MAKALAH
ZAKAT EMAS,
PERAK DAN MATA UANG
Diajukan
untuk Memenuhi Salah SatuTugas Mata Kuliah
FIKIH ZAKAT
Dosen
Pengampu: Dr. Zawawi, M.A

Disusunoleh
:
Kelompok 2 :
1.
Khaula
Khasibah (4117050)
2.
Anggun
Setyaningrum (4117052)
3.
Iif
Fauziyah (4117061)
4.
Dwi
Sabella Putri (4117062)
KELAS A
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PEKALONGAN (IAIN)
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun tugas makalah zakat emas, perak dan
mata uang.
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fikih Zakat yang diampu oleh Dosen
Bapak Dr. Zawawi, MA. Harapan kami, semoga makalah ini dapat memberikan
informasi dan bermanfaat bagi para pembaca. Kami sadar bahwa makalah yang kami
susun ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran
yang membangun dari rekan-rekan sekalian untuk perbaikan dalam pembuatan
makalah selanjutnya.
Pekalongan,
September 2018
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak berabad-abad silam, emas dan perak merupakan logam
mulia yang sangat berharga.
Bentuknya yang unik, indah, dan bernilai tinggi,
menjadikannya sebagai harta simpanan bagi mayoritas masyarakat. Tidak hanya
sebagai alat pengukur nilai atau penyimpan kekayaan, namun juga berfungsi
sebagai alat tukar menukar.
Di masa Nabi Muhamad SAW., emas dan perak sudah beredar
menjadi alat tukar yang disepakati kala itu.Yang pada saat itu lebih dikenal
dengan sebutan dinar dan dirham.Dinar adalah mata uang yang terbuat dari emas
yang berasal dari Imperium Romawi, sedangkan dirham adalah mata uang yang
terbuat dari perak yang berasal dari Imperium Persia.
Sebagaimana telah diketahui, bahwa para ulama
sepakat tentang kewajiban zakat dua jenis logam mulia yaitu emas dan perak. Diantara hikmahnya adalah
mendorong perputaran harta dan pengembangannya sehingga tidak habis dimakan
zakat. Di samping
itu, salah satu fungsi utama mata uang emas dan perak adalah untuk bergerak dan
beredar sebagai alat tukar yang dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu, menyimpan mata uang emas dan perak secara masal
akan menyebabkan terhambatnya kegiatan di masyarakat, terhentinya pekerjaan,
merajalelanya pengangguran, melambatnya transaksi di pasar dan mundurnya
kegiatan perekonomian secara umum. Diwajibkannya zakat sebagai upaya
menghindari berbagai dampak negatif dari penimbunan mata uang secara masal.
B. Rumusan Masalah
1. Berapa nishab emas, perak dan kadar zakatnya?
2. Bagaimana emas atau perak yang telah menjadi perhiasan?
3. Bagaimana zakat atas uang kertas?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui nishab emas, perak dan kadar zakatnya.
2. Untuk mengetahui emas atau perak yang telah menjadi perhiasan.
3. Untuk mengetahui zakat uang kertas.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Zakat Emas, Perak dan Mata Uang
Sejak
berabad-abad silam, emas dan perak merupakan logam mulia yang sangat berharga. Bentuknya yang unik, indah, dan bernilai tinggi,
menjadikannya sebagai harta simpanan bagi mayoritas masyarakat. Tidak hanya sebagai alat pengukur nilai atau
penyimpan kekayaan, namun juga berfungsi sebagai alat tukar menukar.
Di
masa Nabi Muhamad SAW., emas dan perak sudah beredar menjadi alat tukar yang
disepakati kala itu.Yang pada saat itu lebih dikenal dengan sebutan dinar dan
dirham.Dinar adalah mata uang yang terbuat dari emas yang berasal dari Imperium
Romawi, sedangkan dirham adalah mata uang yang terbuat dari perak yang berasal
dari Imperium Persia.
Sebagaimana telah diketahui, bahwa para ulama
sepakat tentang kewajiban zakat dua jenis logam mulia yaitu emas dan perak. Diantara hikmahnya adalah
mendorong perputaran harta dan pengembangannya sehingga tidak habis dimakan
zakat. Di samping itu, salah satu fungsi utama mata uang emas dan perak adalah
untuk bergerak dan beredar sebagai alat tukar yang dimanfaatkan oleh masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, menyimpan mata uang emas dan
perak secara masal akan menyebabkan terhambatnya kegiatan di masyarakat,
terhentinya pekerjaan, merajalelanya pengangguran, melambatnya transaksi di
pasar dan mundurnya kegiatan perekonomian secara umum. Diwajibkannya zakat
sebagai upaya menghindari berbagai dampak negatif dari penimbunan mata uang secara
masal.
Kewajiban mengeluarkan
zakat atas kepemilikan emas dan perak sebagai simpanan ditetapkan oleh Alquran, Sunnah dan Ijma ulama. Adapun dari
Alquran disebut dalam Surah at-Taubah ayat 34-35:
}وَالَّذِينَ
يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ, يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ
فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ
لأنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ{
“Dan
orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkkannya pada jalan
Allah, maka beritahukanlah kepada mereka,(bahwa mereka akan mendapat) siksa
yang pedih. Pada hari dipanaskan emas
dan perak itu dalam neraka jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung
dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang
kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa
yang kamu simpan.”
Ayat tersebut memperingatkan bahwa pada kepemilikan emas atau perak terdapat hak Allah berupa zakat dan
menyimpan emas atau perak tanpa mengeluarkan zakat termasuk kategori kanz yang
diancam dengan siksaan yang pedih.
Syara’ telah menegaskan bahwa emas dan perak yang wajib dizakati
ialah emas dan perak yang sampai nishabnya dan telah cukup setahun
dimiliki dengan penuhnishab-nya tersebut, kecuali jika emas dan perak
yang baru dapat dari galian, maka tidak disyaratkan cukup tahun.[1]
Kata infak dalam (وَلا
يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ) bermakna infak
wajib yaitu zakat, kewajiban zakat emas dan perak ini baik dicetak
sebagai mata uang
(madhrub) yaitu dinar dan dirham
pun tidak dicetak menjadi matauang (ghairumadhrub).
Adapun dalil ijmak, para ulama telah bersepakat atas diwajibkannya zakat terhadap kepemilikan
dua logam mulia yaitu emas dan perak.
Kategori Zakat Emas dan
Perak
Harta lain yang juga termasuk
kategori emas dan perak :
1. Logam/batu mulia dan Mata uang
2. Simpanan seperti : Tabungan, deposito, cek atau surat berharga lainnya
Syarat Zakat Emas& Perak
§ Sampai nishob.
§ Berlalu satu tahun.
§ Bebas dari hutang yang
menyebabkan kurang dari nishob.
A.
Bentuk-Bentuk Emas & Perak WajibDizakati
o Emas dan Perak Murni
Emas
murni atau perak murni dengan berbagai bentuknya seperti logam mulia, perhiasfan, satuan mata uang
(emas dalam bentuk dinar dan perak dalam bentuk dirham).
o Peralatan dan Perabotan Rumah
Ajaran
agama Islam mengharamkan pemakaian perabotan rumah tangga yang terbuat dari
emas atau perak, seperti gelas, piring, sendok, pisau, dll. Dasar hukumnya
adalah hadis Nabi Muhammad SAW:
لَاتَشْرَبُوافِيآنِيَةِالذَّهَبِوَالْفِضَّةِ،وَلَاتَأْكُلُوافِيصِحَافِهَا،فَإِنَّهَالَهُمْفِيالدُّنْيَاوَلَكُمْفِيالْآخِرَة.
"Janganlah
kalian minum dari gelas emas dan perak. Janganlah makan dari piring emas dan perak.
Karena keduanya (emas dan perak) untuk mereka di dunia dan untuk kalian nanti
di akhirat.” (H.R. Bukhari Muslim)
Walaupun
pemakaian benda-benda tersebut hukumnya haram, namun pemiliknya berkewajiban membayar
zakat, berdasarkan konsep dasar bahwa kepemilikan emas atau perak terkena kewajiban
zakat karena keduanya adalah logam mulia yang dapat diinvestasikan secara riil untuk
menghasilkan keuntungan.
Begitu
juga berbagai peralatan yang terbuat dari emas atau perak murni, seperti jam
dinding, jam tangan, pulpen, pedang, sandal, sepatu, pemiliknya berkewajiban membayar
zakat.
Adapun
perabotan rumah tangga atau peralatanyang dilapisi dengan emas atau perak hukum
penggunaannya adalah mubah sehingga tidak terkena kewajiban zakat, dengan
catatan lapisan tersebut tipis sehingga ketika dipanaskan di atas api, dapat
meleleh dan tidak membentuk suatu benda tertentu.
Apabila
lapisan tebal yang diperkirakan ketika dipanaskan di atas api akan meleleh dan membentuk
suatu benda tertentu, dapat dikategorikan dalam pemakaian emas dan perak sehingga
hukumnya haram dan terkena kewajiban zakat.
o Perhiasan Emas bagi Pria
Ajaran
agama Islam mengharamkan seorang pria muslim memakai perhiasan terbuat dari
emas murni 24 karat atau emas yang sudah tercampur dengan logam mulia lain,
baik dalam bentuk perhiasan yang dirancang khusus untuk wanita seperti gelang,
kalung, cincin ataupun bentuk perhiasan yang dirancang khusus untuk pria
seperti cincin emas untuk lelaki.
Walaupun
pemakaian perhiasan emas hukumnya haram, namun kepemilikannya dikenai kewajiban
zakat dengan menghitung nisab dan haul. Adapun penghitungan nisab didasarkan
atas ukuran berat emas tersebut bukan nilai jualnya.
B.
Perhiasan Emas dan Perak bagi
Wanita
Kewajiban zakat
terhadap kepemilikan emas dan perak adalah ketika pemiliknya berniat
menjadikannya sebagai harta simpanan, adapun wanita yang menggunakannya sebagai
perhiasan dalam berbagai kegiatan kesehariantidak terkena kewajiban zakat
karena termasuk bagian dari pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Hal ini dibangun
atas dasar pendapat mayoritas ulama dari kalangan Mazhab Maliki, Syafii dan
Hanbali yang berpendapat bahwa penggunaan emas dan perak sebagai perhiasan yang
bersifat mubah menggugurkan kewajiban zakat berdasarkan ayat-ayat Alquran dan
hadis-hadis Nabi SAW.
Perlu dicatat bahwa
penggunaan emas dan perak sebagai perhiasan yang dapat menggugurkan kewajiban
zakat dengan memenuhi kriteria tertentu, sehingga ketika tidak memperhatikan
kriteria tersebut, maka ia tetapterkena kewajiban zakat.
Para ulama
menjelaskan beberapa kriteria (dhawabit) untukpemakaian emas dan perak
sebagai perhiasan yang dapat menggugurkan kewajiban zakat:
Pertama:
bentukperhiasan yang terbuat dari emas dan perak dibolehkan secara syara',
seperti gelang, kalung, cincin terbuat dari emas atau perak diperuntukan bagi
wanita.
Kedua:
pemiliknya berniat menggunakannya sebagai perhiasan.
Ketiga:
penggunaan emas dan perak sebagai perhiasan tidak keluar dari fungsi yang telah
ditetapkan kebolehannya oleh syara', diantaranya adalah:
·
At-Tahalli
Yang
dimaksud at-tahalli adalah menggunakan emas dan perak sebagai perhiasan fisik
seperti pemakaian kalung yang terbuat dari emas atau perak untuk menghiasi bagian
leher wanita, begitu juga cincin, gelang, dll.
·
At-Tahliyah
Yang
dimaksudat-tahliyah adalah menjadikan emas atau perak sebagai bagian dari
benda-benda tertentu untuk menambah keindahan dan penampilan yang menarik,
seperti meja kursi yang dilapisi dengan emas atau perak, peralatan rumah tangga,
buku, pulpen dilapisi dengan emas atau perak.
·
Az-Zuhrufah
Yang
dimaksud dengan az-zuhrufah adalah menjadikan emas dan perak sebagai bahan
baku untuk menghiasi rumah dan tempat ibadah seperti masjid dan musala.
Keempat:
ukuran atau berat perhiasan emas dan perak masih dalam karidor wajar tidak berlebihan.
Ada beberapa pendapat ulama terkait
ukuran berat sebagai batasan maksimal dibolehkannya seorang wanita menggunakan
perhiasan emas atau perak, dalam hal ini pendapat ulama Mazhab Syafii dan
Hambali dinilai lebih praktis dan tepat untuk diterapkan dalam kehidupan
masyarakat, yaitu penggunaan perhiasan emas dan perak dibatasi dengan kriteria
tidak berlebihan (israf) dengan standar adatistiadat ('urf) yang
berlaku di masyarakat.
Penggunaan perhiasan emas dan perak bagi
seorang wanita yang dinilai masyarakat setempat melampaui batas wajar atau berlebihan
(israf) terkena kewajiban zakat.
Imam Nawawi menegaskan:
كُلُّ
حُلِيٍّ أُبِيْحَ لِلنِّسَاءِ فَإِنَّمَا يُبَاحُ إِذَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ سَرَفٌ
ظَاهِرٌ.
“Setiap
perhiasan yang dibolehkan bagi wanita, sesungguhnya dibolehkan jika tidak ada unsur
berlebihan yang nampak jelas (israfdzahir).”
Apakah zakat dikenakan pada ukuran / bagian
perhiasan yang melebihi batas wajar saja? atau keseluruhannya?
Para pakar hukum Islam menjelaskan bahwa
perhiasan dengan beragam jenisnya dapat dilihat dari setiap bagiannya, misalnya
satu buah gelang emas yang dipakai oleh seorang wanita seberat 200 gram dan dinilai
masyarakat setempat berlebihan, terkena kewajiban zakat dari keseluruhan 200
gram tersebut, berbeda dengan seorang wanita yang memakai sepuluh buah gelang emas
masing-masing seberat 20 gram sehingga jumlah keseluruhan 200 gram, terkena kewajiban
zakat terhitung dari bagian yang melebihi batas wajar.
Nisab
emas adalah 20 dinar sedangkan nisab perak sebesar 200 dirham, sebagaimana dijelaskan
Hadis Nabi :
وَعَنْ
عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { إذَا كَانَتْ لَك مِائَتَا دِرْهَمٍ - وَحَالَ عَلَيْهَا
الْحَوْلُ - فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ ، وَلَيْسَ عَلَيْك شَيْءٌ حَتَّى
يَكُونَ لَك عِشْرُونَ دِينَارًا ، وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ ، فَفِيهَا نِصْفُ
دِينَارٍ، فَمَا زَادَ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ وَلَيْسَ فِي مَالِ زَكَاةٍ حَتَّى
يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ }
”Sayyidina Ali
telah meriwayatkan bahwa Nabi SAW. bersabda: ‘Apabila kamu mempunyai (uang simpanan)
200 dirham dan telah cukup haul (genap setahun) diwajibkan zakatnya 5 dirham,
dan tidak diwajibkan mengeluarkan zakat (emas) kecuali kamu mempunyai 20 dinar
dan telah cukup haulnya diwajibkan zakatnya setengah dinar. Demikian juga kadarnya
jika nilainya bertambah dan tidak diwajibkan zakat dalam sesuatu harta kecuali genap
setahun.’” (H.R. Abu Daud).
Dalam hadis muttafaq
‘alaih disebutkan:
وَلَيْسَفِيمَادُونَخَمْسِأَوَاقٍمن
الوَرِقِصَدَقَةٌ
“Tidak ada kewajiban
sedekah (zakat) pada perak yang kurang dari 5 awqiyah.”
Kata
‘wariq’ dalam hadis ini berarti perak. Kata awqiyah bentuk jamak dari
kata uqiyah. Sedangkan satu uqiyah sama dengan 40 dirham,
sehingga Imam Nawawi menegaskan bahwa: “Lima uqiyah sama dengan 200 dirham.”
Dari
dua hadis tersebutdapat disimpulkan bahwa nisab emas sebesar 20 dinar sedangkan
nisab perak sebesar 200 dirham, adapun dikonversi dengan ukuran berat gram di
era sekarang sebagai berikut;
·
Nisab
emas = 20 dinar
·
1
dinar =
4,25 gram
·
20
x 4,25 gram = 85 gram.
·
Nisab
perak = 200 dirham
·
I
dirham = 2,975 gram
·
200
x 2,975 gram = 595 gram.
Jadi,
nisab emas 85 gram (emasmurni) sedangkan nisab perak 595 gram (perak murni).
a. Kadar Zakat
Adapun
kadar zakat yang harus dibayarkan atas kepemilikan emas dan perak yang telah
mencapai nisab dan satu tahun adalah 2,5 % dari berat emas atau perak yang
dimiliki. Sesuai dengan Ibnu Hazm yang
memberitakan dari Jarir Ibn Hazim dari Ali bahwa Nabi SAW. bersabda :
وَلَيْسَ
عَلَيْكَ شَئٌ حَتَّى يَكُوْنَ –يَعْنِى فِى الذَّ هَبِ – لَكَ عِشْرُوْنَ
دِيْنَارًا فَاِذَا كَانَ لَكَ عِشْرُوْنَ دِيْنَارًا وَحَالَ عَلَيْهَا الْخَوْلُ
فَقِيْهَا نِصْفُ دِيْنَارٍ فَمَا زَاذَ فَبِحِسَابِ ذَ لِكَ
”Tidak atas engkau
sesuatu sehingga nilai emas itu, 20 dinar. Apabila engkau memiliki 20 dinar dan telah sampai setahun
engkau miliki, maka zakatnya setengah dinar, dan yang lebih sesuai perhitungannya.”
Hadist
jarir ini, menyatakan bahwa nishab emas 20 mitsqal = 20 dinar.
Dari hadist tersebut pula, kita ketahui bahwa kadar zakat emas ialah rubu’
‘usyer, atau satu perempat puluh = dua setengah persen (2,5%)[3]
Ada dua cara
dalam membayar zakat sebagai kewajiban atas kepemilikan emas dan perak, yaitu:
Pertama: muzaki
membeli emas atau perak sesuai dengan ketentuan yang harus ia bayarkan sebagai
zakat, lalu memberikannya kepada golongan yang berhak menerima zakat.
Kedua: muzaki
membayar zakat emas dan perak dengan uang rupiah, setara dengan harga emas atau
perak yang harus ia bayarkan.
Perlu dicatat
bahwa penghitungan nisab emas/perak dengan berbagai bentuknya didasarkan atas
ukuran berat kandungan emas/perak, bukan nilai jualnya. Begitu juga tidak
menghitung beratdan nilai jual logam selain emas/perak yang menjadi bagian dari
perhiasan seperti platina.
Berbeda dengan
orang yang memiliki emas dan perak dengan tujuan diperdagangkan, penghitungan
nisabnya atas nilai jual keseluruhan perhiasan emas dan perak tersebut,
termasuk harga logam lain yang menjadi bagian perhiasan.
Untuk emas murni
atau perak murni, seperti emas batangan,penghitungan nisabnya sangat mudah,
dengan menimbang dengan alat yang sudah tersedia.
Untuk peralatan
atau benda yang terbuat dari emas dan logam lain seperti platina yang menjadi
bagian perhiasan wanita, seperti kalung, gelang, hanya berkisar 21-22
karat.Begitu juga jam dinding, jam tangan, pulpen, sandal, sepatu yang terbuat
dari emas dengan campuran logam lain.
Untuk mengetahui
kadar emas murni dan mengecualikan jenis logam lain, cara penghitungannya,
Ukuran
karat

Sedangkanuntukmengetahuikadar zakat
yang harusdibayarkansebagaimana dijelaskan para ulama melalui keputusan
Konferensi Internasional Tentang Zakat adalah sebagai berikut:
Berat emas X Ukuran karat X Harga emas
murni X 2,5%
24
1.
Contoh
kasus 1
Sebagai
contoh, Pada tanggal 1 Sya’ban 1422 H Ahmad memiliki emas berat 100 gram. Maka
pada 1 Sya’ban 1423 H atau setahun kemudian, Ahmad wajib mengeluarkan zakat
simpanan emas yaitu. Meskipun pada bulan Ramadhan, emas itu pernah berkurang jumlahnya
menjadi 25 gram, namun sebulan sebelum datangnya bulan Sya’ban 1423 H Ahmad
membeli lagi dan kini jumlahnya mencapai 200 gram.
Besarnya
zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5% dari berat emas yang terkakhir dimiliki.
Jadi bila pada 1 Sya’ban 1423 H itu emas ahmad bertambah menjadi 200 gram,
zakat yang harus dikeluarkan adalah 200 x X 2.5 % = 5 gram.[4]
2.
ContohKasus
2
Ibu
Siska mempunyai emas sebanyak 150 gram, yg biasa dipakai sebanyak 40 gram,
sisanya disimpan. Asumsi harga emas 1 gr untuk saat ini sebesar Rp300.000,-
karena sudah mencapai nishab, maka berapa zakat yang harus dikeluarkan oleh ibu
Siska? Jawab: ( 150 – 40 ) x 2,5% =2,75 gram. Atau setara dengan 2,75 x 300.000
= Rp 825.000,-[5]
1)
FungsiUang
Dalam system perekonomian, fungsi utama
uang adalah sebagai alat tukar, (medium of exchange). Ini adalah fungsi utama uang baik uang kertas maupun logam. Dari fungsi utama ini,
diturunkan fungsi - fungsi yang lain seperti uang sebagai standard of value
(pembakuannilai), store of value (penyimpan kekayaan), unit of
account (satuanpenghitungan) danstandard of deferred payment (pembakuan
pembayaran tangguh).
Dalam islam, uang
dipandang sebagai alat tukar, bukan suatu komoditi. Peranan uang untuk
melenyapkan ketidakadilan, ketidakjujuran, dan pengisapan dalam ekonomi
tukar-menukar (barter). Karena dalam system barter ada unsur ketidakadilan yang
digolongkan sebagai riba al Fadhl, yang dilarang dalam islam.
a)
Uang sebagai Ukuran Harga
Uang
adalah satuan nilai atau standar ukuran harga dalam transaksi barang dan jasa.
Al-Ghazali berpendapat uang adalah ibarat cermin. Uang berfungsi sebagai ukuran
nilai yang dapat merefleksikan harga benda yang ada dihadapannya. Nilai suatu
barang dapat dengan mudah dinyatakan dengan menunjukkan jumlah uang diperlukan
untuk memperoleh barang tersebut. Misalnya harga sepatu adalah Rp. 50.000,-
sedangkan harga baju adalah Rp. 25.000,- nilai harga yang berlaku untuk
mengukur nilai barang harus bersifat spesifik dan akurat, tidak naik dan tidak
turun dalam waktu seketika.
b)
Uang sebagai Media Transaksi
Uang
adalah alat tukar menukar yang digunakan setiap individu untuk transaksi barang
dan jasa. Misal seseorang yang memiliki beras untuk dapat memenuhi kebutuhannya
terhadap lauk pauk maka ia cukup menjual berasnya dengan menerima uang sebagai
gantinya.
c)
Uang sebagai Media Menyimpan Nilai
Uang bukan
hanya berguna untuk mengadakan transaksi seketika, melainkan juga merinci
bayaran mendatang terkait pembelian saat in,i yakni membeli sekarang dan
membayar belakangan. Fungsi ini merupakan akibat uang berperan sebagai satuan
hitung dan simpanan nilai.[6]
2) Qiyas sebagai dasar
hukum
Kewajiban zakat atas kepemilikan uang kertas dan logam didasarkan atas qiyas, yaitu penggunaan mata uang kertasdanlogam dianalogikan
(diqiyaskan) dengan logam mulia emas dan perak, karena memiliki kesamaan illat hukum berupa tsamaniyah muthlaqah yaitu sebagai alat tukar dan pembakuan nilai, sebagaimana penetapan
ulama Malikiyah.
Pendapat
ini didukung mayoritas ulama dan menjadi keputusan lembaga hukum Islam di
berbagai negara, diantaranya Majma' al-Fiqh al-Islami (OKI) dalam keputusannya
nomer 21: 3/9 tentang mata uang kertas dalam prespektif hukum Islam, memutuskan
bahwa:
"Mata
uang kertas merupakan mata uang yang memiliki nilai tsamaniyah secara
sempurna sehingga memiliki dimensi hukum syara' yang berlaku pada emas dan
perak dalam segala konsekwensinya yaitu berpeluang terjadinya riba, menjadi
objek kewajiban zakat, dapat digunakan sebagai modal dalam akad salam, dll”.
Uang kertas
dan uang logam telah menjadi alat pembayaran yang sah, setiap
orang dapat melakukan transaksi jual beli, membayar hutang, menyerahkan mahar,
membayar & menerima upah/gaji, sehingga kedudukannya dalam hukum syara' sama dengan kedudukan emas dan
perak. Oleh karenanya, penyimpanan uang baik
uang kertas maupun uang logam selama satu tahun terkena kewajiban zakat
sebagaimana simpanan emas dan perak.
3) Nisab dan Kadar Zakat
Dalam menentukan nisab atau batas
minimal uang kertas yang wajib dizakati, terdapat perbedaan pendapat para
ulama, yaitu:
-
Sebagian ulama kontemporer berpendapat bahwa nisab zakat uang kertas
berdasarkan nisab terendah antara emas dan perak, karena mempertimbangkan
kemaslahatan fakir miskin.
Contoh:
Jika harga 1 gram emas murni Rp400.000,00 sehingga
nisab
zakat emas 85 x Rp400.000,00 = Rp34.000.000,00. Sedangkan harga 1 gram perak murni
Rp30.000,00 sehingga nisab zakat perak 595 x Rp30.000,00 = Rp17.850.000,00.
Maka nisab zakat uang kertas dihitung berdasarkan nisab perak karena nisab perak
lebih rendah dari pada nisab .emas.
-
Sebagian
ulama kontemporer berpendapat bahwa nisab zakat uang kertas berdasarkan nisab emas
yaitu senilai 85 gram emas murni, karena harga emas lebih stabil dan dalam pengeluaran
mata uang kertas oleh bank sentral digunakan emas sebagai jaminannya.[7]
Pendapat
ini didukung oleh mayoritas ulama dan menjadi keputusan lembaga hukum Islam di
berbagai negara muslim di dunia.
Adapun kadar
zakat yang harus dibayarkan sama dengan kadar zakat emas dan perak yaitu 2,5%.
ü Zakat terhadap Uang Kertas
Uang kertas wajib dizakati, gunanya untuk mengadakan
transaksi dengan emas dan perak. Fungsi uang kertas sama dengan fungsi emas dan
perak dan sama orang menukar uang kertas dengan emas dan perak, karena uang
kertas sama dengan surat keterangan (sanadat) hutang, maka baginya wajib
zakat. Demikian pendapat ulama-ulama Hanafiyah dan Malikiyah.
Ulama-ulama Syafi’iyah mengatakan, ”Tidak wajib zakat
karena uang kertas adalah hawalah” (tanda penukaran) yang tiada shahih, karena
tidak ada ijab dan qabul, kecuali telah ditukar dengan emas dan
perak dan telah berlalu dalam setahun. Ulama-ulama Hanbaliyah mengatakan,
”Tidak wajib zakat, melainkan apabila telah ditukar dengan emas atau perak.”
Pendapat yang tidak mewajibkan zakat adalah berdasarkan
‘illat yang mereka kemukakan, yakni tidak adanya ijab dan qabul yang sangat
lemah, mengakibatkan hak fakir miskin dari tumpukan kekayaan yang sangat besar.
Seseorang memiliki uang 9000 dollar, dan ia telah
memilikinya selama satu tahun penuh. Wajibkah ia mengeluarkan zakat?
Pertama kita menghitung nishab hartanya dan emas
atau perak dijadikan dasar perhitungannya.
Hitungannya sebagai berikut :
·
Nishabnya 85
gram emas murni.
·
Harga 1 gram emas
= 30 dollar
·
Berarti 85x30 =
2550 dollar
·
Jadi nishabnya
sebesar 2550 dollar, artinya orang tersebut telah memiliki harta yang melebihi nishab
kewajiban zakat.
Kedua, kita menghitung berapa jumlah zakat yang wajib
dikeluarkan. Sebagai berikut :
·
Jumlah zakat yang
dikeluarkan adalah 2.5%.jadi 9000x2.5% = 225 dollar.
·
Jadi orang
tersebut wajib mengeluarkan zakat sebesar 225 dollar.[8]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bahwasanya
kewajiban mengeluarkan zakat emas dan perak telah di jelaskan dalam al Qur’an
dan hadis. Ayat al Qur’an yang menjelaskan tentang kewajiban mengeluarkan zakat
emas dan perak adalah surat At Taubah: 34-35. Kewajiban ini apabila sudah
memenuhi syarat-syarat yang telah dijelaskan diatas. Nisab bagi emas ialah
apabila telah mencapai 90 gram emas (murni 24 karat), sedangkan nisab bagi
perak ialah apabila telah mencapai 200 dirham atau 600 gram (murni) dan
kedua-duanya harus sudah berputar selama 1 tahun (haul). Adapun untuk nishab
zakat uang maka zakatnya disamakan dengan zakat emas dan perak.
DAFTAR PUSTAKA
M.
Hasbi Ash-Shiddieqy, 1999, Pedoman Zakat,
Semarang : PT Pustaka Rizki Putra
http://pusat.baznas.go.id/zakat-emas-perak-dan-uang/
Ida Setiawan, Panduan
Praktis Zakat, Mandiri club Bpziz
Dadang
Baehaki, Penghitungan Zakat bagi Penyuluh Agama Islam, Jurnal Lingkar
Widyaiswara (www.juliwi.com),
Edisi 1 No.4, Oktober – Desember 2014
http://Journal.stainkudus.ac.id/Index.php/Bisnis/article/download/1695/1507,
Wahbah
az-Zuhaili, 1985,
Al-Fiqhu al-Islami
wa Adilatuhu, Damaskus: Dar al-Fikri
www.fiqhindonesia.com
[4]Ida Setiawan, Panduan
Praktis Zakat, Mandiri club Bpziz
[5]Dadang Baehaki, Penghitungan Zakat bagi Penyuluh Agama Islam,
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com), Edisi 1 No.4, Oktober – Desember 2014, p.75 –
91 ISSN: 2355-4118, Hlm 84
[6] Rahmat Ilyas, http://Journal.stainkudus.ac.id/Index.php/Bisnis/article/download/1695/1507,
Diakses pada sabtu 8 september 2018, pukul 11.29 WIB
[7]Wahbah
az-Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islami wa Adilatuhu,Cet.II, Jilid II, (Damaskus:
Dar al-Fikri, 1985),hlm. 760.
Comments
Post a Comment