TUGAS MAKALAH
KONSEP DASAR FIQIH MUAMALAH
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Fiqih Muamalah
Dosen Pengampu : Ahmad Syukron, M.EI
KATA PENGANTAR
Puji
syukur ke hadirat Allah swt atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
kepada Bapak Ahmad Syukron, M.EI
selaku dosen kami dalam Mata Kuliah Fiqih Muamalah dan kepada semua pihak yang
telah membantu dan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman kami, kami
yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu, kami
sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
Pekalongan, 24 Februari 2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah......................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................. 1
C.
Tujuan Penulisan.................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Fiqih Mu’amalah .................................................. 2
B.
Konsep Dasar Fiqih Mu’amalah............................................. 3
C.
Pembagian dan Ruang Lingkup Fiqih Mu’amalah.................... 5
D.
Hubungan Hukum Islam dengan Hukum Romawi……............ 6
E.
Hubungan Fiqih Mu’amalah dan Hukum Perdata.................... . 7
BAB III ... PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................ 9
B. Saran...................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial,
manusia tidak bisa lepas dari hubungan dengan orang lain dalam kerangka
memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga
terkadang secara pribadi dia tidak mamapu untuk memenuhinya, dan harus
berhubungan dengan orang lain. Hubungan anatara satu manusia dengan manusia
lain dalam memenuhi kebutuhan lain, harus terdapat aturan yang menjelaskan hak
dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan.
Proses untuk membuat
kesepakatan dalam kerangka memenuhi kebutuhan keduanya, lazim disebut dengan
proses untuk berakad atau melakukan kontrak. Hubungan ini merupakan fitrah yang
sudah ditakdirkan oleh Allah. Islam sebagai agama komprehensif dan universal
memberikan aturan yang cukup jelas dalam akad untuk dapat diimplementasikan
dalam setiap masa.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah Konsep Dasar Fiqih Muamalah?
2.
Apa Saja Pembagian dan Ruang Lingkup Fiqih
Muamalah?
3.
Apa Hubungan Hukum Islam dengan Hukum
Romawi?
4.
Bagaimanakah
Hubungan Fiqih Muamalah dan Hukum Perdata?
C.
Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui Bagaimanakah Konsep Dasar Fiqih Muamalah.
2. Untuk
mengetahui Apa Saja Pembagian dan Ruang Lingkup Fiqh Muamalah
3. Untuk mengetahui Apa Hubungan Hukum Islam
dengan Hukum Romawi.
4. Untuk
memahami Bagaimanakah
Hubungan Fiqih Muamalah dan Hukum Perdata.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fiqh
Mu’amalah
Fiqh muamalah terdiri
atas dua kata, yaitu fiqh dan muamalah.
Menurut etimologi (bahasa), fiqh adalah (اَلْفَهْمُ) (paham), seperti pernyataan: (فَقَّهْتُ الدَّرْسَ) (saya paham pelajaran itu). Arti ini, antara lain, sesuai dengan arti fiqh dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
Menurut etimologi (bahasa), fiqh adalah (اَلْفَهْمُ) (paham), seperti pernyataan: (فَقَّهْتُ الدَّرْسَ) (saya paham pelajaran itu). Arti ini, antara lain, sesuai dengan arti fiqh dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
يُفَقِّهْهُ فِى الدِّيْنِ مَنْ يُرِدِاللهَ بِهِ خَيْرًا
Artinya
“Barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi orang yang baik disisi-Nya, niscaya diberikan kepada-Nya pemahaman (yang mendalam) dalam pengetahuan agama.”
Artinya
“Barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi orang yang baik disisi-Nya, niscaya diberikan kepada-Nya pemahaman (yang mendalam) dalam pengetahuan agama.”
Menurut terminologi,
fiqh pada mulanya berarti pengetahuan keagamaan yang mencakup seluruh ajaran
agama, baik berupa aqidah, akhlak, maupun amaliah (ibadah), yakni sama
dengan arti Syari’ah Islamiya. Namun, pada perkembangan selanjutnya, fiqh
diartikan sebagai bagian dari syari’ah Islamiyah, yaitu pengetahuan tentang
hukum syari’ah Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah
dewasa dan berakal sehat yang diambil dari dalil-dalil yang terinci.
Menurut etimologi,
muamalah berasal dari kata: (عا مل – يعا مل – معا ملة) artinya saling bertindak, saling berbuat, dan
saling mengamalkan. Menurut etimologi, kata muamalah adalah bentuk masdar dari
kata’amala yang artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling
beramal.
Jadi Pengertian fiqih
muamalah menurut terminologi dapat dibagi menjadi dua.
1. Pengertian fiqih
muamalah dalam arti luas.
Dari pengertian dalam arti luas di atas dapat diketahui bahwa fiqih
muamalah adalah aturan-aturan (hukum) Allah SWT., yang ditujukan untuk mengatur
kehidupan manusia dalam urusan keduniaan atau urusan yang berkaitan dengan urusan
duniawi dan sosial masyarakat.
2. Pengertian fiqih
muamalah dalam arti sempit.
fiqih muamalah dalam arti sempit menekankan keharusan untuk menaati
aturan-aturan Allah yang telah ditetapkan untuk mengatur hubungan antara
manusia dengan cara memperolaeh, mengatur, mengelola, dan mengembangkan mal
(harta benda).[1]
B. Konsep Dasar Fiqih
Mu’amalah
Sebagai sistem kehidupan, Islam memberikan warna dalam setiap dimensi
kehidupan manusia, tak terkecuali dunia ekonomi. Sistem Islam ini berusaha
mendialektikkan nilai-nilai ekonomi dengan nilai akidah ataupun etika. Artinya,
kegiatan ekonomi dan perikatan lain yang dilakukan oleh manusia dibangun dengan
dialektika nilai materialisme dan spiritualisme berdasarkan sumber hukum
syari’at Islam. Kegiatan ekonomi yang dilakukan tidak hanya berbasis nilai
materi, akan tetapi terdapat sandaran transendental di dalamnya, sehingga akan
bernilai ibadah. Selain itu, konsep dasar Islam dalam kegiatan muamalah juga
sangat konsen terhadap nilai-nilai humanisme. Di antara kaidah dasar dan hukum
fiqih muamalah adalah sebagai berikut :
a) Hukum asal dalam
muamalat adalah mubah.
b) Konsentrasi Fiqih
Muamalah untuk mewujudkan kemaslahatan.
c) Meninggalkan intervensi
yang dilarang.
d) Menghindari eksploitasi.
e) Memberikan toleransi
dan tanpa unsur paksaan.
f)
Tabligh, siddhiq, fathonah amanah sesuai sifat Rasulullah.[2]
Konsep dasar yang menjadi acuan fiqih mu’amalah selain Al-Qur’an dan
Al-Hadits serta Ijma’ dan Qiyas adalah sisi kemaslahatan, karena pada
dasarnya semua bentuk interaksi dan perikatan yang dilakukan manusia hukumnya
adalah mubah, selain hal-hal yang secara jelas ditunjukkan pelarangannya oleh
sumber utama syari’at Islam. Adapun prinsip-prinsip muamalah dalam islam yakni
sebagai berikut:
1. Pada dasarnya segala
bentuk muamalat adalah mubah, kecuali yang ditentukan oleh al-qur’an dan sunnah
rasul. Bahwa hukum islam memberi kesempatan luas perkembangan bentuk dan macam
muamalat baru sesuai dengan perkembangan kebutuhan hidup masyarakat.
2. Muamalat dilakukan atas
dasar sukarela , tanpa mengandung unsur paksaan. Agar kebebasan kehendak
pihak-pihak bersangkutan selalu diperhatikan.
3. Muamalat dilakukan atas
dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindari madharat dalam hidup
masyarakat. Bahwa sesuatu bentuk muamalat dilakukan ats dasar pertimbangan
mendatangkan manfaat dan menghindari madharat dalam hidup masyarakat.
4. Muamalat dilaksanakan
dengan memelihara nilai keadilan, menghindari unsur-unsur penganiayaan,
unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan. Bahwa segala bentuk
muamalat yang mengundang unsur penindasan tidak dibenarkan.
C.
Pembagian dan Ruang Lingkup Fiqih Mu’amalah
Menurut Al-Fikri dalam kitab Al-Muamalah Al-Madiyah wa Al-Adabiyah
membagi Fiqh Muamalah menjadi dua bagian:
- Al-Muamalah
Al-Madiyah
Al-Muamalah Al-Madiyah adalah muamalah yang
mengakaji segi objeknya, yakni benda. Sebagian ulama berpendapat bahwa
Al-Muamalah Al-Madiyah bersifat kebendaan, yakni benda yang halal, haram, dan
syubhat untuk dimiliki, diperjual belikan, atau diusahakan, benda yang
menimbulkan kemadharatan dan mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, dll. Semua
aktivitas yang berkaitan dengan benda, seperti al- bai’ (jual beli)
tidak hanya ditujukan untuk memperoleh keuntungan semata, tetapi jauh lebih
dari itu, yakni untuk memperoloh ridha Allah SWT. Jadi kita harus menuruti tata
cara jual beli yang telah ditentukan oleh syara’.
- Al-Muamalah Al-Adabiyah
Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah muamalah
ditinjau dari segi cara tukar-menukar benda, yang sumbernya dari pancaindra
manusia, sedangkan unsur-unsur penegaknya adalah hak dan kewajiban, seperti
jujur, hasut, iri, dendam, dll. Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah aturan-aturan Allah
yang ditinjau dari segi subjeknya (pelakunya) yang berkisar pada keridhaan
kedua pihak yang melangsungkan akad, ijab kabul, dusta, dll. Secara garis besar ruang lingkup fiqih
muamalah adalah seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan hukum-hukum islam
yang berupa peraturan peraturan yang berisi perintah atau larangan seperti
wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. [3]
D. Hubungan Hukum Islam
Dengan Hukum Romawi
Islam yang di turunkan
di Arab, kemudian tumbuh dan berkembang di daerah Arab. Namun, setelah itu
Islam berkembang dan menyebar ke negeri-negeri tetangga dan negeri yang jauh,
serta berhasil membebaskan dan menguasai kawasan-kawasan yang sebelumnya tunduk
kepada Negara Romawi Timur, seperti Syam dan Mesir. Sebagai akibat dari
pembebasan wilayah tersebut, secara otomatis syari’at Islam menggantikan hukum
Romawi yang sebelumnya berlaku di kawasan-kawasan tersebut.
Melihat kondisi
demikian, para orientalis[4] lantas
berpendapat bahwa syari’at Islam dan hukum Romawi ada saling keterkaitan satu
dengan yang lain. Sebagian besar orientalis mengatakan bahwa syari’at Islam
terpengaruh oleh hukum Romawi. sebagaimana Prof. Dr. Abdul Karim Zaidan dalam
bukunya Pengantar Studi Syari’ah yang mengutip perkataan dari Goldziher,
Von Kremer, dan Scheldon Amos yang mengatakan bahwa “Syari’at Islam di ambil
dari hukum Romawi. Berdasarkan kaidah-kaidah hukum Romawi inilah para fuqaha’
membangun struktur hukum syari’at Islam.” Tidak hanya itu, Scheldon Amos juga
mengatakan bahwa: “Syari’at Muhammad tidak lain adalah hukum Romawi Imperium
Timur, yang direvisi agar sejalan dengan kondisi politik di dalam
kerajaan-kerajaan Arab.
Para orientalis yang
berpendapat bahwa syari’at Islam terpengaruh oleh hukum Romawi menggunakan
sejumlah argumen-argumen sebagai berikut: Pertama, mereka mengatakan
bahwa Nabi memiliki pengetahuan luas mengenai hukum Romawi Bizantium yang
diterapkan di Imperium Romawi Timur. Melalui pengetahuan ini, hukum-hukum itu
terserap ke dalam syari’at Islam, dan ikut mewarnai syari’at Islam yang ada
sekarang.
Kedua, mereka berpendapat bahwa di Caesarea, Beirut, Konstantinopel dan
Iskandaria telah ada sejumlah institute hukum Romawi. Begitu juga telah ada
sejumlah mahkamah di kawasan Romawi dan penerapan hukumnya berjalan selaras
dengan hukum Romawi. Hal ini dikarenakan berbagai institusi pendidikan dan
mahkamah tersebut masih tetap setelah pembebasan kawasan itu oleh Islam.
Sehingga para ahli fiqh kaum Muslimin mempelajari hukum-hukum yang ada di
mahkamah-mahkamah itu dan mengenal pendapat-pendapat ahli hukum institusi
pendidikan tersebut, kemudian mereka menukil berbagai pendapat hukum tersebut
ke dalam hukum fiqh Islam.
Ketiga, mereka mengatakan bahwa setelah Imperium Romawi ditaklukkan oleh umat
Islam, para ulama syari’at menyebar di Imperium Romawi. Penyebaran ini sangat
memungkinkan mereka bergaul dengan para ahli hukum Romawi dan mempelajari
hukum-hukumnya, di samping penduduk negeri yang ditaklukkan juga sudah terbiasa
dengan hukum tersebut. Dengan demikian, para fuqaha’ itu mengadopsi
kaidah-kaidahnya pada berbagai hubungan hukum tersebut di negeri-negeri itu,
demi menjaga tradisi masyarakat setempat.[5]
E. Hubungan Fiqih Muamalah
dan Hukum Perdata
Muamalah
dalam arti luas mencakup masalah al-ahwal al-syakhsyyiyah, yakni hukum
keluarga yang mengatur hubungan suami, istri, anak, dan keluarganya. Pokok
kajiannya meliputi munakahat, mawaris, wasiat, dan wakaf.
Muamalah dalam
arti sempit membahas masalah jual beli, gadai, sewa-menyewa, pinjam-meminjam,
dan hiwalah (pemindahan utang).
Hukum perdata
di Indonesia ada dua : 1. Hukum perdata dalam arti luas. 2. Hukum perdata
dalam arti terbatas.
Hukum
perdata dalam arti luas adalah hukum yang mengatur mengenai hubungan antara satu orang dengan
orang lainnya dalam kehidupan bermasyarakat.
Hukum
perdata dalam arti terbatas ialah hukum privat : hukum yang mengatur
hubung-hubungan hukum antara para warga hukum (manusia-manusia pribadi dan
badan hukum). Terdiri atas hukum perdata, dagang, bukti, dan kadaluwarsa
(lewat waktu).
Secara
singkat, dapat dikatakan bahwa bidang-bidang hukum perdata dalam hukum islam
terdapat dalam al-ahwal al-syakhshiyyah, muamalah, dan qadha.
Oleh karena itu, tidaklah tepat mempersamakan bidanh fiqh muamalah
dengan hukum perdata. Bahkan ada sebagaian hukum perdata oleh para ulama
dibahas dalam bidang Ushul Fiqh, seperti tentang subjek hukum atau orang
mukalaf.
Di
samping itu, sumber hukum fiqh muamalah berbeda sekali dengan sumber
hukum perdata. Juga sistematika fiqh muamalah dan hukum perdata terdapat
perbedaan-perbedaan. Sistemtika hukum perdata mengatur orang pribadi, sedangkan
hukum orang pribadi tidak dijelaskan dalam fiqh muamalah, tetapi
dijelaskan dalam Ushul Fiqh.[6]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fiqih Muamalah adalah fiqih yang membahas tentang bagaimana
hubungan antar manusia dengan manusia dalam sebuah hubungan masyarakat, yang
mana aturan-aturan tersebut ada sebagai suatu petunjuk kepada manusia agar
sesuai syariat agama.
Kemudian mengenai pembagian Fiqih Muamalah yakni Al-Muamalah
Al-Madiyah yang maksudnya adalah muamalah yang mengkaji jenis-jenis muamalah
yang ada di masyarakat umum yang sesuai syariat Islam. Sedangkan Al-Muamalah
Al-Adabiyah maksudnya, muamalah yang mengkaji tata cara bermuamalah
dengan mengutamakan keridaan setelah akad maupun ijab kabul.
B. Saran
Fiqih Muamalah sangat
penting untuk dipelajari terutama bagi para pencari ilmu yang ingin lebih tahu
lebih jauh tentang hubungan-hubungan antar manusia dengan syariat islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Syafe’I, Rachmat. 2001. Fiqh
Mu’amalah. Bandung: CV
Pustaka Setia.
Dimyaudin, Djuwaini. 2010. Fiqh Mu’amalah.
Yogyakarta: Puataka Belajar.
Anonim. 2010. “Hubungan
Antara Syari’at Islam Dengan Hukum Romawi” http://inpasonline.com/hubungan-antara-syariat-islam-dengan-hukum-romawi. Diakses Pada 24 Februari 2019, Pukul 9.34
pm.
Anonim.
2015. “Pengertian
Hukum Perdata Menurut Para Ahli” http://www.pengertianartidefinisi.com/pengertian-hukum-perdata-menurut-para-ahli. Diakses Pada 24
Februari 2019, Pukul 9.58 pm.
Zain. 2009. “PENGERTIAN
FIQIH MUAMALAH” http://artikelilmiahlengkap.blogspot.com/2013/03/pengertian-fiqih-muamalah. Diakses Pada 24 Februari 2019, Pukul 8.57
pm.
[3]
Zain, “PENGERTIAN FIQIH MUAMALAH” http://artikelilmiahlengkap.blogspot.com/2013/03/pengertian-fiqih-muamalah, (Diakses Pada 24 Februari 2019,
Pukul 8.57 pm).
[4]
Orientalis adalah para non
arab dan non muslim, yang mengkaji dan melakukan penelitian terhadap aqidah,
syariat, bahasa dan peradaban Islam dengan tujuan membuat keraguan pada agama
Islam.
[5]
Anonim, “Hubungan Antara Syari’at Islam
Dengan Hukum Romawi” http://inpasonline.com/hubungan-antara-syariat-islam-dengan-hukum-romawi, (Diakses Pada 24 Februari 2019,
Pukul 9.34 pm).
[6]
Anonim, “Pengertian Hukum Perdata Menurut
Para Ahli” http://www.pengertianartidefinisi.com/pengertian-hukum-perdata-menurut-para-ahli, (Diakses Pada 24 Februari 2019,
Pukul 9.58 pm).
Comments
Post a Comment