Skip to main content

Makalah Ilmu Tasawuf II


Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah                    : Ilmu Tasawuf
Dosen Pengampu : Kholil Said, M.S.I
Disusun Oleh :
Nisrina Ade Safika               (4117099)
Nur Aviana                          (4117124)
KELAS H
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PEKALONGAN
2018

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena dengan rahmat, karunia, serta taufiq dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah kami dari mata kuliah Ilmu Tasawuf dengan tema “Sejarah dan Perkembangan Ilmu Tasawuf II” ini dengan baik, meskipun banyak kekurangan didalamnya.
            Kami sampaikan terima kasih kepada Bapak Kholil Said, M.S.I  selaku dosen pembimbing dalam mata kuliah Ilmu Tasawuf di IAIN Pekalongan yang telah memberikan tugas ini kepada kami, serta kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan yang bersifat membangun demi memperbaiki makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Demikian makalah ini kami susun, kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat baik bagi diri kami sendiri maupun bagi orang yang membacanya guna menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai sejarah dan perkembangan ilmu tasawuf.

Pekalongan, September 2018

Penyusun

DAFTAR ISI



BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Tasawuf adalah salah satu cabang ilmu Islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual dalam Islam. Dalam kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih menekankan aspek rohaninya ketimbang aspek jasmaninya. Dalam kaitannya dengan kehidupan akhirat ketimbang kehidupan dunia yang fana.
Orang yang ahli dalam tasawuf disebut dengan seorang sufi. Seorang sufi menekankan aspek rohaninya daripada aspek jasmaninya. Seorang sufi selalu berusaha untuk dekat dengan Tuhannya. Dan untuk mencapai itu, terdapat tingkatannya, yaitu tobat, zuhud, sabar, kefakiran, kerendahan hati, tawakkal, kerelaan, cinta, dan makrifat. Melalui makalah ini, penulis akan mencoba membahas tentang sejarah dan perkembangan ilmu tasawuf pada abad kelima, keenam, ketujuh Hijriyah dan seterusnya.[1]

1.2 Rumusan Masalah

1.      Bagaimana sejarah dan perkembangan ilmu Tasawuf pada abad ke-5 H ?
2.      Bagaimana sejarah dan perkembangan ilmu Tasawuf pada abad ke-6 H ?
3.      Bagaimana sejarah dan perkembangan ilmu Tasawuf pada abad ke-7 H ?

1.3 Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan ilmu Tasawuf pada abad ke-5 H.
2.      Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan ilmu Tasawuf pada abad ke-6 H.

BAB II

PEMBAHASAN

 2.1 Sejarah dan Perkembangan Ilmu Tasawuf Abad ke-5 H

Kaum sufi pada abad pertama dan kedua Hijriah bercorak akhlaki, yakni pendidikan moral dan mental dalam rangka pembersihan jiwa dan raga dari pengaruh-pengaruh duniawi. Pada abad ketiga dan keempat Hijriah, ajaran mereka tidak hanya terbatas pada pembinaan moral, menurut al-Taftazani, pada masa itu mereka telah membahas moral, tingkah laku dan peningkatannya, pengenalan intuitif langsung kepada Allah dan sebagainya.[2]
Menurut al-Taftazani, ketika itu terdapat dua aliran tasawuf. Pertama,  aliran para sufi yang mempuyai paham moderat. Ajarannya selalu merujuk kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Atau dengan kata lain, tasawuf aliran ini selalu bertandakan timbangan syari’ah. Sebagian sufinya adalah ulama terkemuka dan tasawufnya didominasi ajaran-ajaran moral. Kedua, aliran para sufi yang mengakui adanya fana’. Mereka itu sering mengucapkan kata-kata ganjil, yang dikenal dengan syatabat. Mereka mengajarkan konsep tentang hubungan manusia dengan Allah, seperti ittihad dan hulul. Atau paling tidak, ajaran tasawuf mereka bertandakan beberapa kecendurungan metafisis.[3]
     Memasuki abad V Hijriah, aliran pertama, yakni aliran tasawuf sunni dimana para penganutnya memagari tasawuf mereka dengan al-Qur’an dan as-Sunnah serta mengkaitkan keadaan dan tingkatan rohani mereka pada keduanya, terus tumbuh dan berkembang. Sebaliknya aliran kedua, yakni aliran tasawuf falsafi dimana para pengikutnya cenerung pada ungkapan-ungkapan ganjil dan bertolak dari kondisi fana’ menuju kenyataan  terjadinya ittihad ataupun hulul, mulai tenggelam.[4]
     Tenggelamnya aliran kedua pada abad V Hijriah itu, menurut al-Taftazani pada dasarnya hanya dimungkinkan oleh berjayanya aliran teologi ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, karena keunggulan Abu Hasan al-Asy’ari (w. 324 H) atas aliran lainnya, dengaan kritiknya yang keras terhadap keekstreman tasawuf Abu Yazid al-Bustami dan al-Hallaj maupun para sufi yang lain yang ucapan-ucapannya terkenal ganjil, termasuk kecamannya terhadap semua bentuk berbagai penyimpangan lainnya yang mulai timbul di kalangan kaum sufi.[5]
     Dengan demikian, kaum sufi pada abad V cenderung mengadakaan pembaharuan, yakni dengan mengembalikan tasawuf ke landasan al-Qur’an dan as-Sunnah. Al-Qusyairi dan dan al-Harawi dipandang sebagai tokoh-tokoh sufi yang paling menonjol di abad ini, yang membawa tasawuf ke arah aliran Sunni. Kemudian, metode mereka berdua dalam hal pembaruan tersebut diikuti oleh al-Ghazali pada penggal kedua abad itu. Karena itu, pada abad V Hijriah ini, tasawuf Sunni berada pada posisi yang menentukan, yang memungkinkannya tersebar luas di kalangan umat muslim dan membuat fondasinya begitu dalam terpancang untuk jangka lama dalam berbagai masyarakat muslim.[6]
     Dari kutipan di atas, tampak bahwa tasawuf falsafi dipandang telah menyimpang dari ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah. Namun jika kita perhatikan ajaran-ajaran mereka dari sudut nakli, ternyata bahwa mereka tetap melandaskan ajarannya pada al-Qur’an dan as-Sunnah, hanya saja penafsiran dan keterangan mereka terhadap ayat atau hadis yang mereka gunakan berbeda dengan penafsiran dan keterangan orang lain. Sebagai contoh, betapa kerasnya Abu Yazid mengecam orang yang tidak terlihat berbuat menurut Sunnah Nabi. Ia diberitahu tentang seseorang yang dipandang masyarakat sebagai zahid atau wali. Ketika orang itu dilihat oleh Abu Yazid meludah ke arah kiblat dalam suatu masjid (berarti tidak sesuai dengan petunjuk Sunnah), maka segera ia berkomentar bahwa orang itu tidak dapat dipercaya. Jadi perbedaan kaum sufi dengan orang lain tidak terletak pada inti ajaran Islam, tetapi terletak pada pemahaman terhadap nas yang digunakan.[7]
Tokoh-tokoh Sufi Terkemuka Abad Kelima Hijriah antara lain :
  1. Al-Qusyairi
Nama lengkapnya adalah ‘Abd Karim bin Hawazin al-Qusyairi. Dia dilahirkan pada tahun 376 H di Istawa, kawasan Nishapur, salah satu pusat ilmu pengetahuan pada masanya. Dapat dikatakan, Al-Qusyairi terkenal karena ia menulis sebuah risalah tentang tasawuf, yang diberi nama Al-Risalah al-Qusyairiyah, yang isinya ditujukan untuk mengadakan perbaikan terhadap ajaran-ajaran sufi yang pada waktu itu telah banyak menyimpang dari sumber Islam.[8]
  1. Al-Harawi
Nama lengkapnya adalah Abu Ismail ‘Abdullah bin Muhammad al-Anshari. Beliau lahir tahun 396 H di Herat, kawasan Khurasan. Di antara karya-karyanya tentang tasawuf yang paling terkenal adalah Manazil al-Sa’irin ila Rabb Al-‘Alamin. Dalam karyanya yang ringkas ini, beliau menguraikan tingkatan-tingkatan rohaniah para sufi, dimana tingkatan-tingkatan itu menurutnya mempunyai awal dan akhir.[9]
  1. Al-Ghazali
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Tusi al-Syafi’i, dan lebih dikenal dengan nama al-Ghazali. Ia menguraikan jalan-jalan tasawuf, cara mendekatkaan diri kepada Allah, dalam karya agungnya Ihya ‘Ulum al-Din. Dapat dikatakan bahwa karyannya yang terakhir ini adalah uraian tentang jalan bagi seorang penempuh yang menuju Allah, sejak awal-mulanya berbagai fasenya dan ujung akhirnya.[10]

2.2  Sejarah dan Perkembangan Ilmu Tasawuf Abad ke-6 H

Memasuki abad VI Hijriah, tasawuf falsafi yang muncul pada abad III dan IV Hijriah dan tenggelam pada abad V Hijriah, muncul kembali dalam bentuknya yang lebih sempurna.[11] Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional penggagasnya. Berbeda dengan tasawuf Sunni, semisal tasawuf al-Ghazali, tasawuf falsafi atau filosofis menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya. Terminologi filosofis tersebut berasal dari bermacam-macam ajaran fisafat, yang telah mempengaruhinya.[12]
Adanya perpaduan antara tasawuf dan filsafat dalam ajaran tasawuf filosofis ini, dengan sendirinya telah membuat ajaran-ajaran tasawuf ini bercampur dengan sejumlah filsafat ajaran-ajaran di luar Islam, seperti dari Yunani, Persia, India, dan agama Nasrani. Akan tetapi orisinalitasnya sebagai tasawuf tetap tidak hilang, karena para tokohnya meskipun mempunyai latar belakang yang berbeda dan beraneka, sejalan dengan ekspansi Islam yang telah meluas pada waktu itu, tetap berusaha menjaga kemandirian ajaran mereka, terutama bila dikaitkan dengan kedudukan mereka sebagai umat Islam. Sikap ini dengan sendirinya bias menjelaskan kepada kita mengapa para tokoh tasawuf jenis ini begitu gigih mengkompromikan ajaran-ajaran filsafat yang berasal dari luar Islam tersebut ke dalam tasawuf mereka, serta menggunakan terminologi-terminologi filsafat, tetapi yang maknanya telah disesuaikan dengan ajaran tasawuf yang mereka anut.[13]
Bila tasawuf Sunni memperoleh bentuk yang final pada pengajaran al-Ghazali, maka tasawuf falsafi mencapai puncak kesempurnaannya pada pengajaran Ibn Arabi (sufi Andalusia, meninggal di Damaskus pada 638 H). dengan pengetahuannya yang amat kaya, baik dalam lapangan keislaman maupun dalam lapangan filsafat, ia berhasil menghasilkan karya tulis yang cukup banyak (diantaranya Al-Futuhat al-Makiyah dan Fusus al-Hikam). Hampir semua praktek, pengajaran dan ide yang berkembang di kalangan kaum sufi diliputnya dengan penjelasan-penjelasan yang memadai. Ajaran sentral Ibn Arabi adalah tentang kesatuan wujud (wahdah al-wujud) sebagaimana pernah disinggung di atas dan akan diuraikan lebih detail pada pembahasan tentang tokoh-tokoh sufi dan pokok-pokok ajarannya pada abad VI Hijriah dan seterusnya.[14]
Tasawuf falsafi, karena telah dilengkapi oleh Ibn Arabi dengan paham wahdah al-wujud, lazim juga disebut dengan tasawuf wahdah al-wujud atau tasawuf wujudiyah. Melalui banyak sufi besar yang menjadi murid atau pengikutnya, seperti al-Qunaawi (w. 673 H), al-Farqani (w. 700H), al-Kasyani (w. 730 H), al-Qaisari (w. 751 H), Jalaluddin Rumi (w. 672 H), al-Jami (w. 898 H), al-Jili (w. 805 H) dan lain-lain, tasawuf ini memperoleh tanah yang subur, terutama di Persia. umumnya kalangan Syi’ah Isma’iliyah dan Syi’ah Duabelas dapat membenarkan paham ini dan berbagai paham falsafi lainnya. Karena itu pulalah, tasawuf falsafi biasa juga disebut sebagai tasawuf Syi’i, dengan pengertian tasawuf yang dapat diterima oleh umumnya/kebanyakan kaum Syi’ah.[15]
Tokoh-tokoh sufi terkemuka abad keenam Hijriah antara lain :
1.      Al-Suhrawardi al-Maqtul
Nama lengkapnya adalah Abu al-Futuh Yahya bin Habsy bin Amrak, bergelar Syihabuddin dan dikenal juga sebagai al-Hakim. Dia dilahirkan di Suhrawad sekitar tahun 549 H dan dibunuh di halb (Aleppo), atas perintah Salahuddin al-Ayyubi, tahun 587 H. Karyanya yang paling penting dan menguraikan ajaran tasawufnya secara jelas hanyalah Hikmah al-Isyraq, yang berisi pendapat-pendapatnya tentang paham tasawuf Isyraqi (iluminatif). Karya-karya pada umumnya cenderung bersifat simbolik dan sukar dipahami, karena diungkapkan secara samar-samar.[16]
2.      Muhyiddin ibn ‘Arabi
Nama lengkapnya adalah Abu Bakr bin Muhammad bin Muhyiddin al-Ta’i al-Andalusi. Dia lahir pada tanggal 17 Ramadhan 560 H da meninggal tanggal 28 Rabiul Akhir 638 H. Ada dua buah karyanya yang sangat terkenal yang menggambarkan corak ajaran tasawufnya, yaitu al-futuhat al-Makkiyah dan Fusus al-Hikam. Menurut Ibn ‘Arabi, kitabnya al-Futuhat al-Makkiyah adalah imla dari Tuhan dan kitabnya Fusus al-Hikam adalah pemberian Rasulullah SAW.[17]
3.      ‘Abd al-Karim al-Jili
Nama lengkapnya adalah ‘Abd al-Karim bin Ibrahim al-Jili. Dia dilahirkan di al-Jilli, pada tahun 767 H dan meninggal pada tahun 805 H. Kitabnya yang paling terkenal yang menggambarkan ajaran tasawufnya, khususnya tentang konsep al-Insan al-Kamil (manusia sempurna), berjudul al-Insan al-Kamil fi Ma’rifah al-Awakhir wa al-Awail.[18]
4.      Ibn al-Farid
Nama lengkapnya adalah Syarifuddin ‘Umar Abu al-Hasan ‘Ali; yang lebih dikenal dengan Ibn al-Farid. Dia adalah seorang penyair sufi cinta Ilahi yang lahir di Kairo pada tahun 576 H dan meninggal di tempat kelaahirannya pada tahun 632 H. Sebagai seoran sufi yang cinta Ilahi yang paling menonjol dalam sejarah Islam, Ibn al-Faraid telah mendedikasikan seluruh hidunya untuk cinta dan menjadikan cinta tersebut sebagai poros utama puisi-puisinya dalam diwan yang ditinggalkannya. Karena itu dia terkenal dengan gelar Sultan al-‘Asyiqin (Sultan Para Pecinta), yang sekaligus menjadi nama karyanya.[19]


5.      Jalaluddin al-Rumi
Nama lengkapnya adalah Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Bakhwi al-Qunuwi. Dia lahir di Balkh pada tahun 604 H dan meninggal pada tahun 672 H di Qunyah. Dia dipandang sebagai pendiri tarekat sufi terkenal yaitu tarekat al-Jalaliah, atau al-Maulawiyah, yang sangat besar pengaruhnya sehingga diterjemahkan ke dalam berbagai Bahasa Eropa dan juga mendapat komentar, baik dalam Bahasa Persia, Turki, maupun Arab.[20]

2.4 Sejarah dan Perkembangan Ilmu Tasawuf Abad ke-7 H dan Seterusnya

Periode abad ketujuh Hijriah dan seterusnya tidak kalah penting dengan periode-periode sebelumnya. Sebab pada periode ini justru tasawuf telah menjadi semacam filsafat hidup bagi sebagian besar masyarakat Islam. Tasawuf menjadi memiliki aturan-aturan, prinsip dan system khusus. Dimana sebelumnya ia hanya dipraktekkan sebagai kegiatan pribadi-pribadi dalam dunia Islam tanpa ada kaitanya satu sama lain.
Periode inilah kata “tarekat” pada para sufi mutakhir dinisbatkan bagi sejumlah pribadi sufi yang bergabung dengan seorang guru (syaikh) dan tunduk di bawah aturan-aturan terinci dalam jalan ruhani. Mereka hidup secara kolektif di berbagai zawiah, rabath, dan khanaqah (tempat-tempat latihan), atau berkumpul secara periodik dalam acara-acara tertentu, serta mengadakan berbagai pertemuan ilmiah maupun ruhaniah yang teratur.
Tarekat secara etimologis berasal dari bahasa Arab, thariqah yang berate al-khat fi al-syai (garis sesuatu), al-shirat dan al-sabil (jalan). Kata ini juga bermakna al-hal (keadaan). Secara praktis, tarekat dapat dipahami sebagai sebuah pengalaman yang bersifat esoteric (penghayatan), yang dilakukan oleh seorang Muslim dengan menggunakan amalan-amalan berbentuk wirid dan zikir yang diyakini memiliki mata rantai secara sambung menyambung dari guru mursyid ke guru mursyid, lainnya sampai kepada Nabi Muhammad Saw. Dan bahkan sampai Jibril dan Allah. Mata rantai ini dikenal di kalangan tarekat dengan nama silsilah (transmisi). Dalam tataran ini, tarekat menjadi sebuah organisasi ketasawufan.
Sebagai organisasi tasawuf atau metode spiritual yang praktis, tarekat memiliki metode yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Ada yang menggunakan program penyucian jiwa, zikir, tafakur, meditasi, mendengar musik dan menari, qiyamul lail dan lain-lain. Tetapi tujuan mereka semuanya sama yakni untuk mendekatkan diri kepada Allah semata (taqarrub ila Allah).
Walaupun sejak jauh sebelumnya organisasi tarekat telah hadir, seperti tarekat Junaidiyyah yang bersumber pada ajaran Abu Al-Qasim Al-Junaid Al-Baghdadi (w. 297 H) atau tarekat Nuriyyah yang didirikan oleh Abu Hasan ibn Muhammad Nuri (w. 295 H), namun baru pada abad ketujuh Hijriyah dan sesudahnya inilah tarekat berkembang pesat. Di sini akan dipaparkan beberapa sampel tarekat-tarekat besar dan terkenal dalam dunia Islam, diantaranya:
a.         Tarekat Qadiriyyah yang didirikan oleh Abdul Qadir Al-Jilani (w. 561 H). Al-Jilani mengikuti fikih mazhab Hanbaliyyah dan menguasai tiga belas macam ilmu, seperti fikih, ushul fikih, tafsir, nahwu, ilmu hadis dan sebagainya. Ia mengaitkan tasawuf dengan Al-Quran maupun Sunnah. Tarekat tersebut tersebar luas sampai ke Yaman, Syria, Mesir, India, Turki, Afrika, dan tetap berkembang sampai sekarang di Mesir, Sudan, di bebagai kawasan Asia maupun Afrika.
b.         Tarekat Rifa’iyyah yang didirikan oleh Ahmad Rifa’i (w. 578 H) di kawasan Batha’ih. Ia seorang yang sangat saleh dan bermazhab Syafi’i. Ajaran-ajaran tasawuf Ahmad Rifa’i banyak diriwayatkan oleh Sya’rani yang meliputi tentang zuhud, ma’rifat dan cinta. Tarekat Rifa’iyyah pun tersebar luas ke berbagai kawasan Islam dan sampai sekarang masih berkembang di Mesir maupun dunia Islam lainnya.
c.         Tarekat Suhrawardiyyah yang didirikan oleh Abu Al-Najib Al-Suhrawardi (w. 563 H) serta Al-Suhrawardi Al-Baghdadi (w. 632 H). Al-Suhrawardi Al-Baghdadi mengarang kitab tasawuf terkenal yaitu Awarif al-Ma’arif, yang berisi aturan-aturan tarekat tersebut dan dia dipandang sebagai pendiri tarekat tersebut yang sebenarnya.
d.         Tarekat Syadziliyyah yang didirikan oleh Abu Al-Hasan Al-Syadzili (w. 656 H) yang berasal dari Tunisia kemudian mengembara ke Mesir dan menetap di Iskandariah. Penerus Syadzili yang sangat terkenal adalah Abu Al-Abbas Al-Mursi, Ibn Athaillah Al-Syakandari dan Ibn Abbad Al-Runda. Di bidang hukum, tarekat ini mengikuti mazhab Maliki. Tarekat Syadziliyyah merupakan tarekat yang paling layak disejajarkan dengan tarekat Qadiriyyah dalam hal penyebarannya.
e.         Tarekat Ahmadiyyah yang didirikan oleh Sayyid Ahmad Al-Badawi (w. 675 H), yang berasal dari Maroko, lalu merantau ke Makkah dan menetap di Mesir. Tareket ini konsisten dengan Al-Quran dan Sunnah, sebagaimana diungkapkan oleh Al-Badawi bahwa tarekatnya dibina oleh Al-Quran, Sunnah, kejujuran, kebeningan kalbu, loyalitas, penanggungan derita, dan pemeliharaan janji. Tarekat ini berkembang di Mesir sejak tokoh utamanya masih hidup hingga sekarang.
f.           Tarekat Birhamiyyah yang berasal dari putra Mesir yaitu Ibrahim al-Dasuqi al-Qurysi (w 676 H). Al-Dasuqi, seperti tarekat-tarekat sebelumnya, sangat menekankan aturan syariat. Baginya, syariat adalah pokok, sementara hakikat adalah cabang. Jika syariat menghimpun seluruh ilmu yang diwajibkan, maka hakikat menghimpun seluruh ilmu yang disembunyikan. Tarekatnya tersebar luas di Mesir, Syria, Hijaz, Yaman dan Hadhramaut.
g.         Tarekat Kubrawiyyah yang berasal dari Persia yaitu dari ulama Najmuddin Kubra (w. 618 H). Pada tarekat inilah Fariduddin Al-Atthar berafiliasi. Sementara itu di Turkistan muncul tarekat Yasawiyyah yang dinisbahkan kepada Ahmad Al-Yasawi (w 562 H) dan di Asia Tengah muncul tarekat Syisytiyyah yang berasal dari Mu’inuddin Hasan Al-Syisyti (w 623 H).
h.         Pada abad-abad berikutnya bermunculan pula tarekat-tarekat lain yang tersebar luas ke berbagai kawasan Islam, seperti Naqsyabandiyyah yang didirikan oleh Baha’ Naqsyaband Al-Bukhari (w. 791 H), tarekat Bektasyiyyah yang didirikan oleh Haji Bektasyi (w 738 H), serta tarekat Maulawiyyah yang dinisbatkan kepada Jalaluddin Rumi (w 1273 H). [21]

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tasawuf adalah salah satu cabang ilmu Islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual dalam Islam. Dalam kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih menekankan aspek rohaninya ketimbang aspek jasmaninya. Dalam kaitannya dengan kehidupan akhirat ketimbang kehidupan dunia yang fana.
Perkembangan tasawuf pada abad 5 H bisa dikatakan sebagai kemunduran tasawuf falsafati dan berjayanya tasawuf amali-suni. Hal ini didukung oleh keunggulan aliran asy’ariyah dalam teologi yang sejalan dengan tasawuf Sunni, dan puncak kecemerlangan abad ini pada masa Al Ghozali. Memasuki abad VI Hijriah, tasawuf falsafi yang tenggelam pada abad V Hijriah, muncul kembali dalam bentuknya yang lebih sempurna. Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional penggagasnya.
Pada abad ke-7 H dan sesudahnya, tasawuf telah menjadi semacam filsafat hidup bagi sebagian besar masyarakat Islam. Tasawuf menjadi memiliki aturan-aturan, prinsip dan system khusus. Pada periode inilah kata “tarekat” pada para sufi mutakhir dinisbatkan bagi sejumlah pribadi sufi yang bergabung dengan seorang guru (syaikh) dan tunduk di bawah aturan-aturan terinci dalam jalan ruhani.







DAFTAR PUSTAKA


Nasution, Ahmad Bangun dkk. 2013. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Asmaran. 2002. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.
HS, Nasrul. 2015. Akhlak Tasawuf. Yogyakarta. Aswaja Pressindo.
Ali Rif’an, https://makinmaju. wordpress.com, diakses pada 27 September 2018 Pukul 18.45.




[1] Ahmad Bangun Nasution, dkk., Akhlak Tasawuf, Cetakan ke-1, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 12.
[2] Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, Cetakan ke-2, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 257.
[3] Ibid., hlm. 257.
[4] Ibid., hlm. 258-259.
[5] Ibid., hlm. 260.
[6] Ibid., hlm. 260.
[7] Ibid., hlm. 260-261.
[8] Ibid., hlm. 326-327.
[9] Ibid., hlm. 328.
[10] Ibid., hlm. 330-340.
[11] Ibid., hlm. 364.
[12] Nasrul HS,  Akhlak Tasawuf, Cetakan ke-1, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015), hlm. 187.
[13] Ibid., hlm. 187.
[14] Asmaran, Op.Cit., hlm. 264.
[15] Ibid., hlm. 264-265.
[16] Ibid., hlm 344-347
[17] Ibid., hlm. 347
[18] Ibid., hlm. 356-357.
[19] Ibid., hlm. 364.
[20] Ibid., hlm. 368-369.
[21] Ali Rif’an, https://makinmaju. wordpress.com, diakses pada 27 September 2018 Pukul 18.45

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi

MAKALAH PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Makro Islam Dosen Pengampu: Ahmad Syukron, M. EI Penyusun: Kelas: G JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ISLAM PEKALONGAN TAHUN 2018 KATA PENGANTAR             Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini, materi yang dibahas adalah “Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi” . Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah kami.             Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah waw...

Makalah Kaidah Fikih الأموربمقاصدها (al-umuuru bimaqaashidiha)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A.      Latar B elakang ....................................................................................... 1 B.      Rumusan M asalah .................................................................................. 2 C.      Tujuan dan M anfaat ................................................................................ 2 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3 A.      Makna Kaidah Fikih الامور بمقاصدها ....................................................... 3 B.      ...

Makalah Konsep Dasar Fiqh Muamalah

TUGAS MAKALAH KONSEP DASAR FIQIH MUAMALAH Makalah I ni D isusun U ntuk M emenuhi T ugas Fiqih Muamalah Dosen Pengampu : Ahmad Syukron, M.EI O leh   : KELAS : E JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITU T AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN 2019 K ATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah swt atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Ahmad Syukron, M.EI selaku dosen kami dalam Mata Kuliah Fiqih Muamalah dan kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca . U ntuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami , k ami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini . Oleh ...