sudah jam 5 sore ,kemudian dia sholat 4 rokaat dengan niat sholat asar,maka sholatnya tidak sah dan dia harus mengulang sholat dhuhur lagi , juga dia harus mengerjakan sholat ashar kalau sudah masuk waktunya. Tidak sah nya sholat dhuhur karena dia berniat sholat ashar dan bukan sholat dhuhur,sedangkan tidak sah sholat asharnya karena belum masuk waktunya . namun kalau dia sholat tadi dengan niat sholat dhuhur maka sholatnya sah.

Faedah :
            Sebagian orang ada yang menyalahgunakan kaedah ini. Mereka mengatakan bahwa semua amal perbuatan itu tergantung niatnya, baik amal tersebut baik ataupun jelek. Yang atas dasar ini mereka mengatakan bahwa orang yang melakukan perayaan maulid nabi misalnya, akan mendapatkan pahala karena niatnya untuk mengungkapkan rasa cinta kepada Rasullullah SAW juga orang yang mencuri bisa aja mendapatkan pahala kalau dia berniat untuk membantu orang yang faqir dengan hasil curiannya. Dan masih banyak gambaran salah lainnya dari kaedah ini. Untuk menyelesaikan hal tersebut,terdapat beberapa point :
1.      Wajib bagi seorang muslim kalau ingin meghukumi sebuah masalah,jangan hanya mengambil satu atau dua buah dalil serta meninggalkan lainnya,namun hendaklah dia melihat semua dalil syar’i yang berhubungan dengan masalahnya lalu baru dia hukumi.
2.      Berdalil dengan kaidah ini untuk hal diatas adalah sebuah kesalahan fatal ,karena kaedah ini Cuma untuk menjelaskan salah satu pokok dan dasar bisa diterimanya sebuah amal, yaitu masalah ikhlas kepada Allah SWT dalam semua amal perbuatan yang dilakukannya . dan masih ada satu pokok lagi yang harus dipenuhi , yaitu mengikuti sunnah Rasulullah SAW dalam apa yang ia kerjakan. Berdasarkan sabda Rasulullah SAW:

“dari Aisyah R.A berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa yang melakukan sebuah amal perbuatan yang tidak ada contohnya dari kami maka perbuatan itu tertolak.”(H.R Muslim : 1718)
            Kaedah diatas adalah timbangan amalan batin, sedangkan hadits Aisyah adalah timbangan amal perbuatan dhohir.
F.             Pengecualian dari kaedah Fikih
Ada beberapa permasalahan fiqhiyah yang keluar dari kaedah diatas, diantaranya adalah:
1)      Kalau ada seseorang yang membunuh orang yang dia akan mewarisi hartanya denagn niat supaya bisa cepat mendapatkan harta warisan, maka dia tidak bisa mendapatkannya, sebagai hukuman atas perbuatannya.
2)      Kalau ada seorang suami yang menceraikan istrinya saat sakit menjelang kematian dengan niat agar istrinya tersebut tidak mewarisi hartanya, maka si istri tetap mewarisinya.
3)      Dan beberapa masalah lain yang mirip dengan ini.
Maka masalah ini tidak dilihat niatnya, bahkan dihukumi dengan kebalikan dari niatnya yang jelek tersebut.[6]


BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan

Bentuk permasalahan-permasalah yang muncul dalam kehidupan sehari-hari ragam macamnya. Tentunya ini mengharuskan agar supaya didapati jalan keluar terhadap jalan penyelesaiannya. Maka disusunlah suatu kaidah secara umum yang diikuti cabang-cabang secara lebih mendetail terkait permasalahan yang sesuai dengan kaidah tersebut. Adanya kaidah ini tentunya sangat membantu dan memudahkan terhadap pemecahan permasahalan yang muncul ditengah-tengah kehidupan
Hukum-hukum syara atau yang biasa disebut fiqh itu, pada dasarnya dapat dikembalikan kepada lima kaidah pokok, yaitu :
1.                   الأمور بمقاصدها.
“Segala sesuatu tergantung pada niatnya”.
2.                   اليقين لايزال بالشك.
“Yakin itu tidak dapat dihilangkan dengan kebimbangan”.
3.                   المشقة تبلب التيسير.
“Keberatan itu bisa membawa kepada mempermudah”.
4.                   الضرر يزال.
“Madlarat itu dapat dihapus”.
5.                   العادة محكمة.
“Adat kebiasaan itu, bisa ditetapkan”.
          Dalam setiap kaidah didasarkan atas nash-nash pokok yang dapat dinilai sebagai standar hukum fiqh, sehingga sampai dari nash itu dapat diwakili dari sekian populasi nash-nash ahkam.
                             

DAFTAR PUSTAKA

Zainy Al-Hasimy, Ma’shum. 2010. Pengantar Memahami Nadzom Faroidul Bahiyyah. Jombang: Darul Hikmah.
Andiko, Toha 200. Ilmu Qawa’idul Fiqhiyyah. Yogyakarta: Teras.
Abu Yusuf, Ahmad Sabid bin Abdul Lathif. 2016. Praktis Memahami Fiqih Islami. Gresik : Yayasan Al Furqon Al Islami.


[1] Ma’shum Zainy Al-Hasimy, Pengantar Memahami Nadzom Faroidul Bahiyyah, (Jombang: Darul Hikmah, 2010), cet. ke-1, hlm. 26.
[2] H. Toha Andiko, Ilmu Qawa’idul Fiqhiyyah, (Yogyakarta: Teras, 2001), cet. ke-1, hlm. 36.

[3] Ahmad Sabid bin Abdul Lathif Abu Yusuf, kaidah-kaidah praktis memahami fiqih islami, Gresik : Yayasan Al Furqon Al islami, 2016, hlm. 5
[4] Ibid., hlm. 19
[5] Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Kaidah-kaidah Prektis Memahami Fikih Islami, (Gresik: Yayasan Al Furqon Al Islami, 2016), cet. Ke-6, hlm. 17-18.
[6] Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, ..., hlm. 27

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi

MAKALAH PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Makro Islam Dosen Pengampu: Ahmad Syukron, M. EI Penyusun: Kelas: G JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ISLAM PEKALONGAN TAHUN 2018 KATA PENGANTAR             Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini, materi yang dibahas adalah “Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi” . Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah kami.             Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah waw...

Makalah Konsep Dasar Fiqh Muamalah

TUGAS MAKALAH KONSEP DASAR FIQIH MUAMALAH Makalah I ni D isusun U ntuk M emenuhi T ugas Fiqih Muamalah Dosen Pengampu : Ahmad Syukron, M.EI O leh   : KELAS : E JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITU T AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN 2019 K ATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah swt atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Ahmad Syukron, M.EI selaku dosen kami dalam Mata Kuliah Fiqih Muamalah dan kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca . U ntuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami , k ami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini . Oleh ...