Skip to main content

Makalah Kebijakan Fiskal dan Anggaran Belanja dalam Sistem Ekonomi Islam


Makalah
KEBIJAKAN FISKAL DAN ANGGARAN BELANJA DALAM SISTEM EKONOMI ISLAM
Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah pengantar ilmu ekonomi islam
Dosen pengampu : Ahmad Sukron, M.Si



Di susun oleh :
Eka Abdi Sundari (4117180)
Rochimatussufi (4117182)
Wastiyatun  (4117185)



JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN TAHUN
2017/2018

Daftar Isi







BAB I

PENDAHULUAN

A.     Pendahuluan

Dalam mengatur kegiatan-kegiatan dalam perekonomian, fungsi utama daripada pemerintah adalah untuk menciptakan suatu perekonomian yang tetap dapat mencapai kesempatan kerja penuh tanpa inflasi, dan dari waktu-kewaktu dapat terus menerus mengalami pertumbuhan yang memuaskan. Ini merupakan tujuan-tjuan pokok dari kegiatan pemerintah dalam setiap perekonomian.
Dalam jangka pendek setiap perekonomian selalu diancam oleh masalah pengangguran atau kenaikan harga-harga. Sedangkan dalam jangka panjang setiap perekonomian seringkali menghadapi masalah perkembangan ekonoi yang lambat, yaitu pertumbuhan ekonomi yang dicapai tidak mampu menggunakan seluru pertambahan faktor produksi yang berlaku dari tahun ketahun. Masalah pokok yang dijelaskan ini teruatama dijalankan pemerintah dengan menjalankan kebijakan fiskal dan kebijakan anggaran belanja.

B.     Rumusan Masalah

1.      kebijakan fiskal dalam sistem ekonomi islam :
a.       Pengertian kebijakan fiskal dalam sistem ekonomi islam ?
b.      Kebijakan pengeluaran dan pemasukan sistem ekonomi islam?
c.       Kebijakan pemasukan non – Muslim ?
2.      Kebijakan Anggaran belanja dalam sistem ekonomi islam? 

C.     Tujuan Penulisan

1.      Mengetahui kebijakan fiskal dalam sistem ekonomi islam meliputi :
a.       Pengertian kebijakan fiskal dalam sistem ekonomi islam.
b.      Kebijakan pengeluaran dan pemasukan sistem ekonomi islam.
c.       Kebijakan pemasukan non – Muslim .
2.      Mengetahui Kebijakan Anggaran belanja dalam sistem ekonomi islam. 

BAB II

PEMBAHASAN

A.     Kebijakan Fiskal

1.      Definisi Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal adalah kebijakan penyesuaian di bidang pengeluaran dan penerimaan pemerintah untuk memperbaiki keadaan ekonomi. Atau dapat juga dikatakan kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.[1]
Kebijakan Fiskal adalah komponen penting kebijakan publik. Kebijakan fiskal meliputi kebijakan-kebijakan pemerintah dalam penerimaan, pengeluaran, dan utang. Peranan kebijakan fiskal dalam suatu ekonomi ditentukan oleh tujuan sosial-ekonominya, komitmen ideologi, dan hakikat sistem ekonomi.
Pada sistem sosialis sektor publik semuanya dikuasai pemerintah. Pada sistem kapitalis, peranan sektor publik relatif kecil tetapi sangat penting. Pada sistem ekonomi islam, hak kepemilikam swasta diakui, pemerintah bertanggung jawab menjamin kelayakan hidup warga negaranya.
Setelah selama tga belas tahun di Mekkah, maka beliau hijrah ke Madinah. Setelah Rasulullah di Madinah, maka Madinah dalam waktu singkat mengalami kemajan yang cepat. Rosulullah telah memimpin seluruh pusat pemerintahan Madinah, menerapkan prinsip-prinsip dalam pemerinyahan dan organisasi,membangun institusi-institusi, mengarahkan urusan luar negeri, membimbing sahabatnya dalam memimpin dan pada akhirnya melepaskan jabatannya secara penuh.[2]
Sebagai kepala negara yang baru terbentuk, ada beberapa yang segera mendapat perhatian beliau,seperti: (1) membangun masjid utama sebagai untuk mengadakan forum bagi para pengikutnya;(2) merehbilitasi muhajirin Mekkah di Madinah; (3) menciptakan kedamaian dalam negara;(4) mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga negaranya;(5) membuat konstitusi negara;(6) menyusun sistem pertahanan Madinah; (7) meletakkan dasar-dasar sistem keuangan negara.
Setelah mentelesaikan masalah politik dan urusan konstitusional, Rasulullah kemudian merubah sistem ekonomi dan keuangan negara ,sesuai ketentuan al-Qur’an. Secara garis besar, ketentuan dan kebijakan ekonomi pada masa Rasulullah adalah sebagai berikut [3]:
1.    Kekuasaan tertinggi adakah milik Allah, dan Allah adalah pemilik yang absolut atas semua yang ada
2.    Manusia merupakan pemimpin Allah di bumi, tetapi bukan pemilik yang sebenarnya;
3.    Semua yang dimiliki dan dipatkan oleh manusia adalah karena seizin Allah, oleh karena itu saudara-saudaranya yang kurang beruntung memilki hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki saudara-saudaranya yang lebih beruntung;
4.    Kekayaan tidak boleh ditumpuh atau ditimbun;
5.    Kekayaan harus diputar;
6.    Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya harus dihilangkan;
7.     Menghilangkan jurang perbedaan antara individu dalam perekonomian dapat menghapuskan konflik antar-golongan dengan cara membagikan kepemilikan seseorang setelah kematiannya kepada para ahli warisnya.
8.    Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua individu termasuk bagi anggota masyarakat yang miskin.
Pada masa-masa awal pemerintahan Rosulullah,pendapatan dan pengeluaran hampir tidak ada. Rosulullah tidak mendapat gaji sedikitpun dari negara atau masyarakat, kecuali hadiah kecil yang umumnya berupa bahan makanan.
Pada  tahun kedua setelah hijrah, sodaqoh fitrah diwajibkan. Sodaqoh ini diwajibkan setiap bulan Ramadhan. Semua zakat adalah sodaqoh, sedangkan sodaqoh wajib disebut zakat.
Beberapa hal penting ekonomi islam yang berimplikasi bagi penentuan kebijakan fiskal adalah sebagai berikut :[4]
1.      Mengabaikan keadaan ekonomi dalam ekonomi islam, pemerintahan muslim harus menjamin bahw zakat dikumpulkan dari orang-orang muslim yang memiliki harta melebihi nilai minimum dan yang digunakan untuk maksud yang dikhususkan dalam kitab suci Al-Qur’an.
2.      Tingkat bunga tidak berperan dalam sistem ekonomi islam. Perubahan ini secara alamiah tidak hanya pada kebijakan moneter tetapi juga pada kebijakan fiskal. Ketika bunga mencapai tingkat keseimbangan dalam pasar uang tidak akan dapat dijalankan, beberapa alternatif harus ditemukan.
3.      Ketika semua pinjaman dalam islam adalah bebas dari bunga, pengeluaran pemerintah akan dibiayai dari pengumpulan pajak atau dari bagi hasil.
4.      Ekonomi islam merupakan diupayakan untuk membantu atau mendukung ekonomi masyarakat muslim yang terbelakang dan menyebarkan pesan-pesan ajaran islam.
5.      Negara Islam merupakan negara yang sejahtera, dimana kesejahteraan memiliki makna yang luas dari pada konsep barat.
6.      Pada saat perang, Islam berharap orang-orang itu memberikan tidak hanya kehidupannya, tetapi juga pada harta bendanya untuk menjaga agama.
7.      Hak perpajakan dalam negara  islam tidak tak terbatas. Beberapa orang mengatakan bahwa kebijakan perpajakan diluar apa yang disebut zakat, ini adalah tidak mungkin kecuali berada dalam situasi tertentu.
Tujuan kebijakan fiskal dalam ekonomi islam akan berbeda dari penafsiran sistem ekonomi sekuler. Namun mereka memiliki kesamaan, yaitu sama-sama menganalisis dan membuat kebijakan ekonomi.tujuan dari semua aktivitas ekonomi –bagi semua manusia - adalah untuk memaksimumkan kesejahteraan hidup manusia. Kebijakan publik adalah suatu alat untuk mencapai tujuan tersebut.
Pada sistem ekonomi sekuler konsep kesejahteraan hidup adalah dibatasi untuk mendapatkan keuntungan maksimum bagi individu di dunia ini. Di dalam islam, kosep kesejahteraan adalah luas, meliputi kehidupan didunia dan diakhirat, dan peningkatan spiritual lebih ditekankan daripada pemilikan material.
Kebijakan fiskal dalam ekonomi kapitalis bertujuan untuk [5](1) pengalokasian sumber daya secara efisien;(2) pencapaian stabilitas ekonomi; (3) mendorong pertumbuhan ekonomi; (4) pencapaian pendapatan distribusi yang sesuai. Sedangkan kebijakan fiskal dalam ekonomi islam bertujuan “At safeguarding and spreading the religion within the country as well as in the world at large.”[6] Bahkan walaupun tujuan pertumbuhan, stabilitas, dan sebagainya tetap sah dalam ekonomi islam, tujuan-tujuan tersebut akan menjadi Subservient untuk tujuan menanggulangi kaum muslim dan islam sebagai suatu entitas politis dan agama dan dakwah menyebarluaskan ke seluruh penjuru dunia.

2.      Kebijakan Pengeluaran dan Pemasukan

a.       Sumber Penerimaan Negara
Sumber-sumber penerimaan dalam islam dapat diperoleh melalui [7]: pendapatan zakat, ghanimah, fa’i, kharaj, dan jizyah. Sumber-sumber inilah yang berlaku pada masa Nabi SAW.
1)      Zakat
Pengeluaran/pembayaran zakat di dalam islam mulai efektif dilaksanakan sejak setelah hijrah dan terbentuknya negara islam di Madinah. Pembayaran zakat merupakan kewajiban agama dan merupakan salah satu dari lima rukun islam. Sebagaiman firman Allah dalam surat At-Taubah: 60[8], “ Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang kafir,orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya(mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”
Zakat merupakan sumber pertama dan terpenting dari  penerimaan negara,pada awal pemerintahan islam.
2)      Ghanimah
Ghanimah merupakan jenis barang bergerak, yang bisa dipindahkan, diperoleh dalam peperangan melawan musuh. Anggota pasukan akan mendapatkan bagian sebesar empat perlima. Sebagaimana tercantum dalam firman Allah QS. Al-Anfa l: 41.[9]
Ghanimah merupakan sumber yang berarti bagi negara islam waktu itu, karena masa itu sering terjadi perang suci.
3)      Fa’i
Menurut ajaran islam, bagi orang yang tidak beriman dan mereka takluk maka pasukan akan mendapatkan harta rampasan, yang disebut dengan fa’i. Fa’i merukan sumber penerimaan dari negara islam dan sumber pembiayaan negara.[10]
4)      Kharaj
Kharaj atau biasa disebut dengan pajak tanah. [11]Dalam pelaksanannya, kharaj dibagi menjadi dua, yaitu proporsional dan tetap. Secara proposional artinya dikenakan sebagai bagian total dari hasil produksi pertanian, misalnya seperempat, seperlima, dan sebagainya. Secara tetap artinya pajak tetap atas tanah. Dengan kata lain, kharaj proporsional tidak tetap tergantung pada hasil dan harga setiap jenis hasil pertanian. Sedangkan kharaj tetap dikenakan pada setahun sekali.
Kharaj pertama kali diperkenalkan setelah perang khaibar, ketika Rasulullah SAW membolehkan orang-orang yahudi khaibar kembali ketanah milik mereka dengan syarat membayar separuh dari hasil panennya kepada pemerintah islam.
5)      Jizyah
Pada masa Rosulullah, orang-orang kristen dan yahudi dikecualikan dari kewajiban anggota militer di negara islam. Mereka memperoleh konsesi bahwa negar islam akan menjamin keamanan pribadi dan hak milik mereka[12]. Sebagai gantinya, maka orang-orang non-muslim diwajibkan mengganti dengan pembayaran jizyah.
Meskipin jizyah merupakan hal wajib, namun dalam ajaran islam ada ketentuan yaitu bahwa jizyah dikenakan kepada seluruh non-muslim dewasa, laki-laki, yang mampu membayarnya.  Sedang bagi perempuan, anak-anak, orang tua, dan pendeta dikecualikan sebagai kelompok yang tidak wajib ikut bertempur dan tidak diharapkan mampu ikut bertempur. Jumlah jizyah yang harus dibayar antara 12 dan 48 dirham setahun, sesuai dengan kondisi keuangan  jika seseorang memeluk agam islam, kewajiban membayar jizyah ikut gugur.

3.      Pengeluaran Negara

Keuangan publik diarahkan untuk mewujudkan tujuan negara muslim. Jadi, sebagian besar anggaran pemerintah akan digunakan pada aktivitas-aktivitas yang dimaksudkan untuk meningkatkan islam dan kesejahteraan masyarakat muslim.
Berdasarkan sumber-sumber penerimaan anggaran tersebut, maka dapat disalurkan untuk pembelanjaan negara, yang semuanya ditujukan untuk kemakmuran masyarakat. Distribusi ghanimah  telah diarahkan pada penjelasan Allah SWT dalam surat 8:41, distribusi sumber pendapatan zakat dikeluarkan untuk kepentingan sebagaimana firman Allah dalam Surat At-Taubah:61, dan distribusi untuk fa’i ditujukan untuk kepentingan (a) memelihara kehidupan sosial masyarakat mengahdapi serangan kekerasan, baik dari dalam maupun luar negeri; dan (b) mengembangkan kualitas kehidupan sosial.
Kepentingan pertama diarahkan pada biaya pertahanan negara dan menjaga perdamaian negara. Kemudian kepentingan kedua dikeluarkan untuk pokok pengeluaran lain, menurut ibn Taimiyah, dijelaskan sebagai berikut[13] :
a)      Pengeluaran untuk para gubernur, menteri, dan pejabat pemerinyahan laintak dapat dielakkan oleh pemerintahan manapun, harus dibiayai dari anggaran penerimaan Fa’i.
b)      Memelihara keadilan
c)      Biaya pendidikan warga negara, baik siswa maupun gurunya.
d)      Utilitas umum, infrastruktur dan gugus tugas ekonomi, harus ditanggung negara.

4.      Kebijakan Pemasukan Non Muslim

Dalam ekonomi konvensional, kebijakan fiskal dapat diartikan sebagai langkah pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam pembelanjaan (dalam konsep ekonomi makro disebut dengan government expenditure).[14] Tujuan kebijakan dalam perekonomian sekuler adalah tercapainya kesejahteraan, yang didefinisikan sebagai adanya benefit maksimal bagi individu dalan kehidupan tanpa memandang kebutuhan spiritual manusia.

B.     Kebijakan Anggaran Belanja

1.      Pengertian kebijakan anggaran belanja
Anggaran belanja merupakan suatu rencana yang disusun secara sistematis dalam bentuk angka dan dinyatakan dalam unit moneter yang mengikuti seluruh kegiatan perusahaan untuk jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang. Oleh karena rencana yang disusun dalam unit moneter, maka anggaran sering disebut juga dengan rencana keuangan. Dalam anggaran, suatu kegiatan dan satuan uang menempati posisi penting dalam arti segala kegiatan akan di kuantifikasikan dalam satuan uang, sehingga dapat diukur pencapaian efisiensi dan efektivitas dari kegiatan yang dilakukan.
Anggaran belanja atau bujet  umumnya merujuk pada daftar rencana seluruh biaya dan pendapatan. Anggaran belanja merupakan konsep penting dalam ekonomi mikro, yang  menggunakan garis anggaran untuk mengilustrasikan penjualan antara 2 barang atau lebih. Dengan kata lain, anggaran belanja merupakan  rencana organisasi yang dinyatakan dalam istilah moneter.
Terdapat berbagai jenis anggaran belanja, yakni anggaran belanja penjualan, anggaran  belanja produksi, anggaran belanja tunai, anggaran belanja pemasaran, anggaran belanja proyek, anggaran belanja pendapatan, dan anggaran belanja ekspeditur. 
1.      Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah suatu daftar yang memuat secara rinci tentang sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluarannya dalam jangka waktu tertentu, dalam rangka mencapai sasaran pembangunan dalam kurun waktu satu tahun. APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, berarti penyusunannya harus dengan persetujuan DPR. sesuai dengan UUD 1945 pasal 23. Dari pengertian tersebut dikandung maksud bahwa setiap tahun pemerintah bersama dengan DPR menyusun APBN, yang dimulai tanggal 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan.
APBN memiliki beberapa fungsi, diantaranya  adalah :
1)      Fungsi Alokasi artinya APBN berfungsi untuk mengalokasikan faltor-faktor produksi yang tersedia di dalam masyarakat, sehingga kebutuhan masyarakat akan Public Goods atau Kebutuhan umum akan terpenuhi.
2)      Fungsi Distribusi artinya APBN berfungsi untuk pembagian pendapatan nasional yang adil atau pembagian dana ke berbagai sector.
3)      Fungsi Stabilisasi artinya APBN berfungsi untuk terpeliharanya tingkat kesempatan kerja yang tinggi, tingkat harga yang relative stabil dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup memadai.
Tujuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) :
Tujuan penyusunan APBN adalah sebagai pedoman pengeluaran dan penerimaan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis, dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan kenegaraan demi tercapainya peningkatan produksi, peningkatan kesempatan kerja, dan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Semua itu ditujukan untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur, baik material maupun spiritual bedasarkan Pancasila dan UUD 1945.
2.      Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu rencana kerja pemerintah daerah yang mencakup seluruh penerimaan dan belanja (pengeluaran) pemerintah daerah, baik Propinsi ataupun Kabupaten dalam rangka mencapai sasaran pembangunan dalam kurun waktu satu tahun yang dinyatakan dalam satuan uang dan dsetujui oleh DPRD.
Pada dasarnya Fungsi dan tujuan penyusunan APBD sama dengan fungsi dan tujuan APBN, hanya dalam APBD ruang lingkupnya yang berbeda, untuk APBN berskala nasional sedangkan APBD terbatas pada wilayah daerah dan pelaksanaannya diserahkan kepada kepala daerah atau Gubernur dan Bupati / Walikota, serta sesuai dengan kebijakan otonomi daerah. 
APBD memiliki beberapa fungsi, diantara nya sebagi berikut :
a. Fungsi Otorisasi – APBD menjadi dasar bagi Pemerintah Daerah untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
b. Fungsi Perencanaan – APBD menjadi pedoman bagi pemerintah daerah untuk merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
c. Fungsi Pengawasan – APBD menjadi pedoman untuk menilai (mengawasi) apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sudah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
d. Fungsi Alokasi – APBD dalam pembagiannya harus diarahkan dengan tujuan untuk mengurangi pengangguran, pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
e. Fungsi Distribusi – APBD dalam pendistribusiannya harus memerhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Tujuan APBD adalah :
APBD disusun sebagai pedoman pendapatan dan belanja dalam melaksanakan kegiatan pemerintah daerah. Sehingga dengan adanya APBD, pemerintah daerah sudah memiliki gambaran yang jelas tentang apa saja yang akan diterima sebagai pendapatan dan pengeluaran apa saja yang harus dikeluarkan, selama satu tahun. Dengan adanya APBD sebagai pedoman, kesalahan, pemborosan, dan penyelewengan yang merugikan dapat dihindari.

2.       Macam – Macam Kebijakan Anggaran
a.       Kebijakan Anggaran Berimbang
Kebijakan ini menghendaki terjadinya keseimbangan antara pendapatan negara dengan pengeluaran negara. Kebijakan ini sebaiknya dilakukan pada kondisi ekonomi yang stabil, di mana pengeluaran yang dilakukan harus disesuaikan dengan kemampuan. Kebijakan anggaran berimbang umumnya dilakukan dengan pola pembiayaan yang berasal dari pinjaman luar negeri (External Financing) pada saat terjadi defisit anggaran.

b.      Kebijakan Anggaran Defisit.
Kebijakan ini menghendaki posisi pengeluaran negara lebih besar dari pada posisi penerimaan negara dalam satu tahun anggaran. Karena pengeluaran lebih besar daripada penerimaan maka negara mengalami defisit (kekurangan) anggaran. Untuk menutup kekurangan ini maka pemerintah melakukan pinjaman luar negeri atau dengan mencetak uang yang sebenarnya akan berakibat terjadinya inflasi (kenaikan harga). Pada dasarnya kebijakan anggaran defisit dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penggunaan pinjaman luar negeri yang optimal dengan asumsi tingkat korupsi rendah untuk menutup kekurangan anggaran yang terjadi. Kebijakan ini dipakai Indonesia sampai pada akhir masa transisi (1 April- Desember 2000). Mulai saat ini secara mendasar pemerintah sudah berupaya mengurangi defisit anggaran yang terjadi, misalnya penghematan energi (listrik dan BBM), pengurangan subsidi dan pengurangan ketergantungan pada utang luar negeri melalui pengoptimalan sumber daya yang ada dan program gerakan cinta terhadap produk dalam negeri.
c.       Kebijakan Anggaran Surplus
Pada anggaran surplus, belanja negara lebih kecil dibandingkan dengan penerimaan negara yang tersedia. Kebijakan ini digunakan untuk mengatasi kondisi perekonomian yang inflasif, di mana nilai uang semakin merosot karena kenaikan harga secara umum. Dengan demikian, pemerintah akan berusaha mengurangi pengeluaran sehingga lambat laun jumlah uang yang beredar semakin kecil dan harga cenderung turun. Kalian tentu ingat bila turunnya harga tidak terkontrol maka akan timbul gejala deflasi yakni turunnya harga secara umum, hal ini kurang baik untuk perumbuhan ekonomi, maka pemerintah kembali mengatasinya dengan kebijakan anggaran defisit.
d.       Kebijakan Anggaran Dinamis.
Kebijakan anggaran dinamis mengandung dua pengertian, sebagai berikut:
a)      Dinamis absolut, adanya peningkatan jumlah tabungan pemerintah yang diharapkan mampu untuk menggali sumber daya dalam negeri bagi pembiayaan pembangunan.
b)      Dinamis relatif, yaitu persentase ketergantungan pembiayaan perekonomian nasional terhadap bantuan luar negeri/ utang luar negeri semakin kecil.




BAB III

PENUTUP

A.     Kesimpulan

Anggaran belanja merupakan suatu rencana yang disusun secara sistematis dalam bentuk angka dan dinyatakan dalam unit moneter yang mengikuti seluruh kegiatan perusahaan untuk jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang. Terdapat berbagai jenis anggaran belanja, yakni anggaran belanja penjualan, anggaran  belanja produksi, anggaran belanja tunai, anggaran belanja pemasaran, anggaran belanja proyek, anggaran belanja pendapatan, dan anggaran belanja ekspeditur. 

B.     Saran

Kami menyadari bahwa makalah sederhana ini masih banyak kekurangannya ataupun kesalahanya, untuk itu mohon maaf atas segala kekuranganya , tak lupa pula masukan-masukan untuk lebih sempurna-nya makalah berikutnya.








DAFTAR PUSTAKA


Rahayu,Ani Sri. 2010. Pengantar Kebijakan Fiskal. Jakarta: Bumi Aksara, Ed. 1, Cet. 1.
Muhammad. 2001. Kebjikan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam. Jakarta:Salemba empat.
Nasution, Mustafa Edwin,dkk. 2007. Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam. Jakarta: kencana.
Terjemahan alqur’an Al-Karim






[1] Ani Sri Rahayu, Pengantar Kebijakan Fiskal, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Ed. 1, Cet. 1, hal. 1
[2] Muhammad,Kebjikan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam(Jakarta:Salemba empat,2002),hlm.180
[3] Ibid,181
[4]Ibid, 197
[5] Ibid,198
[6] ibid
[7] ibid
[8] Qs. At-Taubah:60
[9] Qs. Al-Anfal:41
[10] Ibid, hlm.199                   
[11]Ibid, 200
[12] Ibid,201
[13] Ibid,202
[14] Mustafa Edwin Nasution,dkk.Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam(Jakarta:kencana,2007),hlm.203

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi

MAKALAH PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Makro Islam Dosen Pengampu: Ahmad Syukron, M. EI Penyusun: Kelas: G JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ISLAM PEKALONGAN TAHUN 2018 KATA PENGANTAR             Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini, materi yang dibahas adalah “Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi” . Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah kami.             Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah waw...

Makalah Kaidah Fikih الأموربمقاصدها (al-umuuru bimaqaashidiha)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A.      Latar B elakang ....................................................................................... 1 B.      Rumusan M asalah .................................................................................. 2 C.      Tujuan dan M anfaat ................................................................................ 2 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3 A.      Makna Kaidah Fikih الامور بمقاصدها ....................................................... 3 B.      ...

Makalah Konsep Dasar Fiqh Muamalah

TUGAS MAKALAH KONSEP DASAR FIQIH MUAMALAH Makalah I ni D isusun U ntuk M emenuhi T ugas Fiqih Muamalah Dosen Pengampu : Ahmad Syukron, M.EI O leh   : KELAS : E JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITU T AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN 2019 K ATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah swt atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Ahmad Syukron, M.EI selaku dosen kami dalam Mata Kuliah Fiqih Muamalah dan kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca . U ntuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami , k ami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini . Oleh ...