BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Modal Sosial
Modal sosial
merupakan hubungan-hubungan yang
tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial
dalam masyarakat dalam spektrum yang luas, yaitu sebagai perekat sosial yang
menjaga kesatuan anggota masyarakat secara bersama-sama.[1]
James S, Colement
(1998)
menegaskan bahwa, modal sosial sebagai
alat untuk memahami aksi sosial secara teoritis yang mengkombinasikan perspektif sosiologi dan
ekonomi. Pengertian
ini dipertegas oleh
Ismail Serageldin
(Dalam Rahmanto, 2010) bahwa modal sosial selalu melibatkan
masyarakat dan menjadikan
masyarakat
muncul
bukan semata dari
interaksi pasar
dan memiliki nilai
ekonomis.
Selanjutnya, Ismail Serageldin (dalam Rahmanto,
2010) memberikan
klasifikasi modal sosial antara lain:
a. Modal sosial dalam bentuk interaksi sosial yang tahan lama tetapi hubungan
searah, seperti
pengajaran dan perdagangan sedang interaksi sosial yang
hubungannya resiprokal (timbal
balik) seperti jaringan sosial dan asosiasi.
b. Modal sosial dalam bentuk efek interaksi sosial lebih tahan lama
dalam hubungan searah seperti kepercayaan, rasa hormat dan imitasi. Sedang dalam bentuk
hubungan timbal balik seperti gosip, reputasi, pooling, peranan
sosial dan koordinasi, semua ini
mengandung nilai ekonomi yang tinggi.
Kemampuan masyarakat untuk dapat saling
bekerjasama tidak dapat terlepas
dari adanya peran modal sosial yang
mereka miliki. Hakikat modal sosial adalah hubungan sosial
yang terjalin
dalam
kehidupan
sehari-hari
warga masyarakat. Dengan membangun suatu hubungan satu sama
lain, dan memeliharanya
agar
terjalin terus, tujuan bersamapun
akan
dapat tercapai. Modal sosial bukan
milik
individual, melainkan sebagai hasil dari hubungan sosial antara
individu. Modal sosial menentukan bagaimana orang dapat bekerjasama dengan mudah.
Modal sosial juga
dipahami sebagai pengetahuan dan pemahaman yang dimilki bersama oleh komunitas
serta pola hubungan yang memungkinkan sekelompok individu melakukan satu
kegiatan yang produktif. Modal sosial ini sangat penting bagi komunitas karena
modal sosial memiliki beberapa peran, antara lain:[2]
1.
Memberikan
kemudahan dalam mengakses informasi bagi anggota
2.
komunitas.
3.
Menjadi media
pembagian kekuasaan dalam komunitas.
4.
Mengembangkan
solidaritas.
5.
Memungkinkan
mobilitas sumber daya komunitas.
6.
Memungkinkan
pencapaian bersama dan
7.
Membentuk
perilaku kebersamaan dan berorganisasi komunitas.
Pada kenyataan yang
terjadi akhir-akhir ini masih banyaknya terjadi benturan-benturan
sosial, baik dalam bentuk konflik,
kekerasan,
bahkan terorisme yang
mengacak-acak modal sosial (social capital) sehingga kita
sudah banyak kehilangan
nilai-nilai
kejujuran, solidaritas,
keadilan, persatuan,
dan nilai-nilai
lainnya
yang dapat meningkatkan
kemantapan
persatuan
dan
kesatuan.
Hilangnya modal sosial yang dimiliki masyarakat bisa dilihat dari bagaimana masyarakat tersebut menghadapi dan memecahkan masalah-masalahnya.
B.
Elemen-Elemen Pokok Modal Sosial
1.
Saling percaya
(trust)
a.
Pengertian
Modal
sosial wujudnya memang tidak jelas, tidak seperti halnya modal ekonomi yang
wujudnya jelas yaitu uang. Kunci dari modal sosial adalah trust. Jadi modal
sosial yang dimiliki oleh orang-orang yang saling mempercayai dan dipercayai.
Modal sosial akan bertahan bila aktor aktor di dalamnya mampu mempertahankan
keuntungan dalam jaringan sosial atau struktur sosial lainnya. Modal sosial
dapat dimiliki oleh individu lewat interaksinya dengan individu yang lainnya.[3]
Unsur dari kepercayaan adalah meliputi
adanya kejujuran
(honesty), kewajaran
(fairnees), sikap
egaliter (egalitarianism),
toleransi (tolerance) dan kemurahan
hati (generosity).
-
Kejujuran
dikonsepsikan sebagai sebuah hubungan diantara anggota dan kelompok nelayan
yang dilakukan tulus ikhlas dan tanpa kecurangan berdasarkan pada standar nilai
yang disepakati bersama. Individu dan kelompok yang berprilaku diluar standar
nilai yang disepakati tersebut dipandang telah melakukan ketidakjujuran. Nilai
kejujuran dialangan kelompok nelayan Desa Kelong terinternalisasi dalam
kehidupan berkelompok. Berdasarkan hasil wawancara, kasus penerapan nilai
kejujuran dalam pemanfaatan kelompok nelayan ini biasanya diihat dari kelompok
nelayan Desa Kelong, Kecamatan Bintan Pesisir Kabupaten Bintan yaitu setiap
penggunaan dana kelompok/uang kas selalu dilaporkan kepada anggota secara
terbuka melalui rapat bulanan. Kemudian bagi anggota yang ingin meminjam uang
kas biasanya harus dapat menunjukkan bukti seperti mesin kapal rusak,
kapal/perahu rusak, atau anggota yang sakit. Hal ini penting agar uang yang
dipinjam benar- benar dapat dimanfaatkan dengan baik oleh sipeminjam.[4]
-
Belief
(Percayaan) Menurut Coleman (1990) sebuah komunitas manusia selalu perlu
kepercayaan bersama (shared beliefs) sebagai “bahan bakar” penting bagi
tindakan kolektif. Secara khusus beliefs ini sangat erat berkaitan dengan alur
informasi dalam sebuah jaringan. Coleman mengatakan bahwa segala hal yang
dipercaya oleh sebuah komunitas selalu berkaitan dengan segala informasi yang
masuk ke, dan keluar dari, komunitas itu. Lalu, menurut Adler dan Kwon, nilai
shared belief dalam modal sosial ini menciptakan semacam kenyamanan bagi para
anggota komunitas untuk saling bertukar pikiran (ide) dan secara bersama-sama
memahami dunia sekeliling mereka. Berdasarkan beliefs ini pulalah sebuah
komunitas membangun semacam “dunia ide” bersama (Lesser, 2000).
-
Norma
(Norma-Norma) Menurut Coleman, sebuah norma selalu “specify what actions are
regarded by a set of persons as proper or correct, or improper or incorrect”
(1990, hal. 242). Dengan kata lain, sebuah norma menentukan apa yang baik dan
apa yang buruk. Norma ini kemudian diekspresikan dalam bentuk bahasa formal
maupun informal sebagai semacam kebijakan, sehingga semua orang yang memiliki
norma ini harus menyadari keberadaan dan isi kebijakan tersebut. Maka itu,
norma hanya akan muncul jika ada komunikasi dan keberadaannya bergantung pada
komunikasi yang reguler. Elinor Ostrom (2005) membedakan norma dari peraturan
dengan melihat sintaksis kalimatnya. Baik norma maupun peraturan sama-sama
merupakan pernyataan tentang apa yang boleh dilakukan, tetapi “peraturan”
mengandung penegakan (enforcement). Sebuah peraturan juga mengandung kata “JIKA
TIDAK” yang diikuti dengan sangsi. Jadi, “norma” terkesan lebih lunak daripada
peraturan (rules).
-
Rules
(Aturan-Aturan) Menurut Coleman, “social capital requires investment in the
designing of the structure of obligations and expectations, responsibility and
authority, and norms (or rules) and sanctions
Dengan
trust, maka masalah-masalah yang muncul menjadi mudah untuk diselesaikan, dan
sebaliknya menjadi begitu sulit ketika trust tidak ada. Namun, ketika trust
yang muncul berbasiskan primordiality, maka siapapun yang tidak memiliki
identitas primordiality yang sama akan diabaikan. Masalah-masalah seperti
nepotisme, diskriminasi rasial, dan kolusi, tumbuh dengan latar belakang
seperti ini.[5]
2.
Jaringan
sosial (network)
a. Pengertian
Jaringan sosial
merupakan salah satu dimensi sosial selain kepercayaan dan norma. Konsep
jaringan dalam kapital sosial lebih memfokuskan pada aspek ikatan antar simpul
yang bisa berupa orang atau kelompok (organisasi). Dalam hal ini terdapat
pengertian adanya hubungan social yang diikat oleh adanya kepercayaan yang mana
kepercayaan itu dipertahankan dan dijaga oleh norma-norma yang ada. Pada konsep
jaringan ini, terdapat unsur kerja, yang melalui media hubungan social menjadi
kerja sama. Pada dasarnya jaringan social terbentuk karena adanya rasa saling
tahu, saling menginformasikan, saling mengingatkan, dan saling membantu dalam
melaksanakan ataupun mengatasi sesuatu.intinya, konsep jaringan dalam capital
social menunjuk pada semua hubungan dengan orang atau kelompok lain yang
memungkinkan kegiatan dapat berjalan secara efisien dan efektif (Lawang, 2005).
Selanjutnya jaringan itu
sendiri dapat terbentuk dari hubungan antar personal, antar individu dengan
institusi, serta jaringan antar institusi. Sementara jaringan social (network)
merupakan dimensi yang bisa saja memerlukan dukungan dua dimensi lainnya karena
kerjasama atau jaringan social tidak akan terwujud tanpa dilandasi norma dan
rasa saling percaya. Lebih lanjut, dalam menganalisis jaringan social.[6]
b. Karakteristik
Jaringan Sosial
Mitchell J Clyde (1969) mengungkapkan ada dua karakterisktik penting dari
jaringan sosial :
1)
Karakteristik Morphologi
Karakteristik ini dilihat dari aspek struktural
tingkah laku sosial individu yang ada dalam jaringan, antara lain :
- Achorage, totalitas hubungan yang terbentuk dalam
suatu jaringan. Biasanya diletakan pada individu tertentu yang tingkah lakunya
diamati dan diharapkan dpat diinterpretasikan
- Reachability, derajat dimana tingkah laku individu
dipengaruhi oleh hubungannya dengan individu lain.
- Densitas, derajat dimana terdapat keterhubungan antara
individu yang satu dengan yang lain.
- Range, menunjuk pada jumlah individu yang melakukan
kontak secara langsung dengan individu yang berada dalam jaringan.
Karakteristik morphologi dapat dikatakan sebagai
tempat yang berwujud dan merupakan tempat yang digunakan dalam penjualan.
Misalnya perbedaan dapat kita lihat pada pasar modern dengan pasar tradisional.
Atau pada pasar tradisional dengan supermarket. Kedua hal itu saling berlainan.
Pasar tradisonal tempatnya tidak sebagus seperti pasar modern. Pasar modern
lebih bersih, sedangkan pada pasar tradisional harganya dapat ditawar. Tidak
seperti pada pasar modern, yang tidak ada tawar menawarnya.
Peminat dari pasar tradisonal dengan pasar modern pun
beragam, kebanyakn di pedesaan lebih banyak peminat pasar tradisional. Karena
jarak yang dekat dan harga yang terjangkau, sehingga membuat orang dipedesaan
yang kebanyaakan ekonomi menengah kebawah memilih alternatif pasar tradisional.
Sedangkan di wilayah perkotaan memilih pasar modern, hal ini karena pasar
modern lebih bersih dan tidak ribet, karena mereka tidak perlu menawar.
2)
Karakteristik interaksional
Dilihat dari tingkah laku individu, dari proses
interaksi yang terjadi antara satu individu dengan individu lain. Karakteristik
jenis ini antara lain :
- Content, hubungan yang ada antara individu dengan
individu lain berdasarkan tujuan tertentu. Content dari hubungan ini dapat
dipahami karena berdasarkan norma, kepercayaan dan nilai yang telah disepakati
bersama.
- Directedness, dalam suatu jaringan dapat terlihat
apakah suatu hubungan antara individu satu dengan yang lain hanya berupa
hubungan yang berorientasi dari satu individu ke individu lain atau sebaliknya
(resiprok).
- Durability, jaringan sosial itu ada jika individu
menyadari hak dan kewajiban untuk mengidentifikasi orang lain. Kesadaran akan
hubungan ini dapat digunakan untuk suatu tujuan tertentu, untuk mencapai objek
tertentu, untuk memperoleh beberapa informasi.
- Intensitas, hubungan dalam suatu jaringan social dapat
dilihat dari derajat dimana individu, dipersiapkan untuk memiliki tanggung
jawab atau memiliki kebebasan untuk mengekspresikan haknya dalam hubungannya
dengan orang lain.
- Frekuensi, karakteristik nyata dari interaksi dalam
suatu jaringan yang dapat dilihat secara simple dalam kuantitasnya yaitu kontak
antar individu dalam jaringan.
Karakteristik interaksional lebih dilihat dari
interaksi antara penjual dan pembelinya. Jaman sekarang ada banyak interaksi
yang berlangsung, ada yang secara langsung dan tidak langsung. Pada contoh
kasus morphologi diatas yaitu pasar tradisional dan pasar modern merupakan
pasar yang bertatap muka langsung antara penjual dan pembelinya.
Sedangkan pasar yang tidak langsung ada pada pasar bursa
saham atau online shop yang sekarang marak di indonesia. Mereka melihat barang
yang ditwarkan lewat internet. Kemudian bagi yang berminat bisa menghubungi
pada nomor yang tertera di gambar itu. Setelah mentransfer uangnya maka penjual
akan mengirim paketan barang kepada pembeli.
Penjualan ini lebih memiliki resiko dibandingkan
dengan yang bertemu secara langsung. Bisa jadi pembelian semacam itu merupakan
penipuan, atau mungkin barang yang dipesan tidak sesuai dengan yang diharapkah.
Berbeda dengan pasar yang bertemu langsung, pembeli bisa memilih barang yang
terbaik untuk dipilih. Agar tidak mengecewakan.[7]
C. Unsur-unsur pokok
modal sosial adalah :
1.
Partisipasi dalam suatu jaringan
Kemampuan orang
atau
individu atau anggota-anggota komunitas untuk
melibatkan
diri dalam suatu jaringan hubungan
sosial merupakan
salah satu kunci
keberhasilan untuk
membangun odal
sosial. Manusia mempunyai kebebasan
untuk bersikap,
berperilaku dan
menentukan
diri
dalamjaringan sosial dan menyinergiskan
kekuatannya maka
secara
langsung maupun tidak, ia telah menambahkan kekuatan ke dalam jaringan tersebut.
Sebaliknya, dengan
menjadi bagian aktif dalam suatu
jaringan, seseorang akan memperoleh
kekuatan tambahan dari
jaringan tersebut.
2.
Hubungan Timbal Balik (Reciprocity)
Modal sosial selalu diwarnai oleh kecendrungan saling bertukar kebaikan
di antara individu-individu yang menjadi bagian atau anggota jaringan. Hubungan
timbal balik ini juga dapat diasumsikan sebagai saling melengkapi dan saling mendukung satu
sama lain. Modal sosial tidak
hanya didapati pada kelompok-kelompok masyarakat yang
sudah maju atau mapan. Dalam
kelompok- kelompok yag menyandang masalah sosial sekalipun, mosal sosial
merupakan salah satu modal yang membuat mereka menjadi kuat dan dapat
melangsungkan hidupnya.
3.
Rasa Pecaya (Trust)
Rasa percaya salah satu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam
hubungan-hubungan siosial yang didasari perasaan yakin bahwa orang lain akan
melakukan sesuatu seperti yang diahapkan dan akan selalu bertindak dalam suatu
pola yang saling mendukung. Rasa percaya menjadi pilar kekuatan dalam modal
sosial. Seseorang akan mau melakukan apa saja untuk orang lain kalau ia yakin
bahwa orang tersebut akann membawanya kearah yang lebih baik atau
kearah yang ia inginkan.
Rasa percaya dapat membuat seseorang untuk bertindak sebagaiman yang di
arahkan oleh orang lain karena ia menyakini bahwa tindakan yang disarankan
orang lain tersebut merupakan salah satu bentuk pembuktian kepercayaan yang
diberikan kepadanya. Rasa percaya tidak muncul tiba-tiba. Keyakinan pada diri
seseorang atau sekelompok orang muncul dari kondisi terus menerus yang berlangsung secara alamiah ataupun
buatan (dikondisikan). Rasa percaya bisa diwariskan tetapi harus dipelihara dan
dikembangkan karena rasa percaya bukan merupakan suatu hal yang absolut.
4.
Norma sosial
Norma-norma soaial merupakan seperangkat aturan tertulis dan tidak
tertulis yang disepakati oleh anggota-anggota suatu komunitas untuk mengontrol tingkah laku semua
anggota dalam komunitas tersebut. Norma sosial berlaku kolektif. Norma
sosial dalam suatu komunitas bisa
saja sama dengan norma sosial dikomunitas lain
tetapi tidak semua
bentuk perwujudan atau tindakan norma sosial bisa digeneralisir.
Norma sosial mempunyai konsekwensi. Ketidaktaatan terhadap norma
atau perilaku yang tidak sesuai
denga norma- norma yang beraku menyebabkan seseorang dikenai sanksi.
Bentuk sanksi dari sebuah pelanggaran norma dapat berupa tindakan (hukuman) dan
bisa berupa sanksi sosial yang lebih sering ditunjukkan dalam bentuk sikap,
seperti penolakan atau tidak melibatkan seseorang yang melanggar norma, untuk
terlibat dalam kegiatan-kegiatan komunitas.
5.
Nilai-nilai
Nilai adalah suatu ide yang di anggap benar dan oenting oleh
anggota komunitas dan diwariskan secara
turun-temurun. Nilai-nilai tersebut antara lain mengenai etos kerja (kerja
keras) harmoni (keselarasan), kompetisi dan prestasi. Selain sebagai ide,
nilai-nilai juga menjadi motor penggerak
bagi anggota-anggota komunitas. Nilai-nilai kesetiakawanan adalah ide yang
menggerakkan anggota komunitas untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama.
Pada banyak komunitas, nilai prestasi merupakan tenaga pendorong yang
menguatkan anggotanya untuk bekerja lebih keras guna mencapai hasil yang
membanggakan.
6.
Tindakan yang proaktif
Keinginan yang kuat dari anggota kelompok untuk terlibat dan melakukan
tindakan bagi kelompoknya adalah salah satu unsur yang paling penting dalam
modal sosial. Tindakan yang proaktif tidak terbatas pada partisipasi dalam
artian kehadiran dan menjadi bagian kelompok tetapi lebih berupa konstribusi
nyata dalam berbagai bentuk. Tindakan proaktif dalam konteks modal sosial
dilakukan oleh anggota tidak semata-mata untuk menambah kekayaan secara materi
melainkan untuk memperkaya hubungan kekerabatan, meningkatkan intensitas
kekerabatan serta mewujudkan tujuan dan harapan bersama. Keterkaitan yang kuat
dan saling mempengaruhi antar anggota dalam suatu komunitas menjadi penggerak
sekaligus memberi peluang kepada setiap
anggota untuk bertindak proaktif. Tindakan proaktif juga dapat diartikan
sebagai upaya yang saling membagi energi di antara anggota komunitas.[8]
D.
Tipe Modal
Sosial[9]
Tipe atau bentuk
jaringan sosial pada modal sosial oleh Putman diperkenalkan perbedaan dua bentuk dasar
modal sosial,
yaitu mengikat (bonding) dan menjembatani (bridging). Sedangkan Woolcock membedakan modal sosial kedalam tiga bentuk yaitu
social bonding, social bridging, dan social linking. Social Bonding merupakan tipe modal sosial dengan karakteristik adanya
ikatan yang kuat
(adanya perekat sosial)
dalam suatu sistem kemasyarakatan.
Misalnya, kebanyakan dalam keluarga mempunyai
hubungan kekerabatan dengan keluarga yang lain,
yang mungkin masih berada dalam satu etnis.
Hubungan kekerabatan ini
bisa
menumbuhkan :
a. Rasa kebersamaan
yang diwujudkan melalui rasa empati,
b. Rasa Empati
c. Rasa berkewajiban
d. Rasa percaya
e. Resiprositas
f. Pengakuan Timbal balik
g. Nilai kebudayaan yang mereka percaya
Sementara menurut
levelnya, modal sosial bisa berupa kognitif (cognitive) dan structural.
Modal sosial kognitif adalah aspek-aspek seperti norma-norma, nilai-nilai dan
peilaku, yang memungkinkan terbangunnya rasa percayaantar anggota masyarakat.
Sedangkan modal sosial struktural adalah aktivitas-aktivitas, struktur
organisasi dan prinsip-prinsip demokratis yang mendukung aksi kolektif dan
pengambilan keputusan. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa agama bisa
menjadi modal sosial.[10]
E. Modal sosial dan Pertumbuhan Ekonomi
Berbagai
modal sosial yang ada di pedesaan disinyalir telah mampu memberikan kontribusi
bagi masyarakat pedesaan dengan mendasarkan pada prinsip kepercayaan, saling
mendukung, dan keuntungan bersama. Ketiga prinsip ini pada dasarnya sudah
dimiliki oleh masyarakat desa sebagai modal sosial. Namun demikian untuk mencapai
dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di pedesaan, keberadaan modal sosial masih
perlu ditingkatkan perannya dengan melibatkan masyarakat desa secara proaktif.
Masyarakat telah merasakan manfaat adanya modal sosial, seperti: bertambahnya
wawasan, pengalaman, kerukunan, swadaya masyarakat semakin meningkat,
kelestarian lingkungan, kesehatan balita, persatuan antara warga, tukar
pengalaman,kekompakan, silaturahmi, kesinambungan program, meningkatkan
komunikasi, aspirasi masyarakat tertampung, dan kesejahteraan masyarakat
meningkat.
Fukuyama
(2000) menyatakan bahwa modal sosial ditransmisikan melalui mekanisme-mekanisme
cultural seperti agama, tradisi, atau kebiasaan sejarah. Modal sosial
lebih menekankan pada komunitas moral dengan mengadopsi nilai-nilai kebajikan
seperti: kesetiaan, kejujuran, dan dependability.[11]
Easterling (2009) menyatakan bahwa masyarakat dengan tingkat modal sosial
tinggi akan memiliki kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, ekonomi lebih
kuat, dan system lebih baik untuk pendidikan dan kepedulian kepada anak muda.
Modal
sosial juga mampu membangkitkan kemitraan, sebagai salah satu bentuk relasi
yang diidealkan dalam kegiatan ekonomi. Penelitian Kolopaking (2002)
mendapatkan bahwa modal sosial berperan mulai dari kegiatan tahap awal dalam
kegiatan di tingkat komunitas, dilanjutkan dengan memproduksi usaha kecil dan
gurem dari komunitas ke organisasi desa, dan akhirnya menjadi unsur pengelolaan
kolaborasi serta memelihara jejaring kolaborasi. Meskipun proses ini berhasil
karena ada pihak luar yang menjadi fasilitator, namun keberadaan modal sosial
dalam masyarakat sangat berperan dalam menmbentuk kesamaan opini di antara
stakeholders. Jejaring menjadi sarana untuk membentuk sinergi antara masyarakat
dan pemerintah. Dengan prinsip-prinsip kesetaraan, informal dan partisipatif
dalam membangun komitmen, maka masalah-masalah pengembangan kemitraan usaha
berbasis komunitas dapat ditangani secara sinergis. Dengan demikian, pilar
utama mensinergikan antara pengembangan kemitraan usaha kecil atau gurem dengan
ekonomi kawasan adalah dengan membentuk usaha masyarakat berbasis komunitas.
Implikasinya adalah bahwa dari pengembangan kolaborasi tersebut, pengelolaan
kemitraan memerlukan muatan solidaritas moral semua pihak yang merupakan
indikator dari modal sosial yang tumbuh dalam diri mereka.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan
makalah yang kami susun, dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial pada dasarnya
merupakan salah satu komponen modal sosial dalam masyarakat Didalamnya mencakup
elemen-elemen pokok seperti kepecayaan dan jaringan. Dengan kepercayaan, maka
masalah-masalah yang muncul menjadi mudah untuk diselesaikan, dan sebaliknya
menjadi begitu sulit ketika kepercayaan tidak ada. Selanjutnya jaringan itu
sendiri dapat terbentuk dari hubungan antar personal, antar individu dengan
institusi, serta jaringan antar institusi. Dari hal tersebut, mampu
membangkitkan kemitraan, sebagai salah satu bentuk relasi yang diidealkan dalam
kegiatan perekonomian.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono,
Budhi. 2012. Peran modal sosial dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat petani tembakau di kabupaten Wonosobo. Vol.1.
Kadarisman,
Yoskar. 2015. Peran Modal Sosial (social capital) dalam aktivitas ekonomi
Perdagangan di Desa Guntung Kecamatan Medang Kapai Kota Dumai. Pekanbaru.
Habdy
Lubis, Rissalwan. Jurnal: Pemahaman Konsep Modal Sosial.
Solina,
Emmy. Jurnal: Peran Modal Sosial Dalam Peningkatan Ekonomi Kelompok Nelayan
Desa Kelong.
Anonim. https://sociologypolitik.blogspot.com/2016/12/memahami-teori-jaringan-sosial.html. diakses
pada hari senin tanggal 24 Maret 2019. pukul 11.00 WIB.
Asyhabuddin,
Rofik. Nilai-Nilai Dasar Islam Sebagai Modal Sosial Dalam Pengembangan
Masyarakat.
[1] Budhi Cahyono, “Peran modal
sosial dalam peningkatan kesejahteraan
masyarakat petani tembakau di
kabupaten Wonosobo”, Vol.1, No.1, 2012.
[2] Yoskar
Kadarisman, “Peran Modal Sosial (social capital) dalam aktivitas ekonomi
Perdagangan di Desa Guntung Kecamatan Medang Kapai Kota Dumai”, Pekanbaru,
17-18 November 2015, hlm. 570.
[3] Rissalwan Habdy Lubis, Jurnal:
Pemahaman Konsep Modal Sosial, hal. 5-6.
[4] Emmy Solina, Jurnal: Peran
Modal Sosial Dalam Peningkatan Ekonomi Kelompok Nelayan Desa Kelong, hal.
11.
[5] Rissalwan Habdy Lubis , Jurnal:
Pemahaman Konsep Modal Sosial, hal. 6.
[6]https://sociologypolitik.blogspot.com/2016/12/memahami-teori-jaringan-sosial.html, diakses pada hari senin tanggal 24
Maret 2019, pukul 11.00 WIB.
[7] https://sociologypolitik.blogspot.com/2016/12/memahami-teori-jaringan-sosial.html, diakses pada hari senin tanggal 24 Maret 2019, pukul
11.00 WIB.
[8] Emmy Solina, “ Peran Modal
Sosial dalam Peningkatan Ekonomi Kelompok Nelayan Desa Kalong”,
[9] Harge Trio Widodo, “Peran dan
manfaat modal sosial dalam Peningkatan Efektivitas Kerja Karyawan Sektor Usaha
Mikro Kecil dan menengah di Sentra Kerajinan Tas dan Koper Tanggulangin
Sidoarjo”, Vol.1, No. 1, hlm. 4, 2016.
[10] Rofik dan
Asyhabuddin, “Nilai-Nilai Dasar Islam Sebagai Modal Sosial Dalam Pengembangan
Masyarakat”, hlm. 181.
[11]
Budhi Cahyono & Ardian Adhiatma, “Peran Modal Sosial Dalam
Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Petani TembakauDi Kabupaten Wonosobo”,
Vol. 1 No. 1 December 2012, hlm. 140.
Comments
Post a Comment