Skip to main content

Makalah Ayat dan Hadits Ekonomi Syariah


AYAT DAN HADITS EKONOMI KOPERASI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ayat dan Hadits Ekonomi
Dosen Pengampu : Khafidz Abadi, M.H.I
               1.  Nur Aviana                (4117124)

Kelas : Ayat dan Hadist Ekonomi F

JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
IAIN PEKALONGAN
2018

KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Mendengar dan lagi Maha Melihat dan atas segala limpahan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Ayat dan Hadts Ekonomi Koperasi” sesuai waktu yang telah direncanakan.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya yang selalu membantu perjuangan beliau dalam menegakkan Dinullah di muka bumi ini.
Dalam penulisan makalah ini, tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang tiada hingganya kepada rekan dan teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan selanjutnya.
Hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya, semoga Allah meridhai dan dicatat sebagai ibadah disisi-Nya, Amin.



Pekalongan, 28  Oktober  2018


      Penyusun



DAFTAR ISI




BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

            Koperasi adalah lembaga usaha yang dinilai cocok untuk memberdayakan rakyat kecil. Dalam islam, koperasi tergolong sebagai syirkah atau syarikah. Lembaga ini adalah wadah kemitraan, kerja sama, kekeluargaan, dan kebersamaan usaha yang sehat, baik dan halal. Allah berfirman dalam QS Al-Maidah : 2, “Dan bekerja samalah dalam kebaikan dan ketqwaan dan janganlah saling bekerja sama dalam dosa dan permusuhan.”
            Bahkan Nabi Saw, juga memberi motivasi dengan sabdanya dalam hadis Qudsi, “Aku (Allah) merupakan pihak ketiga yang menyertai (untuk menolong dan memberkati) kemitraan antara dua pihak, selama salah satu pihak tidak menghianati pihak lainnya. Jika salah satu pihak telah melakukan penghianatan terhadap mitranya, maka aku keluar dari kemitraan tersebut.” (Abu Daud dan Hakim).
            Berdasarkan latar belakang diatas, maka pembahasan makalah ini adalah Koperasi dalam perspektif ayat dan hadis.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apakah yang dimaksud dengan Koperasi?
2.      Apa saja hukum Koperasi?
3.      Apa saja macam-macam koperasi?
4.      Apa saja ayat dan hadis koperasi

C.    Tujuan Penulisan Makalah

1.      Untuk memahami pengertian Koperasi
2.      Untuk mengetahui Hukum Koperasi
3.      Untuk mengetahui Pembagian Koperasi
4.      Untuk mengetahui berbagai Ayat dan Hadis Koperasi

BAB II

PEMBAHASAN


A.    Pengertian koperasi

Secara bahasa, koperasi berasal dari bahasa Inggris co-operation (co berarti bersama dan opeeration berarti usaha), koperasi berarti usaha bersama, misalnya Koperasi Unit Desa (KUD) artinya usaha bersama masyarakat di suatu wilayah desa.
Menurut UU Nomor 25 Tahun 1992 pasal 1 ayat 1 tentang Perkoperasian, dijelaskan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi, dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat, yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Berdasarkan batasan koperasi, koperasi menurut UU nomor 25/1992 ini, koperasi Indonesia mengandung lima unsur sebagai berikut :
a)         Koperasi adalah badan usaha
b)        Koperasi adalah kumpulan orang orang atau badan badan hukum koperasi
c)         Koperasi Indonesia adalah koperasi yang bekerja berdasarkan prinsip prinsip koperasi
d)        Kopererasi Indonesia adalah gerakan ekonomi rakyat
e)         Kopersi berdasar asas kekeluargaan
Koperasi merupakan wadah demokrasi ekonomi dan sosial. Koperasi adalah milik bersama para anggota, pengurus maupun pengelola. Usaha tersebut diatur sesuai dengan keinginan para anggota melalui musyawarah rapat anggota.[1]
                        Sebagian ulama menyebut koperasi dengan syirkah ta’awuniyyah (persekutuan tolong menolong), yaitu suatu perjanjian kerja sama antara dua orang atau lebih, yang satu pihak menyediakan modal usaha, sedangkan pihak lain melakukan usaha atas adasar profit sharing (bagi hasil) menurut perjanjian. Dalam koperasi ini terdapat unsur mudharabah  satu pihak memiliki modal dan pihak lain melakukan usaha atas modal tersebut.[2]
1.         Koperasi Syariah
Di samping koperasi konvensional, akhir-akhir ini banyak bermunculan koperasi syariah. Koperasi syariah secara teknis adalah koperasi yang prinsip kegiatan, tujuan, dan kegiatan usaha berdasarkan pada syariah Islam, yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Tujuan koperasi syariah adalah: menyejahterakan ekonomi anggotanya sesuai dengan norma dan moral Islam dan menciptakan persaudaraan dan penegakan sesama anggota. Koperasi ini dalam melaksanakan kegiatannya berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah Islam, yaitu:
1)      Pemberdayaan secara sukarela dan terbuka,
2)      Keputusan yang ditetapkan secara musyawarah dan pelaksanaan secara konsisten dan konsekuen (istigâmah),
3)      Pengelolaan dilakukan secara tansparan dan profesional,
4)      Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil, sesuai dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota,
5)      Pemberian balas jasa modal dilakukan secara terbatas dan profesional menurut sistem bagi hasil,
6)      Jujur, amanah, dan mandiri,
7)      Mengembangkan sumber daya manusia, sumber daya ekonomi dan sumber daya informasi secara optimal, dan
8)      Menjalin dan memperkuat kerja sama di antara anggota, antarkoperasi serta dengan dan atau lembaga lainnya.
Koperasi syariah memiliki fungsi dan peran dalam menjalankan roda kegiatannya untuk kepentingan para anggotanya. Di antara fungsi dan peran itu adalah: Pertama, membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota pada khususnya, dan masyarakat pada umum, guna meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi. Kedua, memperkuat kualitas sumber daya insani anggota, agar menjadi lebih amanah, profesional (fathânah), konsisten, dan konseku (istigâmah) di dalam menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam dan prinsip-prinsip syariah Islam. Ketiga, berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomi nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Keempat, sebagai mediator antara menyandang dana dengan pengguna dana, sehingga tercapai optimalisasi pemanfaatan harta. Kelima menguatkan kelompok-kelompok anggota, sehingga mampu bekerja sama melakukan kontrol terhadap koperasi secara efektif. Keenam. mengembangkan dan memperluas kesempatan kerja, terakhir, menumbuhkan usaha usaha produktif anggota.
Usaha koperasi syariah meliputi semua kegiatan usaha yang halal, baik dan bermanfaat (thayyib) serta menguntungkan dengan sistem bagi hasil dan tanpa riba, judi ataupun ketidakjelasan (gharar). Untuk menjalankan fungsi perannya, koperasi syariah menjalankan usaha sebagaimana tersebut dalam sertifikasi usaha koperasi. Usaha-usaha yang diselenggarakan koperasi syariah harus sesuai dengan fatwa dan ketentuan Dewan Syariah Nasjonal Majelis Ulama Indonesia. Usaha- usaha yang diselenggarakan koperasi syariah harus tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku-berlaku yang berlaku.[3]




B.     Hukum Koperasi

Jika koperasi dipahami secara istilah sebagaimana dijelaskan diatas maka koperasi belum ada pada masa Nabi bahkan pada masa para imam madzhab fiqih. Koperasi adalah lembaya yang muncul dikalangan umat Islam pada masa modern, sedangkan pada masa klasik belum ada, berbeda dengan gadai, jual beli, pinjam meminjam dan aktivitas ekonmi lain yang sudah ada pada masa Nabi dan seterusnya.
Dalam koperasi, tidak ada unsur kedzaliman dan pemerasan, pengelolaannya demokratis dan terbuka serta membagi keuntungan atau kerugian kepada anggota menurut ketentuan yang berlaku yang telah diketahui oleh anggota pemegang saham. Karena itu, koperasi diperbolehkan dalam islam. Menurut Masjfuk Zuhdi, koperasi yang memberikan keuntungan persentase yang tetap setiap tahunan kepada anggota pemegang sahamnya ( misalnya 20 % tiap tahun ) adalah bertentangan dengan prinsip ekonomi yang melakukan usahanya atas perjanjian keuntungan dan kerugian dibagi antara para naggota (profit and loss sharing) dan besar kecilnya persentase keuntunga dan kerugian bergantung pada kemajuan dan kemunduran koperasi.
Disamping itu, ada pula pendapat yang menyatakan bahwa koperasi hukumny haram. Khalid ‘Abd. Al-Rahman Ahmad dalam bukunya al-Tafkir al-Iqtishadi fi al-Islam mengharamkan koperasi dan sebagai konsekuensinya mengharamkan pula harta yang diperoleh dari usaha koperasi. Argumentasinya adalah : pertama, prinsip keorganisasian koperasi tidak memenuhi syarat syarat yang di tetapkan syariah. Kedua koperasi mengenal pembagian keuntungan yang dilihat dari segi pembelian atau penjualan anggota di koperasinya. Ketiga, tujuan pembentukan koperasi dengan persyaratan anggota dari golongan ekonomi lemah hanya dimaksudkan untuk menenteramkan mereka dan membatasi keinginannya serta untuk mempermainkan mereka dengan ucapan ucapan dan teori teori yang utopis.
Pendapat diatas tidak sepenuhnya dapat diterima dalam koperasi, khususnya di Indonesia, tidak hanya di peruntukkan bagi golongan ekonomi lemah, tetapi di peruntukan bagi seluruh masyarakat. Pada kenyataanya, koperasi di Indonesia banyak yang dikelola oleh tenaga tenaga terdidik, terlatih, serta berpengalaman. Para anggotanya pun berasal dari berbagai kalangan termasuk orang orang yang berpendidikan dana mapan secra ekonomi. Demikian pula, mengenai keanggotaan dari satu jenis golongan, di Indonesia tidak ada koperasi yang menjurus ke arah terbentuknya kelompok-kelompok bisnis yang monopolis dan eksklusif.[4]
Dengan demikian, hukum koperasi boleh atau halal, selama didalamnya tidak ada unsur kedzaliman, kecurungan, penipuan, atau pun praktik praktik yang mengarah pada riba.misalnya, koperasi hanya bergerak dalam bidang utang piutang dimana para anggotanya meminjam uang kepada koperasi dan koperasi hanya mengoordinasi pinjaman itu kepada bank. Dalam hal ini para nggota meminjam uang ke bank yang dikoordiunasi oleh koperasi. Koperasi mendapatkan fee dari pinjaman itu. Anggota yang pinjam uang harus membayyar bunga bank dan fee untuk kas koperasi. Praktik seperti ini jelas dilarang dalam Islam.[5]

C.    Pembagian Koperasi

Menurut mahmud Syaltut, sebagaimana dikutib oleh Masjfuk Zuhdi, koperasi (syrikah taawwuniyah) merupakan Suatu Persekutuan baru Yang belum dikenal atau Belum dijelaskan oleh para Ahli fiqih terdahulu yang membagi syirkah menjadi empat jenis:
1.      Syirkah abdân, adalah sebuah kerja sama antara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu usaha yang hasilnya dibagi antar mereka menurut perjanjian yang telah ditetapkan sebelumnya. Syirkah abdân, menurut Abů Hanifah dan Malik ibn Anas boleh, sedangkan al-Syäfi’i melarangnya.
Misalnya sebuah perusahaan memenangkan tender banguna sebuah perkantoran. Dalam pembangunan kantor tersebut terdapat unsur utama dan unsure penunjang. Unsur utamanya pendirian bangunan kantor, sedangkan di antara unsur penunjangnya adalah pembuatan jaringan instalasi listrik dan air conditioner. Pembangunan kantor dilakukan perusahaan yang bersangkutan, sedangkan pemasangan instalasi listrik dan AC dilakukan oleh perusahaan lain. Kerjasama antar perusahaan tersebut dilakukan dengan syirkah ‘abdan.[6]
Syarat-syarat syirkah ‘abdan seperti yang telah dijelaskan bahwa syirkah ‘abdan dbagi menjadi dua yaitu syirkah mufawadhah fi al ‘abdan dan syirkah inan fi al ‘abdan. Syarat-syarat syirkah inan fi al ‘abdan berlaku pada akad syirkah mufawadhah fi al abdan.(misal cakap hokum untuk melakukan wakalah dan kafalah, kesamaan jumlah modal dan hasil laba/rugi dan dinyatakab secara tegas dalam akta).[7]
2.      Syirkah mufâwadhah, Yaitu Suatu Persekutuan atau kerja sama antar dua orang atau lebih untuk melakukan Suatu usaha dengan modal uang atau jasa dengan syarat sama modalnya dan masing-masing berhak bertindak atas nama syirkah. Syirkah mufäwadhah boleh menurut Abů Hanifah dan menurut ulama lainnya tidak boleh. Syarat-syaratnya antara lain:
(a)      Syarat yang berkaitan dengam syari' yaitu pelaku syirkah muwafadhah harus cakap melakukan perbuatan hukum.
(b)     Modal usaha harus sama, baik ketika Syirkah muwafadhah di mulai maupun ketika berakhir. Apabila modal salah satu syari' lebih besar dari yang lainnya, maka syirkah tersebut tidak lagi sama.
(c)      Modal usaha dalam syirkah muwafadah harus utuh hingga awal hingga akhir . Oleh karena itu, Syirkah muwafadhah batal dengan sendirinya apabila salah satu syari' menghibahkan usahanya kepada pihak lain , karena sudah tidak sama lagi jumlah modal para syari'.
(d)     hasil usaha yang berupa keuntungan dan kerugian yang diterima atau di bebankan kepada masing masing syarik harus sama.
(e)      Bidang usaha atau bisnis yang dilakukan untuk masing masing syarik dalam syirkah muafadhah harus bidang bisnis yang mubah berdasarkan syariah.
(f)      Syirkah muafadhah harus dinyatakan secara jelas dan tegas dalam akad perjanjian
Contoh: Apabila dalam pembeliab barang ynag dilakukan oleh salah satu syarik terdapat cacat (aib), maka syarik lainnya berhak untuk meminta ganti kepada penjual. Begitu juga kalau terjadi complain dari pijhak lain terhadap salah satu syarik, maka satu syarik wajib bertanggung jawab terhadap complain tersebut.[8]
3.      Syirkah Uqud, yaitu dua pihak atau lebih membuat perjanjian atau kontrak untuk menggabungkan harta guna melakukan usaha/bisnis, dan hasilnhya dibagi baik berupa laba maupun rugi. Adapun syarat-syarat syirkah uqud menurut ulama Hanafiyah:
a)        Qabliyat al-wakalah, yaitu bahwaa dalam syirkah uqud terkandung akad wakalah, sebab syirkah uqud bertujuan untuk melakukan bisnis (mu’awaadhat) yang tidak mungkin dilakukan kecuali jika tedapat akad “kuas” dari masing-msing pihak syarik.
b)        Keuntungan yang diperoleh dalam syirkah uqud harusditentukan nishabnya bagi masing-maisng syarik (tidak ditentukan jumlahnya), apabila dalam syirkah uqud tidak ditentukan nisbah keuntungan masing-masing syarik.
c)        Bagian keuntungan bagi masing-masing syarik tidak boleh dinyatakan dalam jumlah tertentu ynag pasti (seperti seratus juta atau satu milyar), tetapi dinyatakan dalam “nisbah” misalnya 60:40 atatu 55:45.
4.      Syirkah wujuh, yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih untukk membeli sesuatu tanpa uang atau modal, tapi hanya berdasarkan saling mempercayai. Keuntungan dibagi sesuai dengan perjanjian yang telah ditentukan. Abu hanifah dan ahmad ibn hambal memperbolehkan syirkah wujuh ini, sedangkan as syafi’i melarangnya karena menurutnya syirkah hanya boleh dengan uang atau dengan pekerjaan.
Syarat-syarat syirkah wujuh:
Telah dijelaskan baha syirkah wujuh dibedakan menjad dua: syrkah ujuh al-mufawdah dan syirkah ujuh ‘inan. Syarta-syarat syirkah mufaadhah berlaku pada akad syirkah syirkah ujuh mufaadhah (misal: cakap hokum untuk melakukan akalah dan kafalah, kesamaan kualitas kredibilitas usaha dan hasil laba atau rugi dan dinyatakan secara tegas dalam akta). Syarat syirkah ‘nan berlaku juga pada pada akad syirkah mufawdhah fi al-ujuh. Hanya saja, dalam syirkah uju ‘iann terdapat syarat baha keuntungan bagi para syarik haru sdibagi secara sama. Apabila dalam akta perjanjian ditetapkab baha bagian keuntungan salah satu syarik lebih besar dari syarik yang lainnya, maka syarat tersebut batal, sebab keuntungan sebanding dengan tanggung jawab.[9]
Contoh: dua pembisnis melakukan perjalanan dan di perjalanan mereka mendapatkan barang dagangan yang apabila dipasarkan di daerah tertentu sangat menguntungkan. Pemilik barang tersebut telah mengenal kredibilitas usaha dua pebisnis tersebut. Oleh karena itu, pemilik barang kemudian menyerahkan barang dagangannya kepada kedua pebisnis yang memiliki kredibilitas usaha yang baik tersebut untuk dijual di tempat lain, dengan harga yang telah disepakati yang pembayarannya dilakukan setelah barang dagangan tersebut laku dijual.

5.      Syirkah 'inan, yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih dalam penanaman modal untuk melakukan suatu usaha atas dasar pembagian untung dan rugi sesuai jumlah modal masing-masing. Syirkalh 'inán disekat kebolehannya oleh para ulama.
Di samping itu, ada bentuk syirkah yang disebut dengan syirkah mudhorobah,  yaitu akad antara dua belah pihak untuk salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang untuk diperdagangkan dengan syarat keuntungan di bagi dua sesuai dengan perjanjian.
Menurut Mahmud Syaltut, koperasi tidak termasuk akad mudharabah karena syirkah ta’awuniah tidak mengandung unsur mudharabahyang di tetapkan oleh para fuqoha, yaitu satu pihak menyediakan modal dan pihak lain menjalankan usaha.[10]
Syarat-syarat syirkah Inan fi al-Amwal berkaitan dengan bidang bisnis yang dilakukan, pembagian hasil laba atau rugi dan kerusakan harta syirkah,
a)        para syarik dalam syirkah inan fi al-amwa dibolehkan membuat syarat-syarat yang berkaitan dengan bidang usaha yang boelh atau tidak boleh dilakukan oleh masing-masing pihak syarik. Dengan demikian, pada dasarnya syirkah inan fi al-amwal dapat dibedakan lagi menjadi dua: 1) Syirkah inan fi al-amwal muthlaqoh (tidak terikat pada bidang usaha tertentu, cara usaha tertentu atau tempat tertentu), dan 2) syirkah inan fi al-amwal muqayyadadah (terikat pada bidang usaha tertentu, cara tertentu dan tempat usaha tertentu).
b)        pembagian hasil pada prinsipnya pembagian hasil dalam syirkah inan fi al-amwal  dilakukan secara proporsional (sesuai dengan jumlah modal yang disertakan).
c)        kerusakan modal modal usaha, ulama Hanifa dna Syafi’iah berpendapat kerusakan harta yang dijadikan modal usaha dalam pengkongsian menjadi sebab batalnya syirkah apabila kerusakan barang modal tersebut terjadi sebelum disatukan (ikhtilath).
d)       Usaha atau bisnis yang dilakukan syarik, setiap akad syirkah inan fi al-amwal terkandung wakalah; dalam wakalah terkandung izin dari syarik yang satu terhadap syarik lainnya untuk melakukan usaha/bisnis.[11]

D.    Ayat dan Hadis Koperasi

Beberapa hadis rasulullah dan para sahabatnya telah melakukan kerja sama dalam bidang ekonomi baik dengan sesama umat Islam maupun dengan orang-orang non-muslim. Nabi pernah bekerja sama dengan menyuruh orang-orang Yahudi agar menggarap tanah di Khaybar dan memberikan upah darisebagian hasil produksi tanah itu. Kerja sama ini seperti koperasi sekarang yang berorientasi pada bidang jasa. Sebagaimana dalam Hadis riwayat ‘Abd. Allah ibn ‘Umar dijelaskan sebagai berikut :
عن عبد الله رضي الله عنه قال : أَعْطَى رَسُولُ الله صَلى اللهُ عَلَيْه وَ سَلَّم خَيْبَرَ لِلْيَهُوْد أَنْ يَعْمَلُوْهَا وَيَزْرَعُوْهَا وَلَهُمْ شَطْر مَا يَخْرُج مِنْهَا
“Dari ‘Abd. Allah r.a katanya : Rasulullah SAW menyerahkan tanahnya di Kaybar kepada orang-orang Yahudi untuk dikerjakan dan ditanami tanaman dan mereka mendapatkan sebagian dari hasil tanah tersebut.” (HR. Al-Bukhari)[12]
Hadis diatas menjelaskan tentang upaya Rasulullah untuk bekerja sama dalam mengelola tanahnya di Khaybar. Kerja sama Rasulullah ini sesuai dengan faktor yang mendasari gagasan koperasi, yaitu kerja sama, gotong royong, dan demokrasi ekonomi menuju kesejahteraan umum. Sikap kerja sama, saling bantu, dan tolong-menolong itu memang diajarkan dalam Al-Quran dan dipraktikan oleh Nabi dan para sahabatnya. Allah berfirman pad.a QS. Al-Maidah : 2










“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah[389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram[390], jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya[391], dan binatang-binatang qalaa-id[392], dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya[393] dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”.
Dalam melakukan kerja sama perlu juga adanya kejujuran, patner yang satutidak boleh menghianati patner yang lain. Kejujuran, kepercayaan, dan amanah harus dipegang teguh, agar tidak saling merugikan atau mendatangkan mudharat satu sam lain. Menurut suatu hadis Qudsi, Allah senantiasa bersama dengan orang-orang yang bekerja sama selama keduanya tidak saling menghianati, sebagaimna dinyatakan dalam hadis berikut :
حَدَّ ثَنَ مُحَمَّدُ بن سُلُيمان المَصِيْصِي عن مُحَمَّدالزَبْرِقانَ عن ا بي حَيَّانَ التيْمِي , عن ابيْهِ , عن ابي هُرَيْرَة َرَفَعَهُ قال : انَا ثَلاِث ُالشَريْكيْنِ مَا لمْ يَخُنْ اَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ, فَإذ خَانَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا
Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Sulaiman Al- Mashishi dari Muhammad Al-Zabriqan dari Abi Hayyana Al-Taimi dari ayahnya dari Abi Hurairah  telah berkata Rasulullah : Aku adalah yang ke tiga dari dua orang yang bersekutu selama salah ssatu diantara keduanya tidak berkhianat terhadap lainnya dan apabila mereka berkhianat aku keluar dari mereka" (HR : Abi Daud)[13]
Dari hadist diatas menjelaskan bahwa serikat itu adalah kerja sama atau perseroan dalam hal bisnis baik antara dua belah pihak maupun lebih dari dua orang   انَا  ثَلاِث ُالشَريْكين   gambaran yang diberikan oleh hadist diatas adalah implikasi yang harus diutamakan dalam syirkah adalah kejujuran, maka tidak boleh ada perkhianatan antara kedua belah pihak.
Perkhianatan yang dilakukan dapat merugikan pihak-pihak yang terkait, jika ada indikasi-indikasi atau telah terjadinya pengkhianatan maka pihak yang berserikat dapat keluar dari perserikatas tersebut.
Penjelasan yang gamblang dari hadist tersebut mengisyaratkan kita untuk tidak melakukan perkhianatan baik dalam hal modal maupun keuntungan, didalam islam ini disebut tindakan kezhaliman.[14]

كُنْتَ شَرِيْكِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَكُنْتَ خَيْرَ شَرِيْكٍ لاَ يُدَارِيْنِيْ وَلاَتُمَارِيْنِيْ
Artinya: “Dulu pada zaman jahiliah engkau adalah mitraku. Engkau mitra yang paling baik, engkau tidak menghianatiku dan tidak membantahku.” (HR. Abu Daud,an-Nasa’i , dan al-Hakim, dan dia mensahihkannya)[15]

عَنْ أَبي هُرَيْرةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قال: قالَ رَسُولُ الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم: "قَالَ اللَّهُ تَعالى: أَنا ثَالِثُ الشَّرِيْكَيْنِ مَا لَمْ يَخُنْ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ، فَإذا خَانَ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا" رَوَاهُ أبو داوُدَ وَصَحّحَهُ الْحَاكِمُ

Artinya:Dari Abu Hurairah r.a. beliau berkata: Rasulullah pernah bersabda Allah telah berfirman: “Aku menemani dua orang yang bermitrausaha selama salah seorang dari keduanya tidak mengkhianati yang lain. Bila salah seorang berkhianat, maka Aku akan keluar dari kemitrausahaan mereka”.(HR. Abu Daud)[16]


 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil pemaparan materi di atas, kesimpulan dari Pendapatan Nasional dalam Perspektif Ekonomi Islam adalah sebagai berikut:
1.         Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah sebagai jalan diberikan kembali kepadanya. Islam pada hakikatnya adalah jalan hidup otentik penyerahan diri manusia kepada Tuhan, dan melalui penyerahan diri (Islam) itu manusia akan memperoleh keselamatan dan kedamaian dalam hidupnya di dunia dan akhirat.
2.         Teologi Tauhid menegaskan bahwa adanya Tuhan yang satu yang menciptakan segala sesuatu yang diciptakan segala sesuatu yang ada ini.
3.         Konsep-konsep teologi tauhid dalam pandangan Islam ada 7 (tujuh) yaitu: Tauhid teologi, kosmologi, antropologi, kebudayaan, masa depan, dan sebagai pandangan hidup dalam Islam.















DAFTAR PUSTAKA


Anonim. Blog.umy.ac.id/mazlan/files/2011/12/Filsafat-Pendidikan-Islam.docx. PPDPE Islam - Jakarta Raja Grafindo Persada, 2008.


[1] Idri, 2015, “HADIS EKONOMI: EKONOMI DALAM PERSPEKTIF HADIS NABI”, Jakarta , Karisma Putra Utama, cet. 1, hlm. 245-247
[2] Idri, 2015, “HADIS EKONOMI: EKONOMI DALAM PERSPEKTIF HADIS NABI”, Jakarta , Karisma Putra Utama, cet. 1, hlm. 247
[3] Idri, 2015, “HADIS EKONOMI: EKONOMI DALAM PERSPEKTIF HADIS NABI”, Jakarta , Karisma Putra Utama, cet. 1, hlm. 261-262
[4] Idri, 2015, “HADIS EKONOMI: EKONOMI DALAM PERSPEKTIF HADIS NABI”, Jakarta , Karisma Putra Utama, cet. 1, hlm. 258-261
[5] Idri, 2015, “HADIS EKONOMI: EKONOMI DALAM PERSPEKTIF HADIS NABI”, Jakarta , Karisma Putra Utama, cet. 1, hlm. 261
[6] Maulana Hasanudin, Mubarok, 2012, “Perkembangan Akad Musyarakah”, Jakarta, Kencana Media Group, Cet. 1, hlm. 46.
[7] Maulana Hasanudin, Mubarok, 2012, “Perkembangan Akad Musyarakah”, Jakarta, Kencana Media Group, Cet. 1, hlm. 46.
[8] Maulana Hasanudin, Mubarok, 2012, “Perkembangan Akad Musyarakah”, Jakarta, Kencana Media Group, Cet. 1, hlm.
[9] Maulana Hasanudin, Mubarok, 2012, “Perkembangan Akad Musyarakah”, Jakarta, Kencana Media Group, Cet. 1, hlm. 45.
[10] Idri, 2015, “HADIS EKONOMI: EKONOMI DALAM PERSPEKTIF HADIS NABI”, Jakarta , Karisma Putra Utama, cet. 1, hlm. 258-259
[11] Maulana Hasanudin, Mubarok, 2012, “Perkembangan Akad Musyarakah”, Jakarta, Kencana Media Group, Cet. 1, hlm. 33-36.
[13] Idri, 2015, “HADIS EKONOMI: EKONOMI DALAM PERSPEKTIF HADIS NABI”, Jakarta , Karisma Putra Utama, cet. 1, hlm.
[14] Hafsah Fre Ya, http://freyacatatanku.blogspot.com/2012/12/syirkah.html , diakses pada hari  Ahad- 4-November -2018, pukul : 05.33WIB.
[16] Hafsah Fre Ya, http://freyacatatanku.blogspot.com/2012/12/syirkah.html , diakses pada hari  Ahad- 4-November -2018, pukul : 05.33WIB.


Comments

Popular posts from this blog

Makalah Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi

MAKALAH PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Makro Islam Dosen Pengampu: Ahmad Syukron, M. EI Penyusun: Kelas: G JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ISLAM PEKALONGAN TAHUN 2018 KATA PENGANTAR             Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini, materi yang dibahas adalah “Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi” . Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah kami.             Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah waw...

Makalah Kaidah Fikih الأموربمقاصدها (al-umuuru bimaqaashidiha)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A.      Latar B elakang ....................................................................................... 1 B.      Rumusan M asalah .................................................................................. 2 C.      Tujuan dan M anfaat ................................................................................ 2 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3 A.      Makna Kaidah Fikih الامور بمقاصدها ....................................................... 3 B.      ...

Makalah Konsep Dasar Fiqh Muamalah

TUGAS MAKALAH KONSEP DASAR FIQIH MUAMALAH Makalah I ni D isusun U ntuk M emenuhi T ugas Fiqih Muamalah Dosen Pengampu : Ahmad Syukron, M.EI O leh   : KELAS : E JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITU T AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN 2019 K ATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah swt atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Ahmad Syukron, M.EI selaku dosen kami dalam Mata Kuliah Fiqih Muamalah dan kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca . U ntuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami , k ami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini . Oleh ...