Skip to main content

Makalah Trilogi Ekonomi Islam


MAKALAH
TRILOGI EKONOMI ISLAM
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Filsafat Ekonomi Islam
Dosen Pengampu: Fita Nurotul Faizah, M.E 
Description: F:\images.jpg
Disusun Oleh :

JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2018
KATA PENGANTAR
            Puji syukur ke hadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, dan karunia-Nya kepada kami semua, sehingga kami dapat menyelesaikan dan menyusun makalah ini. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Fita Nurotul Faizah.
            Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu saran dan kritik dari pembaca sangat kami harapkan guna perbaikan dan peningkatan kualitas makalah. Semoga bermanfaat bagi semua pihak baik penyusun maupun pembaca.







Pekalongan, 16 September 2018


Penulis







DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................ii
1.2      Rumusan Masala. 1
1,3      Tujuan Masalah. 1
BAB II.................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN...................................................................................................... 2
2.1      Teologi Ekonomi Islam................................................................................ 2
2.2       Kosmologi Ekonomi Islam...........................................................................
2.3       Antropologi Ekonomi Islam..........................................................................
BAB III.......................................................................................................................
PENUTUP..................................................................................................................
3.1       SIMPULAN...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................










BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
  Ekonomi adalah bagian dari kebudayaan, dan sebagai bagian dari kebudayaan, ekonomi islam pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pandangan tauhid sebagai dasar pandangan hidup seorang muslim yang meliputi dimensi teologi, kosmologi dan antropologi yang menjadi dasar terbentuknya suatu kebudayaan. Dimensi ekonomi dalam islam pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari ajaran agama serta aktivitas ekonomi manusia. Serta teologi, kosmologi dan antropologi menjadi landasan konsep ekonomi islam. Dalam prinsip integralisme tauhid, ekonomi islam didasarkan pada beberapa prinsip. Dengan adanya prinsip-prinsip itu harus menjadi landasan bangunan sistematik ekonomi islam.
Di dalam islam terdapat banyak syir’ah, banyak jalan, banyak pemahaman, dan juga banyak aliran dan praktik. Sebagai jalan pemikiran, pemahaman, aliran dan praktik hidup manusia, maka tidak pernah menempati hidup manusia, maka tidak pernah menempati kebenaran yang mutlak dan tidak boleh untuk dimutlakkan[1].
1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa itu Teologi Ekonomi Islam?
2.      Apa itu Kosmologi Ekonomi Islam?
3.      Apa itu Antropologi Ekonomi Islam? 
1.2  Tujuan Makalah
1.      Untuk mengetahui definisi telogi, kosmologi dan antropologi ekonomi islam
2.      Agar dapat mengetahui pengaruh al qur’an dalam kosmolgi islam
3.      Untuk mengetahui ayat-ayat yang menunjukan penciptaan alam semesta dan penafsirannya
4.      Untuk mengetahui visi tauhid manusia


BAB II
PEMBAHASAN
  1. Teologi Ekonomi Islam
Teologi ekonomi lslam adalah nilai-nilai ketuhanan yang menjadi dasar dari kegiatan ekonomi seorang muslim. Dimensi teologi dalam ekonomi Islam berkaitan dengan asal usul kejadian manusia di dunia ini yang kodratnya adalah sebagai ciptaan tuhan. Dengan dasar bahwa manusia itu ciptaan tuhan. Maka dengan sendirinya dimensi teologi itu selalu menjadi dasar dan melekat dalam setiap perbuatan manusia, termasuk dalam kegiatan ekonomi.
A. Tuhan Sebagai Penjamin Kehidupan Manusia
Dalam Islam manusia adalah ciptaan Tuhan, makhluk Tuhan dan karenanya Tuhan menjadi penjamin hidupnya dimuka bumi ini. Hidup ada dalam Tuhan dan di luar Tuhan tidak mungkin hidup dan tidak ada kehidupan sama sekali. Al-Qur'an mengatakan:

كلوا واشربوأ من رزق الله وﻻ تعثوا في اﻻرض مفسدين
Artinya: Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah. dan ,janganlah kamu berkeliyaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan [Qur'an 2:60].
Karena itu. sumber untuk sandang, pangan dan papan yang diperlukan manusia dalam kehidupannya sudah di sediakan oleh Penciptanya yang telah ada dan tersedia di bumi ini seisinya karena sesungguhnya semua yang ada di muka bumi ini untuk manusia. Selanjumya al-Qur'an menjelaskan:

 الذى جعل لكم اﻻرض فرشا والسماء بناء وانزل من السماء ماء فأخرج به من الشمرت رزق لكم فﻻ تجعلوا لله اندادا وانتم تعلمون

Artinya : Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah buahan sebagai rezeki  untukmu  kaena itu janganlah knmu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui. [Qur’an 2:22]
Dalam kaitan ini, Tuhan sebagai Pencipta alam semesta seisinya dan juga Pencipta manusia, bertindak sebagai Pemberi rezeki dan penjamin hidup pada manusia dan juga makhluk hidup lainnya. AlQur’an mengatakan:
وما خلقت الجن واﻻنس اﻻ ليعبدون
Artinya: Dan Aku tidak menciptakann jin dan manusia melainkan supaya mereka  mengabdi kepada-Ku. (Qur'an 51:56)

B. Tinggi Rendah dan Sedikit Banyak Rezeki
Sasungguhnya Tuhan memuliakan manusia antara satu dan yang lainnya dengan rezeki atau kekayaan yang diberikan kepada memeka.Dalam kehidupan sehari-hari, nampak kemuliaan seseorang juga ditentukan oleh rezeki atau kekayaan yang di perolehnya, oleh pendapat yang didapatkan dalam kegiatan ekonominya. Alqur'an mengatakan :

والله فضل بعضكم على بعض فى الرزق  فما الذين فضلوا برا دى رزقھم على ما ملكت ايمنھم فھم فيه سواء  افبنعمت  الله يجحدون
Artinya: Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam rezeki, tetapi orang-ornng yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kelada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah? [Qur'an 16:71].
Tinggi rendah dan banyak sedikitnya rezeki yang diterima manusia sesungguhnya ditentukan oleh tinggi rendah kualitas dirinya dan banyak sedikitnya ditentukan oleh banyak sedikitnya amal perbuatan dan kebaikan manusia sendiri. Al-Qur'an mengatakan :
واذا اذقنا الناس رحمة فزحوا بھا  وان تصبھم سيئة بما قدمت ايديھم اذا ھم يقنطون

Artinya: Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia. niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa suatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mareka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa. [Qur'an 30:36]
Teologi ekonomi Islam menegaskan bahwa rezeki atau kekayaan yang diperoleh manusia pada hakikatnya diberikan kepadanya sebagai jaminan dari Penciptanya sendiri, dari Tuhan sendiri. Dalam konteks ini, rezeki atau kekayaan yang diperolehnya tidak dapat dimiliikinya secara multak karena di dalam rezeki atau kekayaan yang dimilikinya itu manusia tidak mempunyai peranan yang mutlak. Ada faktor alam dan manusia lainnya yang terlibat dalam setiap kegiatan ekonominya.
Kekayaan atau rezeki yang pada hakikamya anugerah dan pemberian Tuhan kepada manusia. sesungguhnya tenaga, fikiraa dan kemampuannya juga diwarisi dan diperoleh dari proses yang multidimensional, baik pada tataran teologis, kosmologis maupun antropologis, dan karenanya bukanlah milik mutlak dirinya sendiri. Di dalamnya ada tanggung jawab dan kewaiiban teologis, kosmologis dan antropologis.

Kewajiban teologis adalah kewajiban yang dipikul manusia dari Tuhannya untuk selalu menyesuaikan dan menjalankan hukumhukum-Nya. Kewajiban kosmologis adalah kewajiban untuk memelihara kelangsungan dan keharmonisan hidup kosmos, tidak boleh merusak  karena merusakkosmos adalah merusak seluruh kehidupan yang ada di dalamnya. Sedangkan kewajiban antropologis adalah semua yang dimiliki seseorang, di dalamnya ada keterlibatan manusia lainnya sehingga dalam harta dan kekayaan seseorang ada kewajiban social dan kultural yang harus dijalankan untuk keharmonisan dan keselarasan kehidupan bersama.


2.      DEFINISI KOSMOLOGI

Kosmos dari bahasa Yunani artinya dunia teratur, bentuk atau susunan benda. Istilsh ini bahasa sederhananya adalah keteraturan alam.
Kosmologi atau dalam bahasa inggrisnya “cosmology” adalah gabungan dari dua kata yaitu “cosmo” dan “logos” yang berasal dari bahasa Yunani. “cosmo” berarti alam semesta atau dunia yang teratur, dan “logos” berarti ilmu dengan maksud penyelidikan atau asas-asas rasional. Dengan demikian Kosmologi adalah satu kajian berkenaan evolusi dan struktur alam semesta yang teratur yang ada masa kini. Kamus Webster pula mentakrifkan Kosmologi sebagai teori atau falsafah mengenai wujud alam semesta, kamus Oxford dengan ringkas menyebutnya sebagai sains dan teori alam semesta. Kosmologi berkaitan dengan pandangan dunia (world view). Hal ini karena kajian mengenai pandangan dunia merupakan suatu percobaan untuk mengkaji bagaimana suatu kelompok manusia memandang alam natural dan alam supernatural, serta masyarakatnya dan diri mereka sendiri. Jika di Barat pemikiran mengenai Kosmologi bermula di Yunani, maka di Timur ada China, India, dan Persia yang mempunyai saham besar dalam mencirikan Kosmologi.
Kesulitan eksperimen untuk memapankan sebuah teori Kosmologi, sampai pada abad pertengahan hipotesis dasar Kosmologi lahir dari pemahaman dari pemikiran manusia tempo dulu, mitos, pengataman yang terbatas, dan teologi. Teologi menjadi sumber yang paling banyak berkontribusi.
·        Mitos misalnya, ada kosmologi bangsa viking yang terkenal (yang kemudian menjadi basis dasar Tolkien dalam membangun dunia fantasi middle-earth-nya), atau bagaimana kepercayaan bangsa maya tentang penciptaan alam semesta. Dari teologi, hampir seluruh agama menyertakan cerita alam semesta; Hindu, Budha, Kristen, Yahudi, dan Islam. Setelah sains berkembang dan teknologi memadai, baru kemudian pengamatan secara signifikan berkontribusi pada Kosmologi.




A.     PENGARUH AL-QUR’AN DALAM KOSMOLOGI

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, Al-Quran memperlakukan seluruh apa yang diciptakan sebagai tanda (sign), ayat. Hal ini termasuk alam semesta dan semua yang ada di dalamnya. Menurut definisinya, ayat merujuk kepada sesuatu selain dirinya sendiri. Dengan demikian, jika dilihat dari perspektif Al-Quran, alam semesta dan semua yang ada di dalamnya merupakan tanda-tanda Sang Pencipta yang diciptakan melalui perintah sederhana: Jadilah (be, kun) (QS. 36:82). Meskipun Al-Quran memberikan penjelasan yang sangat spesifik mengenai penciptaan kosmos, ia tidak memberitahu kita dengan apa dibuatnya atau kapan. Selain itu, penting untuk diingat bahwa alam semesta menurut Al-Quran bukan hanya materi fisik yang terdiri dari bintang-bintang, planet dan entitas fisik lainnya, tetapi juga mencakup kosmos spiritual yang dihuni oleh entitas nonfisik. Kosmos nonfisik itu terdiri dari tingkat-tingkat eksistensi yang tak terhitung dan jauh lebih unggul dari alam fisik yang menempati posisi relatif rendah dalam tingkat eksistensi.
Dalam perspektif Al-Quran tentang penciptaan alam fisik dapat diringkas sebagai berikut: alam semesta diciptakan Tuhan untuk suatu tujuan. Setelah menciptakan alam semesta dan semua yang terkandung di dalamnya, Tuhan tidak meninggalkannya; karena kenyataannya seluruh ciptaan selalu membutuhkan Tuhan; tanpa cinta-Nya kosmos tidak bisa eksis. Pada saat sebelum mewujudnya suatu momen, kepastian pengetahuan tetap berada pada Tuhan. Segala sesuatu yang ada di dunia akan binasa. Hal ini akan diikuti dengan kebangkitan dan kehidupan jenis baru di bawah seperangkat hukum yang sama sekali baru.
Secara umum, penciptaan dan akhir dari kosmos dapat ditemukan di ayat-ayat yang dilengkapi dengan rincian spesifik yang tersebar di seluruh Al-Quran. Alam semesta diciptakan dalam enam hari (QS. 7:54-56; 25:59), penciptaan bumi dalam dua masa (QS. 41:9), Tuhan juga menciptakan tujuh langit (QS. 2:29), tujuh langit yang berlapis-lapis (QS. 67:3). Tuhan menghiasi langit dengan bintang-bintang (QS. 67:5); Dia yang menggerakkan semua bintang dan planet-planet sehingga dapat membimbing perjalanan manusia dengan posisi mereka (QS. 6:97); Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam (QS. 39:5). Sangat penting untuk dicatat bahwa kata “hari” yang digunakan dalam ayat-ayat ini dalam tradisi Islam selalu dipahami secara non-kuantitatif. Al-Quran itu sendiri menjelaskan bahwa sehari disisi Tuhan adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu (QS. 22:47). Dalam ayat lain disebutkan satu hari yang kadarnya adalah lima puluh ribu tahun (QS. 70:4). Karena itu aliran skala waktu dalam penjelasan Al-Quran mengenai asal—dan juga sejarah—kosmos didasarkan pada konsep kualitatif waktu. Walaupun riwayat ini memiliki kemiripan tertentu dengan penjelasan Bibel tentang penciptaan, tetapi pada dasarnya sangat berbeda dari Genesis, dan hal ini dapat menjadi salah satu alasan mengapa belum ada kesejajaran dengan “Bumi muda” dalam tradisi Islam.
Al-Quran tidak menjelaskan bagaimana atau kapan kosmos diciptakan, hal itu sebagai undangan kepada pembacanya untuk mempelajari dunia fisik. Bahkan, undangan Al-Quran untuk mengamati kerja kosmos ini diulang-ulang seolah-olah seperti mendesak kepada pembacanya bahwa budidaya sains modern merupakan sebuah kewajiban agama bagi seorang Muslim—perintah yang ditentukan oleh Al-Quran itu sendiri. Apakah benar atau tidak, pendekatan sederhana ini bukan untuk menjustifikasi tujuan undangan Al-Quran, karena Al-Quran mengajak pembacanya untuk mengamati ketertiban dan keteraturan alam semesta yang hal ini untuk mengekspresikan tujuan dari memahami realitas yang berada di luar dunia fisik. Undangan untuk mengamati alam fisik sering diikuti perintah tegas ketertiban dan keteraturan alam semesta adalah tanda kehadiran satu-satunya Pencipta. Ketertiban kosmos adalah bukti kemahakuasaan, kekuasaan, dan kebijaksanaan Tuhan.
Deskripsi Al-Quran tentang dunia memainkan peran sentral sehingga memunculkan kosmografi yang berbeda dalam pemikiran Islam. Kosmografi ini menggambarkan fitur utama dari kosmos yang dikembangkan melalui sebuah proses kompleks yang melibatkan berbagai aliran pemikiran, termasuk menerjemahkan karya filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab, interaksi antara berbagai sekolah pemikiran dalam tradisi filsafat Islam, perdebatan teologis tentang Allah, sifat-sifat-Nya, hubungan-Nya dengan dunia, dan masalah serupa lainnya dari dinamika internal masyarakat Muslim yang banyak muncul sebelum gerakan terjemahan. Isu-isu ini tidak hanya berupa pertanyaan-pertanyaan intelektual yang timbul dari penafsiran Al-Quran tapi juga berdimensi politis, teologis, dan sosial. Perdebatan mengenai pertanyaan-pertanyaan ini memunculkan berbagai sekolah pemikiran yang secara garis besar dapat dibagi menjadi dua sekolah utama: Mu`tazilah dan Asy`ariyah, keduanya tertarik dalam kosmologi dan merumuskan suatu teori yang menyeluruh tentang penciptaan. Secara umum, diakui bahwa alam fisik yang eksis dalam skema besar penciptaan mencakup berbagai tingkat eksistensi, termasuk nonfisik, dan hal ini tidak dapat dipisahkan dari konteks tersebut. Kosmografi sebagaimana gambaran para Sufi bahwa dunia fisik memiliki tingkatan-tingkatan wujud dan eksistensi tertentu.
Kosmografi yang muncul dalam pemikiran Islam setelah gerakan terjemahan didominasi oleh perdebatan atas pertanyaan tentang keabadian dunia atau penciptaannya ex nihilo dalam waktu. Arus utama perdebatan dalam pemikiran Islam mengenai masalah penciptaan dan keabadian terjadi antara filsuf Helenis Muslim dan lawan-lawannya yang disebut para pemikir ortodoks, dan seluruh perdebatan yang muncul telah keluar dari krisis yang dihasilkan oleh gerakan terjemahan. Pada kenyataannya, hal ini jauh lebih bernuansa. Misalnya, secara kosmografi dunia fisik terbagi menjadi daerah celestial dan terrestrial, sama seperti pendapat Aristoteles, tapi hal ini tidak berarti mencakup penerimaan segala hal tentang pemikiran Aristoteles. Bahkan filsuf Islam yang paling Helenis (Ibn Sina dan Ibn Rusyd) telah mengubah konsep kosmos dan keabadiannya dari Aristoteles, meskipun mereka menerima keabadian dunia.
Modifikasi kosmos Aristotelian ini bukan hanya cara yang cerdas dari pengulangan hal yang sama. Misalnya, substansi alam fisik yang sebenarnya, dipahami oleh Aristoteles sebagai “materi” dari sebuah abstraksi yang hanya bisa dicapai melalui eksperimen pikiran. Dalam buku Metaphysics, dia menyatakan bahwa substansi adalah “yang tidak didasarkan kepada subjek, tapi semua didasarkan atasnya”. Pernyataannya itu sendiri tidak jelas, dan selanjutnya pada pandangan ini, materi menjadi substansi. Karena jika hal ini tidak menjadi substansi, maka kita akan mengalami kesulitan untuk mengatakan apa yang selain itu. Ketika semuanya diambil, jelas yang tersisa hanya materi. Elemen lain berupa rasa, produk, kapasitas tubuh, panjang, luas, dan tinggi; semuanya adalah kuantitas dan bukan substansi. Kuantitas bukanlah substansi; tetapi substansi merupakan derajat utama atas kandungannya. Ketika sifat panjang, luas, dan tinggi dikeluarkan, tidak ada yang tersisa kecuali yang dibatasi oleh hal tersebut, apa pun bisa; dengan demikian materi sendiri yang menjadi substansi. Adapun materi yang saya maksud adalah kandungannya sendiri di luar yang lain, bukan dalam hal tertentu atau bukan jumlah tertentu atau bukan kategori yang ditentukan oleh yang lain.
Deskripsi ini diserang sejak pertengahan kedua pada abad kedelapan. Misalnya, Jabir bin Hayyan menyatakan konsepsi materi ini hanya “omong kosong”, ada keraguan dalam tradisi Plotinus, dia menyebutnya “bayangan hanya atas bayangan”: [Anda percaya] itu bukan tubuh, tidak ada predikat apa pun yang didasarkan kepada tubuh. Hal ini sebagaimana klaim Anda, bentuk sesuatu tidak dibeda-bedakan dan elemen dari objek yang diciptakan. Sebagaimana Anda katakan, gambaran ini [entitas], hanya eksis dalam imajinasi dan tidak mungkin memvisualisasikannya sebagaimana entitas didefinisikan. Semua ini adalah omong kosong.
Demikian pula mengenai materi prima-nya Aristoteles yang dianggap kekal dan tidak dapat dihancurkan, tidak diterima dalam tradisi Islam oleh mayoritas filsuf-ilmuwan. Bahkan, pada pengamatan yang lebih seksama kita menemukan banyak kesamaan antara tradisi kosmologi Aristotelian dan skema kosmologis Islam tetapi tidak mendasar; sebenarnya ada perbedaan yang mendalam di antara ide-ide mendasar dari dua tradisi ini. Seperti terlihat sebelumnya, para filsuf yang menerima keabadian dunia menurut Aristoteles tetapi tidak menerima sistem Aristotelian secara totalitas, melainkan mereka membuat skema konseptual yang sama sekali baru. Pada kasus ini, Ibnu Sina dapat dijadikan contoh. Kita akan membahas ide-idenya bersama dengan penolakan terhadap Aristotelian oleh para ilmuwan lain dalam pembahasan khusus.
Justifikasi adanya ‘pertempuran’ habis-habisan antara filsuf dan teolog melemah, karena meskipun banyak filsuf Muslim percaya pada kekekalan dunia ini (pengaruh Aristoteles) ada juga pengecualian. Al-Kindi—yang secara universal diakui sebagai filsuf Muslim pertama—menolak keabadian materi dan alam semesta, meskipun di pikirannya ada pengaruh dari Aristoteles dan Plotinus. Dalam risalahnya yang berjudul On First Philosophy, Al-Kindi menggunakan kata ibda` (yang berarti “memulai sesuatu dari ketiadaan”) untuk menunjukkan penciptaan ex nihilo. Al-Kindi juga mengembangkan tiga argumen mengenai penciptaan alam semesta:

a)      Argumen mengenai ruang, waktu, dan gerak.
b)      Argumen mengenai komposisi, dan
c)      Argumen mengenai waktu.


B.     AYAT-AYAT YANG MENUNJUKKAN PENCIPTAAN ALAM SEMESTA DAN PENAFSIRANNYA

Dalam meruntut pembicaraan al-Qur’an tentang Kosmologi, pemakalah dalam penentuan ayat- ayat yang terkait, mengambilnya dari konsep yang ditawarkan Achmad Baiquni tentang penciptaan alam semesta dalam bukunya Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman. Karena pembahasannya sejalan dengan pengetahuan Kosmologi modern. . Ayat-ayat al-Qur’an yang terkait dengan penciptaan alam semesta itu adalah:
1.      QS. al-Anbiya’/21: 30                            
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? QS. al-Anbiya’/21: 30.
Tema sentral QS. al-Anbiya’ adalah tentang kenabian. Ia dawali dengan uraian tentang dekatnya hari kiamat dan keberpalingan manusia dari ajakan kebenaran. Ayat ini termasuk dalam pengelompokan ayat (ayat 21-33 QS. al-Anbiya’) yang berbicara tentang bukti keesaan Allah dan kuasa-Nya. Setelah pada ayat sebelumnya mengemukakaan tentang berbagai argumen tentang keesaan Allah baik yang bersifat aqli maupun naqli; yakni yang bersumber dari kitab-kitab suci, maka kini kaum musyrik diajak untuk menggunakan nalar mereka guna sampai pada kesimpulan yang sama dengan apa yang dikemukakan itu.Kata ratqan dari segi bahasa berarti terpadu atau tertutup sedang fafataqnaahumaa terambil dari kata fataqa yang berarti terbelah/ terpisah. Ibnu ‘Abbas menyatakan lalu Allah memisahkan keduanya dan Dia mengangkat langit ke posisi di mana ia berada sedang Bumi tetap pada tempatnya. Ka’ab mengatakan bahwa Allah menciptakan langit yang padu lalu Ia menciptakan uadara yang dihembuskan ke tengh-tengah keduanya sehingga keduanya terpisah.
Langit itu dikatakan ratqan apa bila tidak turun hujan dan bumi dikataka ratqan bila tidak ada retakan. Lalu Allah memisahkan keduanya dengan air dan tumbu-tumbuhan yang menjadi rezki bagi manusia.Firman Wa ja’alnaa min al-ma-i kull syay-i hayy ada yang memaknainya dalam arti segala yang hidup membutuhkan air, atau pemeliharan kehidupan segala sesuatu adalah dengan air, atau kami jadikan cairan yang terpancar dari shulbi (sperma) segala yang hidup yakni dari jenis binatang. Sebagian mufassir mengartikannya termasuk di dalamnya tumbuh-tumbuhan dan pohon yang tumbuh karena ada air yang menjadikannya subur, hijau dan berbuah.Ayat di atas mengisyaratkan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan padu. Alam yang padu itu lalu dipisahkan oleh Allah. Namun al-Qur’an tidak menjelaskan kapan dan bagaimana terjadinya pemisahannya itu.
2.      QS. Adz-Dzariyat/51: 47
Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan Sesungguhnya kami benar-benar berkuasa. QS. Adz-Dzariyat/51: 47 Tema utama QS Adz-Dzariyat adalah uraian tentang hari kiamat yang dibuktian antara lain dengan membuktikan keesaan Allah. Ayat di atas termasuk kelompok ayat 38- 51 QS. Adz-Dzariyat) yang membuktikan keesaan Allah dengan tokoh sentralnya nabi Musa.
Menurut al-Biqa’i ayat yang sebelumnya menegaskan bahwa siksa yang menimpa generasi yang terdahulu bersumber dari atas langit. Boleh jadi ada yang menduga bahwa hal tersebut disebabkan karena kerusakan yang terjadi pada ciptaan Allah—di langit itu. Ayat ini menampik dugaan tersebut sambil menegaskan kekokohan dan kuatnya ciptaan Allah itu. Kata ayd bentuk jamak dari yad/ tangan. Banyak ulama yang mengartikannya kuasa dan ada juga yang mengartikannya nikmat. Maha luas Kuasa serta Maha luas Nikmat-Nya. Kalimat wa innaa lamuusi’uun/ sesungguhnya kami benar- benar maha Luas difahami oleh al-Biqa’i dengan pengertian maha Kaya lagi maha Kuasa tanpa batas. Terambil dari kata wus’u yakni kemampuan.
Komentar tim pengusun Tafsir al-Muntakhab yang terdiri dari pakar Mesir kontemporer bahwa ayat ini mengisyaratkan beberapa isyarat ilmiah. Antara lain, Allah menciptakan alam yang luas ini dengan kekuasaan-Nya. Dia maha Kuasa atas segala sesuatu. Kata sama’ berarti segala sesuatu yang berada di atas dan menaungi. Maka segala sesuatu yang ada di sekitar benda langit dan tata surya di sebut sama’. Alam raya kita amat luas, lalu mengartikan wa innaa lamuusi’uun/ sesungguhnya kami benar- benar maha meluaskan (yakni alam raya ini) menunjukkan hal itu. Artinya, kami meluaskan alam itu sebegitu luasnya semenjak diciptakan. Ayat tersebut juga menunjukkan bahwa meluasnya alam ini terus berlangsung sepanjang masa.
3.      QS. Al-Fush-shilat/41: 9.
Katakanlah: "Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam". QS. Al-Fush-shilat/41: 9
Tema utama QS. Al-Fush-shilat adalah pembuktian tentang kebenaran al-Qur’an, bantahan terhadap kepercayan kaum musyrikin serta ancaman terhadap mereka. Dan tuntunan kepada nabi bagaimana menghadapi mereka. Ayat sebelumnya berisikan kecaman terhadap orang musyrikin, baik karena sikap mereka menyekutukan Allah, keniscayaan kiamat dan kedurhakaan lainnya. Ayat ini menjelaskan betapa buruknya sikap tersebut sekaligus memaparkan betapa kuasanya Allah. Firman-Nya latakfuruwna/ kamu kafir terkait dengan beberapa persoalan, antara lain: pernyataan mereka bahwa Allah tidak sanggup membangkitakan kembali orang yang telah meninggal, mempertanyakan tentang kerasulan nabi Muhammad dan pernyataan mereka bahwa Allah punya anak. Dan Perbuatan menyekutukan Allah itu merupakan perbuatan aniaya yang besar (zulmun kabiirun).
4.      QS. Al-Fush-shilat/41: 10
Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. dia memberkahinya dan dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. QS. Al-Fush-shilat/41: 10 Allah menciptakan bumi serta memperindahnya. Juga menciptakan gunung yang kukuh di atasnya agar bumi yang terus berotasi itu tidak oleng. Dan ia melimpahkan aneka kebajikan sehingga ia berfungsi sebaik mungkin da dapat menjadi hunian yang nyaman buat manusia dan hewan. Serta menentukan kadar makanan- makanan untuk para penghunyinya. Semua itu telaksana dalam empat hari; dua hari untuk penciptaan bumi dan dua hari untuk pemberkahan dan penyiapan makanan bagi para penghuninya.Kata qaddara berarti memberi kadar, yakni kualitas, kuantitas cara dan sifat-sifat tertentu sehingga dapat berfungsi dengan baik. Dapat juga berarti memberinya potensi untuk menjalankan fungsi yang ditetapkan Allah bagi masing-masing. Kata aqwat merupakan bentuk jama’ dari kata qut yang pengertiannya mencakup makna pemeliharaan dan pengawasan Allah, sehingga penentuan kadar qut ini tidak hanya menyangkut makanan jasmani tetapi mencakup pengaturan Allah terhadap bumi yang menjadi hunian manusia. Sebagai contoh terkait gaya Gravitasi Bumi sehingga ia berputar/rotasi pada garis edarnya dan. Gaya Gravitasi benda-benda langit ini melindunginya juga untuk tidak melenceng dari garis edarnya sehingga tidak saling bertabrakan. Dan wa qaddara fiyhaa menurut Muhammad ibn Ka’ab menentukan makanan bagi tubuh sebelum penciptaannya. Mujahid mengatakan Allah menentukan makanan dari hujan, yang dimaksud di sini makan untuk Bumi bukan untuk penduduknya.
Di antara bukti-bukti tentang keesaan dan kemahakuasaan Allah itu ditegaskan dalam al-Qur’an tentang penciptaan alam semesta yang begitu hebat pengaturan, begitu menakjubkan, begitu luar biasa indah… semua itu tentu petunjuk adanya yang Mahaesa, Maha Pencipta; Allah Subhanah wa Ta’ala. Demikian juga dengan ayat tentang penciptaan alam yang madaniyah, karena di antara kandungan ayat madaniyah adalah sikap terhadap orang kafir, musyrik dan ahl al-kitab. Itulah gambaran kandungan ayat-ayat tentang penciptaan alam semesta dalam kerangka di atas.
Berikut tathbiq (meminjam istilah M Quraish Shihab) Achmad Baiquni terhadap ayat-ayat yang terkait dengan penciptaan alam semesta:
1)      Pada saat penciptaan (sekitar 12 milyar tahun yang lalu), langit (ruang waktu) dan bumi (ruang materi), yang semula padu (dalam titik singularitas fisis), dipisahkan (ketika keluar dari padanya) QS. Al-Anbiya’/21: 30.
2)      Dalam pembangunan langit (ketika ruang waktu keluar dengan ledakan yang dahsyat dari titik singularitas) dilibatkan kekuatan yang tiada taranya (sehingga terjadi gejala inflasi), yang kemudian diekspansikan (sebagaimana ia tampak kini sebagai sebagai universum yang mengembang) QS. Adz-Dzariyat/51: 47
3)      Pada pendinginan yang sangat cepat (sebagai akibat inflasi tercapai keadaan “kelewat dingin”) dan terjadi transisi fase, yang menyebabkan materialisasi energi secara berangsur, (bersamaan dengan terciptanya alam-alam lain di samping kita): materi yang muncul sebagai fase kedua sedangkan energi adalah fase pertamanya QS. Al-Fush-shilat/41: 9
4)      Dengan adanya energi materi dalam ruang alam, maka dimunulkanlah spin partikel sub nuklir, elektron, foton, dan lainnyasebagai gerak pusaran serta ditetapkannya satu muatan-muatan yang merupakan sumber kekuatan atau gaya (gravitasi, nuklir kuat, nuklir lemah, dan listrik magnet) dalam empat tahapan QS. Al-Fush-shilat/41: 1
5)      Sementara itu, ketika langit (ruang alam) penuh “embunan” (sebagai akibat dari inflasi, sehingga energi berubah menjadi materi). Allah mengundangkan segala peraturan yang ditaati ruang dan materi (sebagai hukum alam yang mengendalikan sifat dan kelakuan jagad raya) QS. Al-Fush-shilat/41: 11
6)      Allah menjadikan tujuh langit (ruang alam) dalam dua tahap, (pada saat inflasi dan sesudahnya) dan menetapkan hukum-hukum alam yang berlaku di dalamnya. Serta menghiasi langit dunia dengan pelita-pelita (dalam bentuk bintang, bulan, mata hari dan sebagainya) serta menjaganya ( dengan memberikan atmosfer, lapisan ozon dan sebagainya) QS. Al-Fush-shilat/41: 12
7)      Allah-lah yang menciptakan tujuh langit (ruang alam) dan tujuh Bumi padanannya (atau materi masing-masing alam yang di dalam ayat tersebut dinyatakan memiliki hukum mereka masing-masing yang tidak perlu sama) QS. Ath- Thalaq/65 : 12
8)      Allah menciptakan langit (ruang alam) serta bumi (materi alam) dan apa saja yang berada di antaranya dalam enem priode atau tahapan, sambil menegakkan pemerintahan-Nya. (tahap inflasi dan tahap ekspansi ruang alam yang sesuai dengan tahap energi dan tahap materialisasi yang diikuti tahap penciptaan interaksi gravitasi, nuklir kuat, nuklir lemah dan elektromagnetik) QS. al-Sajdah/ : 4
9)      Dia menciptakan langit (ruang alam) serta bumi (materi alam) dalam enam tahapan sementara itu telah ditegakkan pemerintahan-Nya pada materi yang bersifat fluida (atau segal peraturan atau hukum alam-Nya telah efektif pada seluruh makhluk-Nya, yang pada waktu itu masih berujud zat alir yang sangat rapat dan sangat panas) QS. Hud/11: 7
10)   Allah menahan alam semesta untuk tidan “mbedal” dan untuk tidak mengembang terus tanpa henti QS. Fathir/35: 41
11)   Allah akan mengecilkan kembali jagad raya seperti sedia kala, ketika jagad raya diciptakan pada awalnya, yang menjamin bahwa alam kita bersifat tertutup (closed universe) QS. al-Anbiya’/21: 104


3.      ANTROPOLGI EKONOMI ISLAM
Secara harfiah, dalam bahasa yunani, kata Antropos berarti manusia dan logos berarti studi, sehingga antropologi merupakan suatu disiplin ilmu yang berdasarkan rasa ingin tahu tentang manusia (R.Ember & Melvin Ember, 1996: 1). Suatu segi yang menonjol dari ilmu antropologi ialah pendektan secara menyeluruh yang dilakukan terhadap manusia, tidak hanya mempelajari beragam jenis manusia, mereka juga mempelajari aspek dari pengalaman-pengalaman manusia.[2]
Salah satu ajaran dalam Al-Qur’an yang nampaknya tidak mendapat cukup banyak perhatian ialah yang berkenaan dengan aspek-aspek antropologis.[3]
Dalam Al-Qur’an ada tiga daya rohaniah yang menjadi sarana untuk memahami suatu kebenaran, yaitu pikiran, akal, dan hati nurani. Ketiganya dipakai dalam konteks dan kapasitas yang berbeda.[4]
Dalam kegatan eonomi dan bisnis, faktor manusia sangatlah penting karena manusia disamping sebagai subyek ekonomi dan bisnis jua menjadi obyeknya. Sebagai subyek manusia berperan sebagai pencipta sekaligus sebagai pelaku, baik sebagai pengusaha atau karyawan yang terlibat dalam berbagai aspek kegiatan ekonomi dan bisnis. Sebagai objek, manusia berperan sebagai konsumen maupun obyek pemasaran dari suatu produk.[5]
Karena itu, kegiatan ekonomi dan bisnis akan ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya[6], dan dalam proses pemahamannya menggunakan suatu sarana rohaniah dengan kata sebutan pikiran[7]. Dalam ekonomi islam, perlu penjelasan tentang konsep manusia karena dari kejelasan konsep manusia, bisa dikembangkan konsep ekonomi islam[8]. Dalam menghadapi persoalan kemanusiaan yang semakin kompleks, filsafat dan agama pada hakikatnya merupakan tuntutan dari realitas kehidupan itu sendiri dan sangat diperlukan[9]
Tanpa dasar filsafat manusia dalam islam, rasanya penjelasan tentang ekonomi islam tidak memperoleh dasar pemikiran yang konkret.

A.     Visi Tauhid Manusia
Sebenarnya pandangan islam terhadap realitas yang ada bersifat tauhid, yaitu tunggal dan integral, baik dalam pandangan teologi, kosmologi maupun antropologi.
Dalam Al-Qur’an manusia disebut an-nafs yaitu diri pribadi, keakuan, ego, atau self. Hubungan manusia dengan tuhan adalah hubungan antara dua nafs, sebagaimana dikatakan dalam Al-Qur’an[10] :
øŒÎ)ur tA$s% ª!$# Ó|¤ŠÏè»tƒ tûøó$# zNtƒótB |MRr&uä |Mù=è% Ĩ$¨Z=Ï9 ÎTräσªB$# uÍhGé&ur Èû÷üyg»s9Î) `ÏB Èbrߊ «!$# ( tA$s% y7oY»ysö6ß $tB ãbqä3tƒ þÍ< ÷br& tAqè%r& $tB }§øŠs9 Í< @d,ysÎ/ 4 bÎ) àMZä. ¼çmçFù=è% ôs)sù ¼çmtGôJÎ=tæ 4 ãNn=÷ès? $tB Îû ÓŤøÿtR Iwur ÞOn=ôãr& $tB Îû y7Å¡øÿtR 4 y7¨RÎ) |MRr& ãN»¯=tã É>qãäóø9$# ÇÊÊÏÈ  
Artinya : “dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putera Maryam, Adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan selain Allah?". Isa menjawab: "Maha suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). jika aku pernah mengatakan Maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui perkara yang ghaib-ghaib (Qur’an 5:116)"[11].
Setiap manusia mempunyai beban kewajiban sesuai dengan kemampuan dirinya karena tuhan tidak pernah membebani manusia diluar kemampuannya, dan manusia tidak pernah dizalimi oleh Tuhannya. Manusia hanya bertanggungjawab atas perbuatannya sendiri, tidak bertanggung jawab atas perbuatan lainnya.


B.     Monodualisme Unsur Teos dan Kosmos
Monodualisme manusi adalah suatu pandangan adanya kesatuan diri manusia yang berasal dari dua unsur, seperti kesatuan jasmani dan rohani, juga kesatuaan dunia dan akhirat. Termasuk dalam pandangan monodualisme adalah kesatuan teos dan kosmos dalam diri manusia. Unsur kosmos dijelaskan dalam al-Qur’an berikut[12] :
uqèd Ï%©!$# Nà6s)n=s{ `ÏiB 5>#tè? §NèO `ÏB 7pxÿõÜœR §NèO ô`ÏB 7ps)n=tæ §NèO öNä3ã_̍øƒä WxøÿÏÛ §NèO (#þqäóè=ö7tFÏ9 öNà2£ä©r& ¢OèO (#qçRqä3tFÏ9 %Y{qãŠä© 4 Nä3ZÏBur `¨B 4¯ûuqtGム`ÏB ã@ö6s% ( (#þqäóè=ö7tFÏ9ur Wxy_r& wK|¡B öNà6¯=yès9ur šcqè=É)÷ès? ÇÏÐÈ  
Artinya : “Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya) (Qur’an 40:67).[13]
Manusia dijadikan makhluk hidup, dan kehidupan menurut Al-Qur’an dimulai dari Air. Dengan air, tuhan menghidupkan bumi yang mati menjadi hidup. Semua binatang juga dijadian hidup dari air. Setelah jasad atau tubuh manusia diciptakan dari tanah dalam berbagai bentuknya, maka kehidupan manusia bermula dari air dan setelah bentuk dan kehidupan berlangsung dengan baik, maka tuhan berikan bentuk yang sempurna. Setelah bentuk yang sempurna itu terwujud, bersujudlah malaikat kepadanya.

C.     Monodualisme Fungsi Abd dan Khalifah
Monodualisme manusia itu bukan hanya monodualisme dari unsur teos dan kosmos tetapi juga monodualise fungsi sebagai “abdun” hamba Allah, dan “Khalifatullah fil Ardli” yaitu wakil tuhan di muka bumi. Disamping fungsi manusia sebagai khalifah, manusia juga memikul beban sebagai hamba tuhan, abd minallah atau abdullah. Jika dasar khalifah adalah kemampuan kreatif yang bersifat konseptual, maka seorang abdun pada dasarnya adalah ketaatan, kepatuhan atau ketundukan yang sifatnya moralitas spiritual sebagaimana yang dijelaskan Al-Qur’an berikut :
bÎ) @à2 `tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur HwÎ) ÎA#uä Ç`»uH÷q§9$# #Yö7tã ÇÒÌÈ  
Artinya : ”tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.”
Karena itu, tugas khalifa dalam penciptaan harus didasarkan pada fungsinya sebagai abdun yaitu patuh, taat dan tunduk pada hukum-hukum tuhannya baik yang ada dalam diri sendiri maupun yang ada di alam semesta.
D.     Monopluralisme Teos, Kosmos dan Kebudayaan
Manusia adalah makhluk tuhan yang paling kompleks dan unik. Secara ontologis kebudayaan memang ada karena kberadaan manusia. Jika manusia tidak ada, maka dipastikan kebudayaan tidak ada. Karena itu, manusia sebagai makhluk monopluralisme terbentuk dari unsur teos, kosmos dan kultur. Dalam pertumbuhannya, manusia dibentuk oleh kebudayaan dengan diajarkan untuk menghargai orang tuanya karena mereka yang membesarkannya. Melalui proses mengenal antara satu dengan yang lain dengan baik, diharapkan manusia dapat membangun suatu kerjasama untuk kebaikan dan kesejahteraan bersama.
Antropologi ekonomi islam juga menekankan adanya prinsip monoprularisme dalam kegiatan ekonomi yang multidimensional sehingga problem ekonomi seperti kesejahteraan, keadilan dan kemiskinan tidak dapat dipecahkan oleh pendekatan tunggal keilmuan atau persial saja. Multipluralisme ekonomi islam juga mencerminkan adanya kegiatan ekonomi yang amat luasdalam berbagai aspek kehidupannya dan dalam berbagai lapangan hidupnya, baik disektor keuangan, perdagangan, perkebunan, kelautan, industri pendidikan dan keagamaan, serta pengelolaan lingkungan hidup, jasa dan informasi.[14]



















BAB III
PENUTUP

3.1       SIMPULAN
Dari uraian penafsiran para mufassir di atas dan penjelasan (tathbiq) para ilmuan dapat kita tarik benang merah berikut. Para mufassir mencoba menjelaskan ayat-yat tentang penciptaan alam semesta tersebut berdasarkan pada aspek kebahasaan al-Qur’an, penjelasan hadis Rasulullah, penjelasan para sahabat nabi, munasanah ayat, asbab an-nuzul, pendekatan ilmiah dan aspek-aspek lainnya.
M. Quraish Shihab dalam menjelaskan ayat- ayat kauniyah memasukkan juga pendekatan ilmiah dalam tafsir al-Mishbah demikian Fakhr ad-Din ar-Razi dalam tafsir Mafatih al-Ghaib. Bedanya penjelasan Quraish Shihab agak lebih terperinci sedangkan penjelasan Fakhr ad-Din ar-Razi lebih sederhana.
Hal ini tentu saja sangat terkait dengan penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan di masa hidup mereka.Di dalam ayat-ayat yang telah dijelaskan sebelumnya terdapat konsep-konsep yang sulit dipahami jika tidak ditopang oleh penjelasan ilmu kosmologi modern. Seperti konsep sama’, ardh, al-ma’, ad-dukhan, ‘arsy, rawasyi, dan aqwat. Perlu penjelasan lebih lanjut terhadap konsep-konsep di atas. Inilah tugas para ahli kosmologi modern.Hal ini terkait juga dengan tujuan diturunkannya al-Qur’an sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia. Bukan hanya tertuju untuk orang- orang yang terdahulu dari kita. Tapi bagi kita yang hidup di zaman sekarang dan insya Allah mereka yang hidup setelah kita. Tentu saja pemahaman terhadap al-qur’an ini disesuaikan dengan tingkat pengetahuan masing-masingnya. Agar al-Qur’an itu benar-benar menjadi petunjuk dalam kehidupan.
Banyak kebenaran ilmiah yang dipaparkan al-Qur’an, tujuan pemaparan ayat-ayat tersebut untuk menunjukkan kebesaran Allah dan ke-Esaan-Nya. Serta mendorong manusia seluruhnya untuk melakukan observasi dan penelitian demi lebih menguatkan iman dan kepercayaan kepada-Nya




DAFTAR PUSTAKA

Baiquni, Achmad, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996, Cet. Ke-1
Konsep- Konsep Kosmologi , media.isnet.org
Kosmologi Islam: Dari Literatur ke Sains, Febdian.net Manzur, Ibnu, TTh, Lisan al-  ‘Arab, Jilid 3, TTp: Dar al-Ma’arif

























[1] Musa Asy’arie, Filsafat Ekonomi Islam, (Yogyakarta:Lembaga Studi Filsafat Islam, 2015), hlm.63-65
[2]
[3]
[4] Musa Asy’arie, Filsafat Ekonomi Islam, (Yogyakarta:Lembaga Studi Filsafat Islam, 2015), hlm.79
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10] Musa Asy’arie, Filsafat Ekonomi Islam, (Yogyakarta:Lembaga Studi Filsafat Islam, 2015), hlm.80
[11] Al-Qur’an Surat Al-Maidah : 116
[12] Musa Asy’arie, Filsafat Ekonomi Islam, (Yogyakarta:Lembaga Studi Filsafat Islam, 2015), hlm.87
[13] Al-Qur’an Surat Al-Mu’min : 67
[14] Musa Asy’arie, Filsafat Ekonomi Islam, (Yogyakarta:Lembaga Studi Filsafat Islam, 2015), hlm.107

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi

MAKALAH PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Makro Islam Dosen Pengampu: Ahmad Syukron, M. EI Penyusun: Kelas: G JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ISLAM PEKALONGAN TAHUN 2018 KATA PENGANTAR             Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini, materi yang dibahas adalah “Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi” . Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah kami.             Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah waw...

Makalah Kaidah Fikih الأموربمقاصدها (al-umuuru bimaqaashidiha)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A.      Latar B elakang ....................................................................................... 1 B.      Rumusan M asalah .................................................................................. 2 C.      Tujuan dan M anfaat ................................................................................ 2 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3 A.      Makna Kaidah Fikih الامور بمقاصدها ....................................................... 3 B.      ...

Makalah Konsep Dasar Fiqh Muamalah

TUGAS MAKALAH KONSEP DASAR FIQIH MUAMALAH Makalah I ni D isusun U ntuk M emenuhi T ugas Fiqih Muamalah Dosen Pengampu : Ahmad Syukron, M.EI O leh   : KELAS : E JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITU T AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN 2019 K ATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah swt atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Ahmad Syukron, M.EI selaku dosen kami dalam Mata Kuliah Fiqih Muamalah dan kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca . U ntuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami , k ami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini . Oleh ...