MAKALAH
Disusun sebagai Salah Satu Tugas
Semester Ganjil untuk Mata Kuliah Ulumul Hadis
“Ilmu Hadis dan Cabang-Cabangnya”

Kelompok VI
Nama
Anggota:
1. Fifi Fatmawati (4117121)
2. Aminah
Fatmasari (4117122)
3. Jamiatun Intania (4117123)
4. Nur Aviana (4117124)
5. Yustika Ria Pratiwi (4117125)
Dosen
Pengampu:
Muhammad
Khoirul Umam,
M. S. I.
JURUSAN
EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
IAIN PEKALONGAN
TAHUN 2017/2018
Kata
Pengantar
Puji syukur ke hadirat Allah swt sebab dengan rahmat dan karunia-Nya, kami dapat
melaksanakan tugas tanpa adanya suatu halangan apapun. Kami menyadari bahwa
makalah yang kami susun belumlah mencapai tahap yang sempurna.
Tak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu
Bapak Muhammad Khoirul Umam M. S. I yang telah membimbing dan mengarahkan kami selama ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya
bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Kami berharap semoga makalah tentang ilmu
hadis dan cabang-cabangnya bermanfaat bagi pembaca. Amin.
Pekalongan, 20 September 2017
Penulis,
DAFTAR ISI :
Kata Pengantar .............................................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang............................................................................................................................... 1
Rumusan Masalah........................................................................................................................... 1
Tujuan ........................................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Ilmu Hadis .............................................................................................................. 2
1.
Ilmu Hadis Riwayah.............................................................................................................. 2
a.
Pengertian ilmu hadis riwayah............................................................................................ 2
b.
Objek dan kegunaan ilmu hadis riwayah............................................................................ 3
2.
Ilmu hadis Dirayah
a.
Pengertian ilmu hadis dirayah............................................................................................ 4
b.
Objek dan kegunaan ilmu hadis dirayah............................................................................ 5
2.2
Cabang-cabang Ilmu Hadis....................................................................................................... 5
a.
Ilmu Rijal al-Hadis................................................................................................................ 6
b. Ilmu al-jarh
wa at-Ta’dil....................................................................................................... 6
c. Ilmu Tarikh
ar-Ruwah........................................................................................................... 7
d. Ilmu ‘Ilal
al-Hadis................................................................................................................. 8
e. Ilmu an-Nasikh
wa al-Mansukh............................................................................................. 8
f. Ilmu Asbab
Wurud al-Hadis.................................................................................................. 9
g. Ilmu Garib
al-Hadis............................................................................................................... 9
h. Ilmu
at-Tashif wa at- Tahrif................................................................................................. 10
i. Ilmu
Mukhtalif al-Hadis........................................................................................................ 10
j. Ilmu
Musthalah Ahli Hadis................................................................................................... 11
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan.................................................................................................................................. 12
Saran........................................................................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hingga kini
masih sangat banyak orang yang tidak dapat membedakan antara pengertian hadis
dan ilmu hadis. Yang mana hadis adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi
Muhammad saw, baik berupa perkataan, perbuatan, takrir maupun hal ikhwalnya.
Dalam hadis
terdapat dua ilmu pokok yaitu ilmu hadis riwayah dan ilmu hadis dirayah. Dalam hadis
yang diriwayatkan umumnya disandarkan kepada Nabi Muhammad saw daripada para
sahabat dan tabi’in. Sedangkan yang diriwayatkan harus memenuhi beberapa syarat
riwayah, apakah sanad-sanadnya muttasil(sambung) atau inqhita’ (terputus), atau
I’dhal atau yang serupa dengannya. kajian analisis dalam ilmu hadis dirayah kedudukannya
bagi matan-matan hadis sama seperti tafsir bagi Al-quran, atau hokum-hukum yang
berpangkal pada beberapa peristiwa. Pada mulanya, pembahasan yang menyangkut
ilmu hadis dirayah sangat beragam. Akibatnya, timbulah beberapa ilmu dan
cabang-cabang hadis yang bertalian dengan kajian analisis itu, dan semuanya
terangkum dalam satu nama, yakni “ilmu hadis”. Yang akan kami bahas dalam
makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1.
Apa pengertian Ilmu Hadis Riwayah.
2.
Apa pengertian Ilmu Hadis Dirayah.
3. Apa saja cabang-cabang
Ilmu Hadis.
C.
Tujuan
Tujuan dari penulisan
makalah ini adalah:
1.
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadis.
2.
Untuk mengetahui pengertian Hadis Riwayah dan Dirayah.
3.
Untuk mengetahui Cabang-cabang Ilmu Hadis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Ilmu Hadis
Kata “ilmu
hadis” merupakan kata serapan dari bahasa arab, “ilmu al-hadis” , yang terdiri
atas dua kata, yaitu “ilmu” dan “hadis”. Jika mengacu pada pengertian hadis,
berarti ilmu pengetahuan yang mengkaji atau membahas tentang segala yang
disandarkan kepada Nabi saw., baik berupa perkataan, perbuatan, takrir maupun
lainnya, maka segala ilmu yang membicarakan masalah hadis pada berbagai aspeknya
berarti termasuk ilmu hadis.[1] Secara
terminogis, ulama mutaqaddimin merumuskannya bahwa ilmu hadis ialah:
عِلْم
يُبْحَثُ فِيْهِ عَنْ كَيْفِيَتِ اتُّصاَلِ الأَحاَ ديْثِ بالرَسُؤلِ اللّه صَلَي
اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حَيْثُ مَعْرِفَةِ الأَ حْوَالِ رُوَاتِهَا
وَظَبْطٍ وَعَدَلَةٍ وَمِنْ حَيْثُ كَيْفِيَةٍ السَّنَدِاتصَا لاًوَانْقِطَاعًا
“Ilmu pengetahuan yang
membicarakan tentang cara-cara persambungan hadis sampai kepada Rasul saw dari
segi hal ikhwal para perawinya yang menyangkut ke-dhabit-an dan
keadilannya dan dari bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya.”[2]
Menurut Izz
ad-din bin Jama’ah ilmu hadis ialah ilmu tentang ketentuan atau akidah untuk
mengetahui menjadi pokok pembahasan dan ilmu ini ialah sanad dan matan.[3]
Pada
perkembangan berikutnya dipergunakan definisi salah satu bagian dari ilmu hadis
oleh ulama mutaakhirin. Secara global, ruang lingkup pembahasan ilmu hadis
mencakup dua bagian, yaitu : ilmu hadis riwayah dan ilmu dirayah. [4]
- Ilmu Hadis Riwayah
a.
Pengertian ilmu hadis
riwayah
Yang di maksud dengan ilmu hadis riwayah, ialah :
عِلْمٌ
يَشْتَمِلُ عَلَى أقْوَالِ النَّبِيَّ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَأَفْعَالِهِ وَرِوَايَتِهَا وَظَبْطِهَا وَتَحْرِيْرِ الْفَاظِهَا
“Ilmu pengetahuan yang mencakup perkataan dan perbuatan Nabi saw.,
baik periwayatannya, pemeliharaannya, maupun penulisan atau pembukuan
lafadz-lafadznya”.[5]
Menurut pendapat
Al-Suyuthi, Obyek ilmu hadis riwayah ialah bagaimana cara menerima,
menyampaikan kepada orang lain, dan memindahkan atau mendewankan.[6] Adapun
faedah mempelajari ilmu hadis riwayah adalah untuk menghindari adanya penukilan
yang salah dari sumbernya yang pertama, yaitu Nabi saw.[7]
Ilmu hadis
riwayah adalah ilmu yang menukilkan segala sesuatu yang di sandarkan kepada
Nabi, baik perkataan, perbuatan, taqrir, ataupun sifat anggota tubuh ataupun
sifat-sifat perangai. [8]
b.
Objek
dan kegunaan ilmu hadis riwayah
Yang menjadi objek ilmu hadis
ini ialah membicarakan bagaimana cara menerima, menyampaikan kepada orang lain,
memindahkan dan men-tadwin-kan hadis.
Dalam menyampaikan dan membukukan hadis hanya disebutkan apa adanya, baik yang
berkaitan dengan matan maupun sanad-nya. Ilmu ini tidak membicarakan
hadis dari sudut kualitasnya seperti tentang sanad (keadilan), syadz (kejanggalan), dan matan (kecacatan).[9]
Adapun kegunaannya untuk
mempelajari ilmu hadis dan menghindari adanya penukilan yang salah. Dari yang
beredar pada umat Islam bisa jadi bukan hanya hadis, melainkan juga ada
berita-berita lain, yang sumbernya bukan dari Nabi atau bahkan sumbernya tidak
jelas sama sekali.[10]
- Ilmu Hadis Dirayah
a.
Pengertian ilmu hadis
dirayah
Istilah ilmu
al-hadis atau disebut juga ilmu Dirayah al-Hadis menurut As-Suyuthi muncul
setelah masa al-Khatib al-Bagdadi yaitu masa Ibn Al-Akhfani. Ilmu ini dikenal
juga dengan sebutan ilmu ushul al-hadis, ulama al-hadis, mustahalah al-hadis,
dan qawaid at-tahdis. Bahkan, ada yang menyebutnya dengan ‘ilmu musthahalah ahli
a’tsar, seperti dikatakan oleh ibn Hajar al-Asqalani.
Secara
terminologis, yang dimaksud dengan ilmu hadis dirayah sebagaimana yang didefinisikan
oleh Muhammad Mahfuzh at-Tirmizi ialah:
قَوَانِيْنٌ
يَدْرِبِهَا أَحْوَالُ السَّنَدِ وَالْمَتَنِ
“Undang-undang atau kaidah-kaidah untuk mengetahui
sanad dan matan.”
Yang
terkandung dalam pengertian diatas ialah segala ketentuan, baik berkaitan
dengan kualitas kesahihannya (sahih, hasan, dan dha’if-nya
hadis), sandarannya (marfu’, mauquf, dan maqthu’-nya), serta
menerima dan meriwayatkannya (kafiyat al-tahmul wa al-ada’), maupun
sifat-sifat dan mendefinisikannya dengan:
عِلْمُ
يُعْرَفُ مِنْهُ حَقِيْقَةُ الرِّوَيَةِ وَشُرُوْتُهَا وَأَنْوَا عُهَا وَاَحْكَا
مُهَا وَحَكَامُهَا وَحَالُ الرُّوَاةِ وَشُرُوْ تُهُمْ وَاَصْنَافُ لَمرِوِيَّاتِ
وَمَا يَتَعَلَّقُ بِهَا
“Ilmu
pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam
dan hukum-hukumnya, serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baik
syarat-syaratnya, macam-macam hadis yang diriwayatkan, dan segala yang
berkaitan dengannya.”[11]
b.
Objek
dan kegunaan ilmu hadis dirayah
Objek ilmu dirayah ialah sanad
rawi dan matan/marwi. Dari sudut diterima (maqbul)
atau ditolaknya (mardud-nya) suatu
hadis. Dari aspek sanad-nya diteliti
tentang keadilan dan kecacatannya, bagaimana mereka menerima dan menyampaikan
hadisnya, secara ittishal as-sanad atau
bersambung tidaknya antara sanad-sanad hadis
tersebut.[12]
Kegunaan mempelajari ilmu hadis
dirayah adalah pertama, dapat
mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadis. Kedua, mengetahui tokoh serta usaha dalam mengumpulkan hadis dan
ilmu hadis. Ketiga, mengetahui
kaidah-kaidah yang dipergunakan para ulama dalam mengklasifikasi hadis lebih
lanjut. Keempat, mengetahui istilah, nilai, dan kriteria hadis sebagai
pedoman dalam menetapkan suatu hukum syarak.[13]
Yang dimaksud
dengan:
·
Haqiqat ar-riwayah artinya penukilan hadis dan penyandraannya kepada
sumber hadis atau sumber berita itu sendiri, yaitu Nabi saw. Syarat-syarat
periwayatan ialah dengan bermacam-macam cara penerimaan qiro’ah (pembacaan),
al-wasiyah (berwasiat), al-ijazah (pemberian izin dari perawi).[14]
·
Syarat-syarat periwayatan ialah penerimaan perawi
terhadap hadis yang akan diriwayatkan dengan bermacam-macam cara penerimaan,
seperti melalui As-Sama’ (pendengaran), Al-Qira’ah (pembacaan), Al-Washiah
(berwasiat), Al-Ijazah (pemberian izin dari perawi).
·
Macam-macam periwayatan ialah membicarakan sekitar
bersambung dan terputusnya periwayatan dan lain-lain.
·
Hukum-hukum periwayatan ialah pembicaraan sekitar
diterima atau ditolaknya suatu hadis.
·
Keadaan para perawi ialah pembicaraan sekitar
keadilan, kecacatan para perawi, dan syarat-syarat mereka dalam menerima dan
meriwayatkan hadis.
·
Macam-macam hadis yang diriwayatkan meliputi
hadis-hadis yang
dapat dihimpun pada kitab-kitab tashnif, kitab tasnid, dan kitab mu’jam.[15]
2.2
Cabang-cabang Ilmu Hadis
Dari ilmu Hadis Riwayah dan Dirayah ini, kemudian pada perkembangan berikutnya, muncullah
cabang-cabang ilmu hadis lainnya, seperti ilmu rijal al-hadis, ilmu al-jarh
wa al-ta’dil, ilmu tarikh al-ruwah, ilmu
ilal al-hadis, ilmu al-nasikh wa al-mansukh, ilmu aasbab wurud al-hadis, dan ilmu
mukhatalif al-hadis. Cabang-cabang
ilmu hadis:
a.
Ilmu
Rijal al-Hadis
Secara bahasa, kata rijal al-hadis, artinya orang-orang di sekitar hadis,
maka kata ilmu rijal al-hadis, artinya
ilmu tentang orang-orang disekitar hadis. Secara terminologis, ilmu rijal al-hadis ialah:
عِلْمٌ يُعْرَ
فُ بِهِ رُوَّاةُ الحَدِيْثِ مِنْ حَيْثُ أَنَّهُمْ رُوَاةٌ لِلْحَدِيْثِ
Ilmu ini sangat penting
kedudukannya, bahwa objek kajian hadis pada dasarnya pada dua hal, yaitu matan dan sanad. Ilmu rijal al-hadis, mempelajari
persoalan-persoalan sekitar sanad.
Ulama yang pertama kali
memperkenalkan dan mempelajari secara serius ilmu ialah al-Bukhari (256 H) dan
dalam thabaqat Ibnu Saad.[17]
Izzad-Bin ibn Al-Atsir atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn al-Atsir
(630 H), ulama abad ketujuh hijriyah, yang berhasil menyusun kitab Usud
Al-Gabah fi Asma ash-Shahabah. Kitab ini memuat uraian tentang para sahabat
Nabi saw. Atau rijal al-hadis pada thaqabah pertama, meskipun didalamnya
terdapat nama-nama yang bukan sahabat.[18]
Apabila dilihat lebih lanjut,
ditemukan adanya dua cabang ilmu hadis lainnya yang dicakup oleh ilmu ini; ilmu
al-jarh wa at-ta’dil dan ilmu tarikh al-ruwah.[19]
b.
Ilmu
al-jarh wa at-Ta’dil
Ilmu
Al-Jarh,
yang secara bahasa berarti
luka, cela atau cacat, dan kata at-ta’dil, artinya mengendalikan atau menyamakan. Maka Ilmu al-jarh wa at-Ta’dil artinya
ilmu tentang kecacatan dan keadilan seseorang.[20]
Secara terminologis, ada dua ulama yang
mendefinisikannya secara terpisah antara istilah al-jarh dan at-ta’dil, dan ada yang secara bersama-sama. Para ahli
hadis mendefinisikan al-jahr dengan:
اَلْجَرْحُ
عِنْدَالْمُحَدِّثِيْنَ الطَعْنُ فِي رَاوِي الحَدِيْثِ بِمَايَسْلُبُ أَوْيحِلُّ
بَعْدَالَتِهِ أَوْضَبْتِهِ
“Jarh
menurut muhadditsin adalah menunjukkan sifat-sifat cela rawi sehingga
mengangkat dan mencacatkan adalah atau ke-dhabit-annya.”[21]
Sedangkan
at-ta’dil
secara bahasa berarti at-taswiyah (menyamakan), menurut istilah
berarti:
وَالتَعْدِيْلُ عَكْسُهُ وَهُوَتَزْكْيَّةُالرَّاوِى
والْحُكْمُ عَلَيَّ بِأَنَّهُ عَدْلٌ أَوْضَابِطٌ
“Ta’dil adalah kebalikan dari jarh, yaitu menilai bersih terhadap seorang
rawi dan menghukumnya bahwa ia adil atau dhabith.”[22]
Ulama
lain mendefinisikan al-jarh dan at-ta’dil dalam satu definisi, yaitu:
عِلْمُ يُبْحَثُ عَنِ الرُّوَاةِ مِنْ حَيْثُ مَا وَرَدَفِي شَأَنِهِمْ
مِمَّايَّشْنِهِمْ أَوْيُزَكِّيْهِمْ بِأَلْفَاظٍ مَخْصُوْصَةٍ
“Ilmu yang membahas tentang para rawi hadis dari segi
yang dapat menunjukkan keadaan mereka, baik yang dapat mencacatkan atau
membersihkan mereka, dengan lafal tertentu.”[23]
Adapun informasi jarh
dan ta’dilnya seorang rawi bisa diketahui melalui dua jalan,[24]
yaitu:
a)
Popularitas para perawi di kalangan para ahli ilmu bahwa mereka dikenal sebagai
orang yang adil.
b)
Berdasarkan pujian atau pen-tajrih-an dari rawi lain yang adil.
c.
Ilmu
Tarikh ar-Ruwah
Ilmu Tarikh ar-Ruwah,
ialah:
اَلْعِلْمُ الَّذِيْ
يُعَرِّفُ بِرُوَاةِ لَحَدِيْثِ مِنَ النَاحِيَةِ الَتِيْ تَتَعَلَّقُ بِرِوَايَ
تِهِمْ لِلْحَدِيْثِ
“Ilmu untuk mengetahui para perawi Hadis yang
berkaitan dengan usaha periwayatan mereka terhadap Hadis.”[25]
Tarikh ar-Ruwah ialah ilmu yang
membahas keadaan rawi berdasarkan pengelompokkan keadaan rawi-rawi tertentu.
Pengkelompokkan tersebut didasarkan atas segi umurnya, gurunya, dan lain
sebagainya.[26]
Ilmu tarikh al-ruwah ini merupakan
senjata ampuh untuk mengetahui keadaan rawi yang sebenarnya, terutama untuk
membongkar kebohongan para perawi. Sebagai contoh ‘Ufair ibn Ma’dan dan
Al-Killa‘iy bercerita: “Umar ibn Musa pernah datang kepadaku, lalu kutemui dia
di Masjid dan seraya berkata: “Telah bercerita kepada kami guru kamu yang salih.”
Ketika ia telah banyak bercerita, lalu kupotong ceritanya, “Siapa yang kamu
maksud guru yang salih itu? Sebutlah namanya agar kami mengetahuinya!”
Jawabnya: “Yaitu Khalid ibn Ma’dan” “Tahun berapa kamu bertemu dengan dia?”
tanyaku. Aku bertemu tahun 108 H” Jawabnya. “Di mana kamu bertemu?” tayaku lagi.
“Aku bertemu dengan dia pada waktu perang Armenia” jawabnya. Aku membentak:
“Takutlah kepada Allah wahai saudara jangan kau berdusta. Bukankah Khalid ibn
Ma’dan itu wafat tahun 108 H? Sedangkan kamu mengatakan bahwa kamu bertemu
dengan dia empat tahun sesudah dia meninggal. Dan dia hanya ikut perang Romawi
saja.”[27]
d.
Ilmu
‘Ilal al-Hadis
Kata ‘ilal dari
‘illa, yaillu, adalah jamak dari kata ‘al-illah’, yang
menurut bahasa, artinya al-marad (penyakit atau sakit). Menurut ulama
ahli hadis, al-illah berarti sebab yang tersembunyi atau samar-samar
yang dapat mencemarkan hadis sehingga pada hadis tersebut tidak terlihat adanya
kecacatan.[28]
Adapun yang dimaksud dengan ilmu ‘ilal al-hadis, menurut
mereka, adalah:
لِمَ
يُبْحَثُ عَنِ الْأَسْبَابِ الْخَفَيَّةِ الْغَامِضَةِ مِنْ حَيْثُ أَنَّهَا
تَقْدَحُ فِيْ صِحَّةِالْحَدِيْثِ كَوَصْلٍ مُنْقَطِعِ مَرْفُوْعً وَقُوْفٍ
وَإِخَالٍ الْحَدِيْثِ فِيْ حَدِيْثٍ وَمَاأَشْبَهَ ذلِكَ
“ Ilmu yang membahas sebab-sebab yang
tersembunyi, yang dapat mencacatkan kesahihan hadis, misalnya mengatakan
muttashil terhadap hadis yang munqathi’, menyebut marfu’ terhadap hadis yang
mauquf, memasukkan hadis ke dalam hadis lain, dan lain-lain seperti itu.”[29]
e.
Ilmu
an-Nasikh wa al-Mansukh
Yang dimaksud Ilmu an-Nasikh wa al-Mansukh ialah
terbatas di sekitar nasikh
dan mansukh
pada hadis.
Kata al-naskh
menurut
bahasa mempunyai dua pengertian, al-izalah (menghilangkan)
seperti matahari menghilangkan bayangan dan an-naql
(menyalin) seperti aku menyalin kitab.
Pengertian
an-naskh menurut bahasa dijumpai dalam Al-Quran, antara
lain firman Allah swt:
مَانَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ
أوْنُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أوْمِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللّه
عَلَى كُلِ شَيْ ءٍقَديْرٌ
“Ayat mana
saja yang Kami nasakhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya. Kami
datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding denangannya. Tiadalah
kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah (2): 106)
Ø Penjelasan dari nash atau syari’ sendiri, yang dalam hal ini ialah
Rasul saw.
Ø Penjelasan dari para sahabat
Ø Dengan mengetahui tarikh keluarnya hadis serta sebab wurud hadis.
f.
Ilmu Asbab
Wurud al-Hadis
Kata asbab
wurud al-hadis atau disebut juga dengan asbab ushudur al-Hadis, secara
bahasa artinya sebab-sebab adanya hadis itu. Menurut H.A Djalil Afif, Ilmu Asbab Wurud al-Hadis ialah:
عِلْمُ
يُعْرَفُ بِهِ أَسْبَابُ وُرُوْدُالْحَدِيْثِ وَمُنَا سَبَتَهِ
“ Ilmu pengetahuan yang menjelaskan sebab-sebab atau latar belakang
di-wurud-kannya hadis dan hal-hal yang berkaitan dengannya.”[31]
Banyak di antara hadis Rasul yang di-wurud-kan karena adanya
suatu sebab tertentu, seperti sebuah hadis tentang kedudukan air laut sebagai
alat bersuci, yang artinya, “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya” (H.R.
al-Khamsah). Hadis ini di-wurud-kan,
karena kesulitan seorang sahabat untuk mendapatkan air wudhu di tengah lautan.
Maka tidak ada cadangan untuk keperluan minum, begitu pula persoalan
sebaliknya.[32]
Urgensi asbab
al-wurud terhadap hadis, sebagai salah satu jalan untuk
memahami kandungan hadis, sama halnya dengan asbab
nuzul Al-Quran terhadap Al-Quran. Namun, tidak semua hadis
mempunyai asbab wurud, seperti
halnya tidak semua ayat Al-Quran memiliki asbab
nuzulnya.
g.
Ilmu
Garib al-Hadis
Menurut
Ibnu Al-Shalah, yang dimaksud dengan Gharib al-Hadis ialah:
عِبَارَةٌ عَمَّا وَقَعَ فِى مُتُوْنِ
الْأَحَادِيْثِ مِنَ الْاَ لْفاَ ظِ الْغاَ مِضَةِ الْبَعِيْدِ مِنَ الْفَهْمِ
لِقَلَّةِ اسْتِعْماَ لِهاَ
“Ungkapkan
dari lafazh-lafazh yang sulit dan rumit untuk dipahami yang terdapat dalam
matan hadis karena (lafazh tersebut) jarang digunakan.”[33]
Memahami makna kosakata (mufradat)
matan hadis merupakan langkah pertama dalam memahami suatu hadis dan untuk
istinbath hukum. Para muhaddisin ketika menghadapi lafazh-lafazh yang gharib dan sulit untuk
menjelaskannya, juga menyerahkan kepada ahli bahasa (gharib al-hadis).
Ada
beberapa cara untuk menafsirkan hadis-hadis yang mengandung lafazh yang gharib ini, diantaranya:
v Hadis yang sanadnya berlainan dengan matan
yang mengandung lafazh yang gharib tersebut.
v Penjelasan dari para sahabat yang meriwayatkan
hadis atau sahabat lain yang tidak meriwayatkannya, tapi paham akan makna gharib tersebut.
v Penjelasan dari rawi
h. Ilmu at-Tashif wa at-Tahrif
Ilmu at-Tashif wa at-Tahrif
adalah ilmu pengetahun yang berusaha
menerangkan tentang hadis-hadis yang sudah diubah titik atau syakalnya
(mushahhaf) dan bentuknya (muharraf).[34]
Al-Hafidz ibn Hajar membagi ilmu ini menjadi
dua bagian yaitu ilmu al-tashif dan ilmu al-tahrif.
Sedangkan Ibn Shalah dan para pengikutnya menggabungkan kedua ilmu ini menjadi
satu ilmu. Menurutnya, ini merupakan satu disiplin ilmu yang bernilai tinggi
dan dapat membangkitkan semangat para ahli hafalan (huffazh).
Hal ini dikarenakan dalam hafalan para ulama terkadang terjadi kesalahan bacaan
dan pendengaran yang diterimanya dari orang lain.[35]
i.
Ilmu
Mukhtalif al-Hadis
Ilmu Mukhtalif al-Hadis ialah
Ilmu yang membahas hadis-hadis yang menurut lahirnya saling bertentangan atau
berlawanan, kemudian pertentangan tersebut dihilangkan atau dikompromikan
antara keduanya, sebagaimana membahas hadis-hadis yang sulit dipahami
kandungannya, dengan menghilangkan kesulitannya serta menjelaskan hakikatnya. Sebagian
ulama menyamakan istilah ilmu mukhtalif al-hadist
dengan ilmu musykil al-hadist,
ilmu ta’wil al-hadist,
ilmu talfiq al-hadist,
dan ilmu ikhtilaf al-hadist.
Akan tetapi, yang dimaksudkan oleh istilah-istilah di atas, artinya sama.[36]
Ilmu ini berusaha untuk mempertemukan (talfiq al-hadis)
dua atau lebih hadis yang bertentangan maknanya. Adapun cara-cara menyatukan
hadis tersebut adakalanya dengan men-taqyid
kemutlakan hadis, men-takhshih
keumumannya, atau adakalanya dengan memilih sanad yang lebih kuat atau yang
lebih banyak datangnya. Ilmu sangat dibutuhkan oleh ulama hadis, ulama fiqh,
dan lain-lain.[37]
Sebagai contoh adalah dua hadis sahih di bawah
ini:
لاَ عَدْ وَ ى وَ لاَ
طِيَرَ وَ لاَ هاَ مَةَ ..... (رواه البخارى وسلم)
“Tidak ada penularan, ramalan
jelek, reinkarnasi roh yang telah meninggal ke burung hantu...”(HR.
Bukhari Muslim)[38]
فِرَّ مِنَ
الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ الْأَسَدِ (رواه البخارى ومسلم)
“Larilah dari orang yang sakit
lepra, sebagaimana kamu lari dari singa..”(HR. Bukhari dan
Muslim)[39]
Para ulama mencoba mengkompromikan dua hadis ini,
antara lain:
1. Ibnu
Al-Shalah menta’wilkan bahwa
penyakit itu tidak dapat menular dengan sendirinya. Tetapi Allah-lah yang
menularkannya dengan perantaraan (misalnya) adanya pencampuran dengan orang yang
sakit, melalui sebab-sebab yang berbeda-beda.[40]
2. Al-Qadhi
Al-Baqillani berpendapat bahwa ketetapan adanya
penularan dalam penyakit lepra dan semisalnya,
itu merupakan
kekhususan bagi ketiadaan penularan. Dengan demikian arti rangkaian kalimat “laa ‘adwa” itu, selain penyakit lepra dan semisalnya. Jadi
seolah-olah Rasul saw. mengatakan: “Tak ada
suatu penyakit pun yang menular selain apa yang telah kami terangkan apa saja
yang dapat menular.”[41]
j.
Ilmu
Musthalah Ahli Hadis
Merupakan ilmu yang menerangkan
pengertian-pengertian (istilah-istilah) yang dipakai oleh ahli-ahli hadis.
Ulama yang mula-mula menyusun kitab tentang ilmu ini adalah Abu Muhammad
Ar-Ramahurmuzy (w.360 H). Kitab ini dikatakan kitab yang cukup lengkap isinya
kemudian dilanjutkan oleh Abu Nu’aim Al-Ashabhani Al-Khatib (w.463 H). [42]
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Ilmu Hadis adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji atau membahas tentang
segala yang disandarkan kepada Nabi saw., baik berupa perkataan, perbuatan,
takrir maupun lainnya. Secara garis besarnya Ilmu Hadis terbagi dua, yaitu ilmu
riwayah dan dirayah. Yang mana adanya perbedaan antara keduanya sehingga
memunculkan cabang-cabang hadis.
3.2
Saran
Sebagai mahasiswa,
hendaknya kita mempelajari tentang ilmu hadis dan cabang-cabangnya yang terjadi
pada masa lampau. Perlu kita ketahui, bahwa cabang-cabang hadis dalam Islam
mempengaruhi pada perkembangan pemikiran Islam pada masa sekarang. Perkembangan
cabang-cabang hadis tersebut tidak terlepas dari proses dinamika internal dan
eksternal umat islam. Sehingga diperlukan wacana yang mempelajari cabang-cabang
hadis dari berbagai sumber.
DAFTAR PUSAKA
Dr. M. Alfatih Suryadilaga, dkk. 2010. Ulumul Hadis.
Cet.1. Yogyakarta: Teras.
Drs.
M.Solahudin, M.Ag., Agus Suyadi, Lc. M.Ag. 2009. ULUMUL HADIS. Cet.1.
Bandung: CV. Pustaka Setia.
Drs. Munzier Suparta, M.A. 2002. Ilmu Hadis.
Ed. 1. Cet. 3. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sohari
Sahrani. 2010. Ulumul Hadits. Cet.1. Bogor: Ghalia Indonesia.
[5] Drs.
Munzier Suparta, M.A., 2002, Ilmu Hadis, PT Raja Grafindo Persada, Ed.
1., Cet. 3, Jakarta, hlm. 24.
[7] Ibid.
[37] Ibid.
[38] Ibid., hlm. 44
[39] Ibid.
[40] Ibid.
[41] Ibid.
[42] Drs. M.Solahudin, M.Ag., Agus Suyadi, Lc. M.Ag., 2009, Ulumul
Hadis, CV. Pustaka Setia , Cet.1, Bandung, hlm. 122.
Comments
Post a Comment